Penyakit mental tidak sama dengan penyakit fisik yang lebih mudah terlihat dan dikenali. Kesehatan mental berhubungan dengan pikiran dan perasaan seseorang sehingga tidak jarang mereka justru terlihat baik-baik saja dari luar. Namun kita tidak pernah tahu seperti apa kondisi hati dan pikirannya.
Sayangnya, sebagian besar masyarakat masih suka menganggap bahwa orang yang kesehatan mentalnya terganggu pasti "gila" sehingga mereka sering bersikap diskriminatif dan membully orang-orang yang punya masalah pada kesehatan mentalnya.
Padahal gangguan kesehatan mental tidak hanya gila. Stress, frustrasi, depresi itu juga termasuk masalah kesehatan mental.Â
Jangan Suka Memandang Rendah Diri Sendiri
Kadang, entah sadar atau tidak, kita suka memandang rendah diri sendiri dan selalu merasa bahwa orang lain lebih baik. Namun ini juga bukan berarti kita harus merendahkan orang lain.
Bukankah setiap orang punya kelebihan dan kekurangan? Kemampuan yang dimiliki setiap orang juga beda-beda. Apa yang saya mampu lakukan, belum tentu Anda mampu melakukannya. Dan apa yang Anda mampu lakukan, belum tentu saya mampu melakukannya.
Begitu pula ketika menentukan ukuran sulit atau mudah dalam melakukan suatu hal. Apa yang saya anggap sulit, bisa jadi  mudah bagi orang lain. Sedangkan apa yang orang lain anggap sulit, bisa jadi mudah bagi saya.
Jadi, tidak ada alasan untuk mengatakan, "saya bodoh", saya tidak berbakat", "saya tidak berguna", "saya tidak bisa melakukan apa-apa" dan sederet kalimat negatif lainnya yang bernada merendahkan diri sendiri.
Kalau Anda merasa bahwa Anda tidak berbakat, tidak bisa apa-apa, mungkin Anda hanya belum menemukan bakat atau potensi yang terpendam.Â
"We Are Perfect Imperfection"
Kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri kita itulah yang sejatinya membentuk kita menjadi manusia. Kita bukan malaikat tanpa cela. Tapi, kita juga bukan makhluk laknat seperti iblis. Kita adalah manusia yang "sempurna dalam ketidaksempurnaan".
Kelebihan yang kita miliki seharusnya bisa membuat kita lebih bersyukur dan memanfaatkannya untuk kebaikan bersama. Sementara kekurangan yang kita miliki tidak seharusnya membuat kita minder.
Bagi saya, kekurangan adalah "pengingat" bahwa saya tidak sempurna, saya bukan satu-satunya orang hebat di muka bumi sehingga mencegah saya untuk berlaku sombong dan merendahkan orang lain. Dan kekurangan saya, tidak selamanya menjadi kekurangan. Ada kalanya kekurangan saya itu menjadi kelebihan dan kekuatan pada situasi dan kondisi tertentu.Â
Misalnya, salah satu kekurangan saya adalah mudah tersinggung. Jadi, orang bersikap "keras" sedikit pada saya saja, saya bisa merasa tersakiti. Menyebalkan sekali bukan?
Tapi, di sisi lain, sifat saya yang mudah tersinggung itu menjadikan saya lebih peka pada kondisi orang lain sehingga saya lebih hati-hati dalam bersikap atau berkata-kata agar orang lain tidak sakit hati. Bahkan ketika saya merasa tidak setuju atau tidak suka dengan apa yang orang lain lakukan, saya akan mencari cara bagaimana menyampaikan "ketidaksetujuan" atau "ketidaksukaan" saya dengan cara paling halus tapi tetap mengena.Â
Alih-alih membenci dan malu atas kekurangan saya, saya memilih untuk menerimanya dan lebih fokus pada kelebihan yang saya miliki. Saya mencoba untuk mencintai, menghargai dan menerima diri saya, baik kelebihan maupun kekurangan yang ada.
Lagipula siapa lagi yang mampu menerima diri saya yang seperti ini dengan "penerimaan yang utuh" Â kalau bukan saya sendiri? Karena saya tidak punya kuasa untuk memaksa semua orang agar menerima diri saya apa adanya.
Dengan saya menerima diri apa adanya, saya mampu berpikir positif sehingga mampu menciptakan kebahagiaan menurut versi saya sendiri. Dan itulah salah satu cara yang saya lakukan untuk menjaga kesehatan mental saya.Â
"All of you are beautiful and precious. If people tell you otherwise, they're just jealous"
Sekian tulisan receh dari saya. Selamat pagi dan selamat beraktivitas.Â
Salam hormat.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI