Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

"Gajian Masih Lama, Udah Bokek Aja? Jangan-jangan Latte Factor Penyebabnya"

3 Februari 2021   08:50 Diperbarui: 3 Februari 2021   16:18 2283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah Kompasianer yang sering merasa uang tiba-tiba raib entah kemana padahal baru pertengahan bulan, sementara tanggal gajian masih lama?Apakah uang tersebut raib dicuri tuyul? Hmm, siapa lagi tuyulnya kalau bukan kita sendiri. Eh. 

Jika benar demikian yang terjadi, barangkali kita perlu cek apakah ada latte factor dalam pengeluaran-pengeluaran kita. Apa itu latte factor? Apakah ada hubungannya dengan kopi kekinian yang biasa dijual di coffee shop? Sebetulnya ada sih, tapi bukan itu poin pentingnya. 

Apa Itu Latte Factor?

Istilah latte factor dipopulerkan pertama kali oleh David Bach, seorang perencana keuangan asal Amerika Serikat dan penulis buku The Latte Factor : Why You Don't Have to be Rich to Live Rich. Maksudnya adalah pengeluaran untuk hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan yang terlihat kecil dan tanpa sadar dilakukan secara terus-menerus hingga pengeluaran membengkak dan menjadi besar. 

Mengapa disebut latte factor karena merujuk pada kebiasaan banyak orang, baik orang dewasa maupun anak muda, yang banyak mengonsumsi kopi hampir setiap hari. 

Namun, latte factor disini bukan cuma berwujud kopi, melainkan juga pengeluaran-pengeluaran kecil lain yang dilakukan sehari-hari. Meskipun secara nominal nilainya kecil dan tidak seberapa, namun karena sering dilakukan bahkan hampir saban hari, jika diakumulasikan dalam seminggu, sebulan dan setahun, jumlahnya bisa cukup fantastis. 

Misalnya, dalam sehari Anda biasa membeli kopi seharga Rp 20 ribu. Dalam seminggu saja Anda sudah menghabiskan Rp 140 ribu hanya untuk secangkir kopi. Bagaimana jika sebulan? Atau setahun? 

Coba kalau uang dengan nominal tersebut diinvestasikan dalam jangka waktu 5-10 tahun, misalnya, dengan pertimbangan kenaikan inflasi, return per tahun dan sebagainya. Berapa keuntungan yang akan Anda dapatkan? 

Fakta tentang Latte Factor 

Survei internal yang dilakukan oleh Bank Permata menunjukkan 9 dari 10 orang menghabiskan lebih dari Rp 900 ribu per bulan untuk latte factor.

Pengeluaran latte factor terbesar adalah pada kebutuhan sandang sekunder, seperti lipstik, sepatu, baju-yang dibeli untuk menambah koleksi semata-tas, syal, aksesori dan sebagainya. Persentasenya mencapai 58%. 

Posisi kedua ditempati oleh pengeluaran untuk taksi atau transportasi online sebesar 15%. Berikutnya adalah membeli cemilan dan minuman ringan sebesar 11%. Sementara untuk kopi, rata-rata menghabiskan sekitar 9% dari total pengeluaran latte factor masing-masing responden. Adapun yang terkecil, yaitu sebesar 1%, adalah pengeluaran biaya transfer ATM dan tarik tunai. 

Kontras dengan hal tersebut, hasil survei yang dilakukan oleh Kadence International Indonesia bertema "Share of Wallet" menunjukkan masyarakat Indonesia hanya menyisihkan rata-rata 8% dari penghasilannya untuk tabungan. Itu saja kadang masih belum konsisten. Padahal jumlah ideal untuk tabungan adalah 10%-30% dari penghasilan bulanan. 

Penyebab Latte Factor 

ilustrasi penyebab latte factor (impulsive buying)-themoneyboy.com
ilustrasi penyebab latte factor (impulsive buying)-themoneyboy.com

Menurut psikolog, Ajeng Raviando, latte factor dapat muncul karena beberapa alasan, seperti kebiasaan, impulsive buying dan tekanan dari lingkungan sosial. 

Misalnya, jika seseorang terbiasa membeli kopi di kedai kopi dekat kantor, maka tanpa sadar ia akan mampir lagi besok dan seterusnya. 

Godaan diskon dan cashback pun seringkali jadi penyebab latte factor. Apalagi didukung dengan kemudahan dalam pembayaran sehingga kita hanya perlu klik apa saja yang ingin dibeli, transfer, lalu menunggu barang diantar tanpa perlu repot-repot keluar rumah. Jika uang tidak cukup, bisa pakai fitur pay later. 

Akhirnya urusan belanja bukan lagi karena kebutuhan atau didasarkan pada alasan rasional, melainkan karena dorongan emosional dan menuruti hawa nafsu. 

Lingkungan sosial juga banyak mempengaruhi pengeluaran latte factor seseorang. Misalnya, ia sering diajak teman-temannya nongkrong di coffee shop mahal. Akhirnya ia selalu ikut dengan alasan "menjaga hubungan pertemanan", biar tidak dicap sombong atau nggak asik. 

Pengeluaran apa saja yang termasuk latte factor? 

ilustrasi contoh pengeluaran latte factor (cemilan)-bakingbusiness.com
ilustrasi contoh pengeluaran latte factor (cemilan)-bakingbusiness.com

1. Kopi

Sesuai dengan nama dan alasan di balik sebutan ini, beli kopi di coffee shop itu memang mahal dan bikin kantong bolong kalau sering-sering dilakukan. 

Ini bukan bermaksud melarang Anda ngopi lho ya. Bukan pula melarang Anda nongkrong di coffee shop. 

Hanya saja intensitasnya yang diatur dan pengeluarannya yang diatur. Mungkin Anda bisa melakukannya 1-2 kali sebulan. Atau buat saja anggaran khusus nongkrong. Misalnya, sebulan dianggarkan Rp 500.000. 

Solusi lainnya supaya lebih hemat namun tetap bisa ngopi adalah beli kopi sachetan atau kopi bubuk lalu Anda seduh sendiri. 

2. Makanan ringan (cemilan)

Siapa disini yang hobi ngemil? 

Nah, inilah dia latte factor saya selama ini hehehe. Jajan cemilan. 

Gorengan, cimol, cilok, batagor dan lain-lain, yang walaupun harganya tidak seberapa, tapi kalau diakumulasikan dalam sebulan ya lumayan juga. 

Misalnya, dalam sehari kita biasa menghabiskan Rp 5.000 untuk jajan gorengan. Seminggu sudah habis Rp 35.000. Sebulan Rp 150.000. Belum kalau ada tambahan jajan yang lain lagi.  

3. Rokok

Salah satu hasil survei internal oleh Bank Permata yang sebelumnya telah saya kutip, pengeluaran untuk beli rokok termasuk latte factor walaupun persentasenya tidak setinggi kategori-kategori lain, yaitu hanya 2%. Tapi bukan berarti hal ini boleh disepelekan lho. 

4. Taksi atau transportasi online

Solusi untuk menghemat pengeluaran ini adalah dengan menggunakan transportasi massal, seperti kereta dan bus. Jika jarak antara rumah dan lokasi yang ingin dituju cukup dekat, Anda bisa mencoba naik sepeda atau jalan kaki. Selain murah, Anda juga jadi lebih sehat. 

5. Air mineral botol

Berapa botol air mineral yang Anda konsumsi dalam sehari? Katakanlah sebotol air mineral ukuran 600 ml harganya Rp 4.000. 

Misalnya, dalam sehari Anda membeli 2-3 botol air mineral. Berarti sehari sudah menghabiskan Rp 8.000-Rp 12.000. Bagaimana kalau seminggu? Sebulan? Setahun?

Jika Anda ingin memangkas pengeluaran ini, Anda dapat melakukannya dengan membawa minum sendiri. 

6. Biaya admin bank 

Jika Anda sering melakukan pembayaran tagihan-tagihan rumah tangga melalui ATM atau m-banking, biasanya Anda akan dikenakan biaya admin. Begitu pula jika Anda sering melakukan transfer beda bank. 

Kalau cuma satu atau dua transaksi tentu tidak masalah. Tapi kalau sering, akumulasi biaya admin lumayan menguras saldo.

Solusinya adalah Anda bisa memanfaatkan dompet digital, baik untuk membayar tagihan-tagihan maupun transfer antar bank. Biaya admin yang dikenakan biasanya lebih murah bahkan ada yang gratis. 

Mengendalikan Pengeluaran Latte Factor

Selain melakukan hal-hal yang telah saya sebutkan pada masing-masing pengeluaran latte factor, yang tidak kalah penting adalah mencatat pendapatan dan pengeluaran-pengeluaran harian. Mulai dari yang besar hingga kecil. Yang bersifat rutin maupun insidental bahkan pengeluaran-pengeluaran tak terduga. 

Anda dapat melakukannya secara manual maupun dengan bantuan aplikasi. Sekarang ada banyak aplikasi pencatat dan pengatur keuangan personal yang dapat Anda unduh melalui ponsel pintar Anda, seperti Money Lover, Moneyfy, 1Money, AndroMoney, Wallet dan lain-lain. 

Anda juga dapat memanfaatkan aplikasi tersebut untuk membuat anggaran pribadi yang berisi rencana-rencana keuangan Anda. Jangan lupa pula untuk rutin mengevaluasi anggaran tersebut setiap akhir bulan agar Anda tahu apakah ada pengeluaran bulanan yang overspending atau tidak. Hal ini akan membantu Anda membuat keputusan pengeluaran apa yang dirasa kurang penting atau dapat ditunda sehingga dapat dipangkas. 

Referensi: satu, dua 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun