Mohon tunggu...
lastri tri
lastri tri Mohon Tunggu... -

Aku adalah orang yang ada apanya dan Saya adalah orang yang apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Alun-Alun dan Kota Mara: Merajut Ruang Publik Harapan

30 September 2015   17:22 Diperbarui: 30 September 2015   20:08 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat mengangkat tema mengenai ruang publik, saya menjadi terkenang dengan perjalanan saya di Alun-Alun Kota Malang dan Alun-Alun Kota Batu. Alun-Alun Kota Malang yang lebih dekat dengan tempat indekos saya menjadi destinasi favorit ketika lelah ataupun bosan dengan rutinitas kampus. Saya tidak memiliki kendaraan pribadi sehingga kemana-mana saya selalu mengandalkan angkutan umum, terkecuali ada teman yang mau mengajak dan memberi tumpangan. Tarif RP 2.500,- dengan menaiki angkot LDG atau AL bisa digunakan untuk sampai di Alun-Alun Kota Malang dari wilayah Ketawanggede. Alun-Alun Kota Malang memberikan pemandangan yang menyegarkan bagi saya, di sana terdapat banyak pohon besar sebagai tempat berlindung dan rerumputan yang menjadi alasnya. Bagi saya, Alun-Alun Kota Malang adalah tempat yang sangat menarik untuk rekreasi dan dapat memberi penaungan disaat terik matahari.

Di Alun-Alun Kota Malang saya dapat mengamati banyak hal. Ada masyarakat sekitar bahkan bule yang terkadang tidur siang di rerumputan; ada pula yang berinteraksi dengan bercakap-cakap atau nongkrong; ada pula yang menjajakan dagangannya: mainan anak, makanan, maupun keperluan sandang; dan ada pula yang memberi makan merpati. Tempat yang sangat ramai dan dengan sangat dapat saya nikmati walaupun saat itu sedang duduk-duduk sendiri, tempat melarikan diri bagi saya. Saya menghirup udara, puas akan pepohonan, rerumputan dan berbagai kesibukan pengunjung di sana. Namun seperti halnya tempat-tempat lain di kebanyakan wilayah Indonesia, pengamen, pengemis dan sampah tetap menjadi bagian yang perlu mendapat perhatian.

Tempat berikutnya yang menjadi favorit saya adalah Alun-Alun Kota Batu. Saya tidak pernah ke sana sendiri sebab untuk ke Alun-Alun Kota Batu dibutuhkan dua kali menaiki angkot. Bisa dibayangkan berapa kali untuk pulang pergi yang tarifnya tidak mendapat dukungan dari kantung saya sebagai anak indekos. Yang menarik dari alun-alun tersebut adalah kebersihanya dan kekhasannya yakni lampion dan bianglala (ferris wheel). Setiap ke Alun-Alun Kota Batu saya selalu menyempatkan diri untuk naik bianglala dan melihat pemandangan Kota Batu dari atas. Sekali putaran, bianglala ini dibanderol dengan tarif Rp 3.000,-. Saya pernah menaikinya untuk dua kali putaran sehingga pada loket pembayaran tarifnya menjadi Rp 6.000,- Pengawasan di Alun-Alun Kota Batu cukup ketat, hal tersebut sangat baik sebab penjaga dapat memperhatikan dan menegur pengunjung yang membuang sampah sembarangan, perokok yang tidak merokok di tempat smoking area maupun pengunjung yang secara sengaja atau tidak sengaja merusak fasilitas di dalam alun-alun. Dari kedua alun-alun tersebut saya menarik kesimpulan bahwa Alun-Alun Kota Malang adalah tempat yang baik untuk siang hari karena pepohonannya dan Alun-Alun Kota Batu adalah alun-alun yang baik untuk malam hari karena lampionnya. Saya sadari bahwa setiap tempat harus memiliki keunikan untuk menarik pengunjung dan menurut saya kedua tempat tersebut berhasil sebab dapat menarik banyak pengunjung untuk me-refreshing-kan diri ke sana.

Ketika pulang kampung, saya belum menemukan tempat nongkrong yang cukup ramai dengan udara segar pepohonan di siang hari maupun bermandikan cahaya terang benderang di malam hari. Jika dibandingkan dengan dua kota sebelumnya, Kota Baubau merupakan tempat yang bersuhu panas dengan pepohonan di daerah kota yang terbatas. Kota Baubau yang terdapat di Pulau Buton membutuhkan sarana transportasi laut dan udara yang lebih mendukung untuk memindahkan komoditas dari luar daerah. Di Kota Baubau belum ditemukan perniagaan tanaman dalam jumlah besar, berbeda dengan wilayah di daerah perkotaan lainnya di Pulau Jawa khususnya daerah yang bersuhu dingin.

