Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Dear Me, Hijrahlah dari Rasa Malas!"

20 Agustus 2020   22:52 Diperbarui: 20 Agustus 2020   22:55 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
-Q.S. An-Nisa (4): 100-

Tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriah selalu diperingati sebagai Tahun Baru Islam. Membicarakan tanggal 1 Muharram yang dimaknai sebagai awal pergantian tahun Hijriah, tentu tidak lepas dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad Saw dari Mekah ke Madinah. 

Para ulama mengelompokkan hijrah ke dalam dua jenis, yaitu hijrah secara fisik dan hijrah secara nonfisik. Hijrah secara fisik dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu hijrah Islam, hijrah dari wilayah kafir dan hijrah dari wilayah maksiat. 

Sedangkan hijrah nonfisik adalah hijrah kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Hijrah kepada Allah dapat dimaknai sebagai penghambaan total kepada Allah sehingga meyakini bahwa Allah adalah sebaik-baik tempat bergantung. Adapun hijrah kepada Rasulullah adalah dengan menjadikan perilaku, ucapan dan perbuatan beliau sebagai panutan dan tuntunan dalam menjalani kehidupan. 

Hijrah pun kini menjadi fenomena tersendiri yang cukup nge-trend dikalangan anak muda. Hal ini ditandai dengan banyaknya akun-akun hijrah yang bertebaran di sosial media dan mereka juga aktif mengadakan agenda-agenda kajian baik secara online maupun offline. 

Namun yang sedikit disayangkan dari fenomena ini adalah hijrah masih dimaknai sebatas mengubah tampilan fisik, seperti yang sebelumnya suka pakai celana jeans jadi lebih suka pakai gamis, yang sebelumnya suka pakai jilbab modis berubah jadi pakai jilbab lebar dan panjang, mengubah penyebutan 'aku, saya, gue' menjadi 'ana' dan 'kamu, loe' menjadi 'antum' serta obsesi-obsesi lainnya akan sesuatu yang kearab-araban agar terlihat lebih Islami. 

Saya bukannya tidak suka atau menganggap itu sebagai hal buruk. Namun saya menyayangkan jika makna hijrah direduksi menjadi sebatas hal-hal yang bersifat fisik. Hijrah harusnya dimaknai sebagai momentum perubahan, baik dari segi pola pikir, kebiasaan, sikap, ucapan dan lain-lain dalam rangka menjadi pribadi yang lebih baik. Pribadi yang lebih mampu mengendalikan hawa nafsunya. 

Menjaga hati untuk tidak mudah berprasangka buruk, menjaga lisan untuk tidak banyak bergunjing (ghibah), membiasakan diri untuk lebih rajin membaca dan menulis sesuatu yang bermanfaat, membangun kebiasaan sholat tahajud di sepertiga malam walaupun gravitasi kasur terlalu kuat untuk dilawan, itu juga termasuk hijrah. Tidak perlu melakukan sesuatu yang muluk-muluk. Cukup dimulai dari hal yang paling sederhana, yang ingin diubah dan dari diri sendiri terlebih dulu.

Setiap orang punya perspektif masing-masing mengenai hijrah. Namun intinya tetap sama, yaitu meninggalkan sesuatu yang buruk kepada sesuatu yang lebih baik. Bagi saya, ada satu hal yang benar-benar ingin saya tinggalkan dan ini terbilang sulit dikalahkan. Ya, rasa malas dan kebiasaan menunda-menunda atau PROCRASTINATION  (sengaja saya tulis dengan huruf kapital semua). 

Sebenarnya semua orang juga bisa dan pernah dihinggapi rasa malas atau perasaan tidak ingin melakukan apapun selain bersantai dan rebahan. Bahkan bisa menyerang orang yang sangat rajin sekali pun. Bisa dibilang ini seperti penyakit kambuhan. Namun, bagi pengidap penyakit malas stadium lanjutan seperti saya, proses penyembuhan dari penyakit ini memang agak susah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun