Kalau dibiarkan, hal ini bukan hanya berpotensi menggerus bahasa Indonesia itu sendiri. Tapi juga menunjukkan ketidakberaturan pikiran karena tidak mampu membedakan suatu kosakata itu milik bahasa apa.Â
Bisa kacau kalau hal ini sampai terbawa dalam ranah yang lebih formal, termasuk dunia kepenulisan. Nggak lucu banget kan, kalau ntar nulis skripsi atau essai akademik terus nyempil kata-kata "which is ,literally, even dan kata-kata keminggris lainnya" padahal tulisannya disuruh menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar?Â
Bahasa ngeblog berbeda dengan bahasa yang digunakan ketika menulis di media-media yang lebih formal, seperti media cetak. Walaupun artikel yang kita tulis adalah artikel bertema serius, seperti politik, ekonomi, sosial-budaya, kalau diposting di blog, kita tidak perlu menggunakan bahasa baku dan menggunakan berbagai istilah ilmiah yang njelimet-njelimet. Karena pembaca blog itu bisa jadi dari beragam latar belakang usia, pendidikan, pekerjaan, status sosial dan sebagainya. Kalau kita pakai bahasa baku dan istilah-istilah ilmiah yang sukar dipahami, orang mau baca malah jadi ngantuk.Â
Berbeda halnya kalau kita menulis untuk media-media yang lebih formal atau untuk tujuan akademik (writing for an academic purpose), misalnya, penggunaan EYD, PUEBI dan sebagainya, memang wajib diperhatikan dan dijalankan.Â
Lalu, boleh nggak sih kita ngeblog pakai bahasa gaul?
Hmm...
Sebenarnya bahasa gaul, bahasa ngeblog, bahasa sosmed, bahasa gado-gado atau apapun namanya, bisa jadi semacam identitas mereka sebagai anak muda. Ya, namanya anak muda, pasti ada kecenderungan untuk 'menandai identitas' mereka agar terlihat berbeda dengan generasi-generasi yang lebih senior. Semacam penegasan bahwa "ini identitas gue, dunia gue, gaya gue". Begitu kira-kira yang ada di benak mereka.Â
Tapi, kita juga harus ingat bahwa bahasa ngeblog itu masuk ranah bahasa tulis bukan bahasa lisan. Jadi, tetap ada aturan-aturan yang harus dipatuhi agar tidak tampak seperti "bahasa lisan yang dituliskan".
Minimal para blogger milenial dan generasi Z tahu penggunaan huruf kapital, tanda baca, kata depan dan awalan, huruf yang dicetak miring dalam sebuah tulisan. Lalu, jangan pakai bahasa chatting yang disingkat-singkat apalagi pakai huruf besar-kecil atau huruf kapital semua (capslock jebol). Itu mendzolimi pembaca karena bikin sakit mata.Â
Nggak masalah juga kalau mau menyelipkan bahasa gaul atau istilah-istilah yang sedang tren (trend words), barang satu dua kata. Namun jangan lupa untuk memberi keterangan atau penjelasan, entah mau dibuat dalam kurung atau diberi catatan di akhir artikel. Karena pembaca blog berasal dari berbagai latar belakang usia, nggak semuanya mengerti bahasa gaul atau istilah-istilah kekinian dikalangan anak muda sekarang. Jadi, jangan bikin pembaca bingung.Â