Di sebuah desa kecil yang damai, hiduplah seorang pemuda bernama Azzam. Ia dikenal sebagai pemuda yang periang dan ramah, tetapi ada satu hal yang sering membuat tetangganya mengeluh: Azzam tidak peduli dengan kebersihan. Rumahnya berantakan, halaman penuh sampah, dan pakaiannya kusut. Bahkan, sering kali bau tak sedap tercium dari rumahnya. Tetangganya, Pak Harun, seorang guru agama yang bijaksana, beberapa kali menasihatinya.
"Azzam," kata Pak Harun suatu pagi saat bertemu di jalan. "Ingatlah hadis Rasulullah: 'Kebersihan adalah sebagian dari iman.' Allah mencintai hamba-Nya yang menjaga kebersihan, baik jasmani maupun rohani."
Azzam tersenyum kecil. "Iya, Pak Harun. Tapi kebersihan itu repot sekali. Saya tidak punya waktu," jawabnya enteng. Dalam hati, Azzam merasa tergelitik. Kata-kata itu terus terngiang, tetapi ia tidak segera bertindak.
Hari Jumat pun tiba. Azzam datang ke masjid seperti biasa. Kali ini, Pak Harun menjadi khatib dan menyampaikan khutbah yang membahas pentingnya kebersihan. Ia mengutip hadis Rasulullah: "Kebersihan adalah sebagian dari iman." Dalam khutbahnya, Pak Harun menjelaskan bahwa kebersihan bukan hanya soal fisik, tetapi juga menjaga hati dari sifat buruk, lingkungan dari kerusakan, dan menghormati nikmat yang telah Allah berikan.
Setelah mendengar khutbah itu, hati Azzam tersentuh. Sepanjang perjalanan pulang, ia melihat jalanan desa yang penuh sampah dan menyadari betapa kumuhnya lingkungannya. Ia merenung, "Jika kebersihan adalah sebagian dari iman, apakah aku ini orang yang beriman?" gumamnya. Pikiran itu terus mengganggunya hingga malam tiba.
Keesokan harinya, Azzam memutuskan untuk berubah. Ia mulai dari hal kecil: merapikan kamarnya yang penuh debu dan barang berserakan. Ia menyapu lantai, mencuci pakaian, dan menyusun barang-barangnya dengan rapi. Ketika selesai, ia duduk di kasur sambil memandangi ruangan yang kini bersih. "Rasanya nyaman sekali," gumamnya sambil tersenyum.
Tidak hanya itu, Azzam juga membersihkan halaman rumahnya. Ia memungut sampah, membakar daun kering, dan menanam bunga di sudut halaman. Para tetangga yang melihat perubahan itu terkejut. "Wah, Azzam, rumahmu sekarang kelihatan indah sekali!" ujar salah seorang tetangga. Azzam tersenyum malu-malu, tapi ia merasa bangga.
Perubahan itu tidak berhenti di rumah. Azzam mulai peduli pada kebersihan lingkungan desa. Ia mengajak anak-anak desa untuk membersihkan jalan bersama. Dengan imbalan hadiah kecil, mereka berlomba-lomba mengumpulkan sampah. Dalam waktu singkat, desa yang dulunya kotor menjadi bersih dan asri.
Kebersihan tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga pada diri Azzam. Ia merasa lebih sehat, lebih percaya diri, dan lebih bersemangat menjalani hari. Setelah shalat berjamaah suatu sore, Pak Harun menghampiri Azzam. "Azzam," katanya dengan senyum bangga, "kamu telah menunjukkan bahwa kebersihan bukan hanya soal fisik, tetapi juga cerminan iman yang kuat."
"Terima kasih, Pak Harun. Saya menyadari, menjaga kebersihan membuat hidup lebih baik. Rasanya, hati ini lebih tenang dan damai," jawab Azzam.
Sejak itu, Azzam menjadi teladan di desanya. Ia mengajarkan kepada anak-anak bahwa kebersihan adalah bentuk syukur kepada Allah. Desa kecil mereka tidak hanya bersih, tetapi juga penuh kebahagiaan.