Apalagi dengan melihat suplai energi listrik besar-besaran dari PLTU Paiton sehingga dapat memberikan penerangan luar biasa untuk kebutuhan masyarakatnya khususnya penerangan pada wilayah publik. Di beberapa daerah di Pulau Buton, masih ada daerah yang hanya mengalami penerangan sehari 4 jam dan ada pula yang hanya menikmati listrik di malam hari. saya rasa pemerintah perlu memberi perhatian pada pengadaan listrik besar di wilayah Timur. Mengapa saya mengangkat sedikit topik listrik? Karena sampai saat ini saya belum bisa membayangkan penggunaan listrik untuk penerangan ruang publik khususnya taman seperti lampion atau lampu yang terdapat di kota-kota besar di Pulau Jawa (penerangan untuk hiburan).  Namun saya yakin, dengan beberapa perbaikan dan komitmen untuk menjadikan Kota Baubau sebagai lokasi tujuan wisata maka pembenahan-pembenahan yang ada dapat membuat kota ini dapat bersaing dengan kota-kota besar lainnya di Pulau Jawa.

  Kota Mara adalah salah satu tempat bagi masyarakat sekitar untuk berkumpul bersama-sama dan meningkatkan interaksi sosialnya. Kota Mara merupakan perluasan daerah pesisir dengan penimbunan wilayah laut yang sebelah Utaranya berhadapan langsung dengan Selat Buton. Kota Mara yang memiliki luas ± 2,02 ha diharapkan mampu memberikan kepuasan akan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan tersebut diantaranya adalah ketersediaan udara bersih di perkotaan, fasilitas olahraga dan bermain, tempat nongkrong dari yang muda hingga dewasa maupun hanya sekedar untuk menikmati pemandangan tepi laut. Dengan mencanangkan Kota Mara sebagai salah satu tujuan wisata, ruang publik yang satu ini dilengkapi dengan jalur pedestrian baik yang biasa maupun yang dipenuhi dengan batu koral untuk pijat refleksi kaki, taman yang ditanami beberapa pepohonan seperti diantaranya pinus dan kelapa yang berjejer di sepanjang Kota Mara, masjid Islamic Center, tempat pameran/seni maupun lapak PKL.

Keunikan dari tempat ini adalah selain dapat menikmati udara laut dan pemandangan sunset, pengunjung juga dapat menikmati cemilan yang dijajakan oleh PKL disekitar sebagai teman nongkrong, tidak lupa di Kota Mara juga memiliki beberapa kolam buatan yang mana suplai airnya dikendalikan oleh pasang surut air laut. Kolam ini menjadi salah satu favorit saya sebab melihat satwa laut dari yang besar hingga yang kecil dari kolam seperti memiliki aquarium pribadi. Sayangnya kolam tersebut hanya dapat dinikmati pada pagi hari karena menjelang siang suhu menjadi lebih panas dan bagi yang belum terbiasa akan mendapatkan gejala dentuman di kepala (pusing kepala).

Belum banyak lokasi terbuka hijau di areal Kota Mara, itulah sebabnya pada siang hari tidak ditemukan pengunjung yang kebetulan duduk atau menikmati segarnya udara siang. Pepohonan besar masih terbatas, tetapi sudah dilakukan penanaman pohon lindung hanya saja butuh waktu lama hingga pepohonan tersebut dapat menaungi masyarakat yang berekreasi ke sana. Pada malam hari Kota Mara memberikan nilai pikat pada pengunjung dari yang sekedar ingin duduk-duduk sendiri menikmati malam, bersenda gurau dengan teman, hingga memancing, hanya saja penerangan di wilayah ini belum memadai.

Selain masalah penerangan, kendala lain yang dimiliki Kota Mara sebagai destinasi wisata adalah kebersihan yakni dalam bentuk sampah yang berserakan dan rumput liar yang tinggi. Keamanan juga menjadi tantangan berikutnya dimana Kota Mara belum menjadi tempat yang aman untuk dikunjungi pada malam hari diantaranya hadirnya pengamen dan pengemis atau orang yang sengaja mabuk-mabukan. Beberapa fasilitas yang tersedia juga belum dirawat dengan baik, belum adanya pembaruan pada fasilitas rusak seperti tempat sampah yang mulai reyot maupun  corat-coret pada dinding pembatas.

 

Dibalik semua kendala dan kelemahan itu, saya memberi apresiasi atas usaha pemerintah yang telah memberikan ruang publik pada masyarakat di Kota Baubau. Kota Mara sebagai salah satu ruang publik kedepannya diharapkan dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta semakin menarik minat masyarakatnya untuk dapat menggunakan sarana dan prasarana yang ditawarkan di Kota Mara. Saya memimpikan anak-anak sekolah yang duduk di atas rerumputan, di payungi pepohonan, belajar bersama-sama dan berdiskusi, dan ketika itu teriknya matahari tidak mengganggu mereka yang sedang menikmati ilmu. Saya rasa untuk mewujudkan itu pula perlu diadakan listrik dan jaringan internet cepat yang gratis.

Belajar itu tidak harus monoton, tidak harus dilakukan dalam ruangan dengan dibatasi tembok dan beratapkan plafon, namun juga tempat yang menarik minat peserta didik untuk belajar. Saya jadi ingat beberapa diskusi dan perkuliahan yang saya dapatkan dengan duduk-duduk bersama beralaskan rumput, sangat menarik dan menggugah minat. Saya berharap, di kemudian hari ruang publik Indonesia menjadi lebih baik dan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakatnya.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun