Alkisah seribu tahun di masa depan, hiduplah seorang putri bernama Elz. Sang putri adalah sosok yang berjiwa tangguh, percaya diri, dan suka berpetualang. Kerajaannya, Aetheris, adalah sebuah kerajaan modern yang dihuni orang-orang berkulit ungu dan rambut biru yang gemerlap bagai bintang. Semenjak kecil, Elz telah melihat beragam kecanggihan teknologi yang dimiliki kerajaannya, rumah apung, pesawat teleportasi, hingga laser pengubah gelombang. Hanya ada satu hal yang tidak pernah dimengerti Elz seumur hidupnya, sebuah lapisan cahaya terang yang tidak dapat ditembus siapapun yang melingkupi seluruh kerajaannya. Aetheris bagaikan sebuah kerajaan yang terjebak dalam cangkang tersebut. Elz dengan sifatnya yang pemberani nan keras kepala sudah mencoba menembusnya berkali-kali namun hasilnya nihil.Â
Seorang pustakawan di istananya memberi tahu bahwa di luar sana ada kehidupan orang asing yang warna kulitnya seperti tanah dan pasir. Mereka merupakan bangsa perusak yang menghancurkan planet mereka sendiri dan merupakan leluhur bangsa Aetheris. Pustakawan tersebut turut memberikan tips pada Elz jika ingin menembus cahaya tersebut, ia berkata "hanya kemurnian yang dapat mengalahkan sesuatu yang jahat". Elz awalnya tidak mengerti apa yang diucapkan oleh pustakawan tersebut, namun ia sadar bahwa ia harus mengubah maksud dan tujuannya menembus lapisan cahaya. Setelah bertapa selama beberapa hari, ia bertekad untuk membantu para makhluk asing itu, tak peduli seberapa jahat mereka. Elz akan menemukan sumber masalah dan mengatasinya.Â
Sesaat setelah bertekad, ia akhirnya mampu menembus gelombang cahaya, melintasi dimensi ruang dan berteleportasi ke sebuah planet asing yang tak pernah terbayang dalam benaknya. "Planet ini jauh berbeda dengan Mars", tanah yang tandus, cuaca yang teramat panas, dan sebuah tiang asing bercabang dimana-mana. "Mengapa sepi sekali? Apa tidak ada makhluk yang mendiami planet ini? Iya sih, aku juga tidak mau kalau jadi makhluk yang tinggal disini", gumam Elz. Tiba-tiba terdengar suara kaleng terjatuh, Elz terkejut dan menengok ke belakang, ia sadar bahwa ada sosok yang mengikutnya sedari tadi. "Siapa disana?!", namun tidak ada jawaban, sesaat kemudian munculah sesosok anak laki-laki dengan penampilan fisik yang disebutkan oleh pustakawan. "K-kau penyihir! Jangan ganggu desa kami!", ujar anak kecil tersebut.Â
Elz tersenyum dan tertawa kecil, ia pensaran apa yang membuat anak kecil tersebut berkata demikian. "Kamu memiliki kulit ungu yang halus dan terawat, seharusnya kulitmu gelap dan kasar seperti kami! Selain itu, dimana oxysyntheter-mu? bagaimana kamu bisa bernafas?!", tanya anak tersebut. "Oxy apa? Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, bernafas ya tinggal bernafas saja kan? Kenapa harus menggunakan alat itu?", Elz menyadari memang ada suatu benda aneh yang terpasang di hidung anak laki-laki itu, mungkin benda itu yang dimaksud olehnya. "Aduh, susah sekali berbicara dengan para penyihir. Omong-omong, namaku bill dan aku adalah seorang snirr, kamu harus menghadap ayahku! Ia tidak suka ada orang yang diam-diam masuk ke desanya". Rupanya anak kecil tersebut tidak tinggal sendiri, ia lalu membawa Elz ke desanya. Elz kemudian bertemu banyak snirr lain dan ayah anak kecil tersebut. "Salam kenal penyihir, namaku Wurlock. Apa tujuanmu datang ke desa kami?", tanya snirr berjanggut putih itu. Sebagai seorang putri, Elz pun secara diplomatis menjelaskan tujuannya datang, "saya hendak membantu para snirr". Sesaat setelah Elz menjawab, seorang snirr yang tengah menonton tiba-tiba pingsan. Snirr tersebut langsung dipapah, "kita harus membawanya ke Sylvans, segera!", perintahah Wurlock. Mereka pun bergegas membawa snirr itu ke depan sebuah pohon tua yang dapat berbicara.Â
"Sylvans! tolong, ia sangat membutuhkan oksigen", Wurlock memohon. Lalu, pohon tersebut memancarkan cahaya dan seluruh snirr seketika terlihat segar. "Rasanya seperti terlahir kembali!". Elz terkejut dengan hal tersebut, apa yang membuat orang-orang langsung merasa lebih segar? Kemudian mereka melepas benda yang ada di hidung mereka dan terlihat menikmati udara sekitar. Barulah Elz paham bahwa sebenarnya para snirr harus menghirup jenis udara tertentu, yang selama ini tidak mereka dapatkan secara langsung melainkan melalui bantuan alat.Â
Tiba-tiba, pohon yang bernama Sylvans itu membuka mulutnya, "ah sepertinya cucu buyutku datang menghampiri kalian". Elz dan para snirr terkejut mendengar ucapan Sylvans, kecuali Wurlock. Ia termenung, seolah menyimpan penyesalan mendalam yang bercampur rasa khawatir.Â
Beberapa hari kemudian, setelah berjalan-jalan dan berkenalan dngan para penduduk desa, Elz duduk meneduh di bawah pohon Sylvans. Ia merasa sedih melihat kondisi para snirr yang amat berbeda dengan rakyat kerajaannya yang makmur. Tiba-tiba ia bergumam, "kasihan sekali para snirr, apa yang membuat mereka jadi seperti ini? Lalu... entah kenapa aku merasa tidak nyaman dengan ekspresi Wurlock, apa dia menyembunyikan sesuatu?". "Oh ya, dia tau banyak hal, cucuku", jawab Sylvans sembari tersenyum hangat.