Budaya internet rupanya turut menciptakan kata-kata populer yang sedang in (trend words) dan banyak dipakai dalam percakapan sehari-hari. Salah satu kata yang sering disebut-sebut, apalagi kalau lagi debat online adalah open minded.Â
Saya cukup sering menemukan komentar-komentar warganet yang dengan mudahnya melabeli orang lain sebagai close minded, kolot, konservatif hanya karena orang tersebut mempertahankan prinsip atau argumennya. Intinya, "kalau pendapatmu nggak sama dengan pendapatku, berarti kamu close minded".Â
Tunggu-tunggu. Katanya open minded, tapi kok maksa orang harus setuju sama pendapatnya?
Memangnya orang yang open minded dan close minded itu seperti apa sih? Apakah orang yang open minded itu harus menerima dan membenarkan semua perspektif, nilai atau prinsip walaupun bertentangan dengan yang kita yakini selama ini?Â
Pengertian Open Minded
Open minded (adj.) : (1) being receptive to a wide variety of ideas, arguments and information to see all of the factors that contribute to problems or come up with effective solutions; (2) trying to be empathetic to other people, even when you disagree; (3) willing to consider other perspective or point of view
Dari pengertian di atas, ada 3 hal penting dalam memahami apa itu open minded, yaitu being receptive (menerima), be empathetic (empati) dan willing to consider other perspective (kemauan untuk mempertimbangkan, mempelajari atau memikirkan perspektif orang lain).Â
Orang yang open minded selalu mau dan mampu mendengarkan beragam ide, pendapat dan informasi yang disampaikan oleh orang lain. Mereka aktif mencari tahu agar dapat memahami permasalahan sebaik dan sejelas mungkin.Â
Sebenarnya apa sih masalahnya? Apa saja yang menyebabkan timbulnya permasalahan ini?Â
Orang yang open minded mampu berempati terhadap situasi dan kondisi yang sedang dihadapi oleh orang lain. Walaupun setelah ia mengetahui permasalahan dan faktor-faktor penyebabnya, ia merasa tidak sepakat, ia tetap mencoba memahami dan peduli.Â
Orang yang open minded justru tidak pernah menganggap bahwa pendapatnya yang paling benar sedangkan yang lain salah. Mereka terbuka dengan berbagai perspektif dan bersikap objektif. Ia menyadari bahwa pendapatnya bisa benar dan bisa juga salah.Â
Jika ia memang salah, ia tidak akan marah ketika ada yang mengoreksi atau mengkritiknya. Jika ia benar, ia tidak akan menjelek-jelekkan yang salah. Ketika ia benar, justru ia akan memberikan pemahaman dan membuka pikiran orang lain yang belum paham.Â
Open Minded Itu Tetap Punya Prinsip
Menjadi open minded memang mengharuskan kita untuk terbuka dengan beragam perspektif, prinsip atau nilai yang mungkin berbeda jauh dengan yang kita yakini. Tapi bukan berarti kita harus menerima atau menyetujui semuanya dan melanggar prinsip hidup kita. Yang harus kita lakukan adalah melihat dan menilai sesuatu dari beragam sudut pandang dengan sejernih-jernihnya pikiran dan hati.Â
Sayangnya, makna open minded ini sekarang mengalami peyorasi dan seringkali malah dijadikan pembenaran atas tindakan yang negatif. Open minded lebih sering disalahpahami sebagai pandangan atau tindakan yang berani melanggar aturan-aturan agama dan norma sosial yang berlaku di masyarakat.Â
Misalnya, ada sebagian perempuan feminis yang menilai bahwa jilbab adalah bentuk pengekangan terhadap kebebasan berekspresi. Kemudian, atas nama feminisme, kebebasan berekspresi dan open mindedness, kita latah mengamini pandangannya.Â
Padahal mengenakan jilbab bagi seorang muslimah adalah salah satu bentuk kewajiban dan ketaatan kita pada aturan Allah SWT. Apakah menjalankan perintah agama menjadikan kita bagian dari kaum close minded?
Contoh lainnya, masalah seks bebas. Menurut mereka yang ngakunya "open minded", melakukan hubungan seks dengan pacar (bukan suami atau istri) adalah salah satu bentuk rasa sayang dan cinta. Padahal yang namanya "pacar" juga belum tentu bakal jadi jodoh kita di kemudian hari.Â
Katakanlah kita berprinsip untuk tidak akan mau "disentuh" atau "menyentuh" lawan jenis sebelum sah. Lalu, mereka menganggap kita cupu. Haruskah kita melanggar prinsip tersebut agar tidak dikatakan cupu?Â
Open minded itu tidak hanya sekadar menerima perbedaan pandangan orang lain. Namun harus disertai juga dengan batasan-batasan yang jelas. Intinya adalah kita tetap punya filter, mana yang bisa kita pakai dan mana yang tidak. Inilah alasan mengapa kita hidup harus punya prinsip, terutama yang berkaitan dengan agama dan norma sosial.
Saya memang tertarik mengetahui nilai-nilai atau kebiasaan-kebiasaan yang dijalankan oleh umat agama lain. Namun, dalam hal akidah, saya harus menetapkan batasan yang jelas karena ada ajaran-ajaran dalam akidah agama lain yang menurut agama saya itu tidak tepat.Â
Jadi, open minded pun harus diimbangi dengan sikap kritis. Kalau tidak, kita bisa tersesat dan hanya sekadar ikut-ikutan. Orang lain bilang A, kita ikut bilang A. Orang lain memilih B, kita ikut memilih B.Â
Makna open minded itu luas dan tidak melarang adanya agree to disagree. Kalau memang tidak setuju dengan pendapat orang lain, kita tidak perlu mencela. Tidak perlu juga sampai gontok-gontokan. Karena open minded itu sejatinya bisa menerima perbedaan dan hidup damai, berdampingan dengan perbedaan itu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H