Aku tidak sedang bercerita tentang sebuah bangunan bertembok kayu, bambu atau batu bata yang dilingkari oleh pagar besi menjulang tinggi atau tanaman yang terpangkas rapi.
Aku juga tidak akan membicarakan tentang atap yang menaungi kita dari hujan dan terik. Tidak pula ingin besar kepala membanggakan apa yang menempel di dinding-dinding, yang tersembunyi dalam laci-laci maupun yang terkunci rapat dalam almari.
Di tanah yang kau kira rumah, selalu terjaga dengan gemerlap lampu-lampunya. Menemani siapa saja yang masih berjibaku dengan realita atau mereka yang mulai kehabisan akal untuk memejamkan mata.
Di tanah yang kau kira rumah, kau kerap mengeluhkan tentang jarak yang membentang, yang memisahkanmu dari keakraban dan melemparkanmu pada keterasingan. Lalu, kemana kita akan pulang?
11/11/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H