Mohon tunggu...
LumbaLumba
LumbaLumba Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Mencoba berbagi kisah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Gadis Tercantik di London (Perang Eropa)-25

14 April 2014   13:48 Diperbarui: 4 Oktober 2015   18:23 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        Ketika Lancelot tiba di London, keadaan begitu mencengangkan.

        Meskipun telah membaca berita tentang pemboman Jerman di kota itu, melihat dengan mata kepala sendiri adalah hal yang berbeda. Gunung reruntuhan ada dimana - mana. Pemboman Jerman pada perang dunia lalu tak ada artinya dibanding sekarang. London menjadi lebih lengang. Ditinggal sebagian penduduknya yang mengungsi.

        Mula - mula Lancelot pergi ke kantor Stella di Daily Herald. Namun gadis itu tak berhasil dijumpai. Lancelot pun pergi ke flat kediaman Stella. Ternyata pintunya terkunci rapat. Tak ada yang membukakan untuknya.

        Akhirnya Lancelot mendatangi lapangan terbang skuadron 614.

        Dirinya ingin bergabung kembali dengan skuadron, kalau diizinkan tentunya. Namun yang dijumpai tinggal puing - puing. Menurut keterangan orang sekitar, lapangan terbang itu musnah dalam pemboman besar dua hari lalu.

        Lancelot menjadi pucat. Stella menghilang. Jake, Letkol Stewart, serta teman - teman pun sudah tak ada. Kemana semua orang? Sepertinya Lancelot terlambat datang.

        "Lalu dimana para pilot? Mereka tewas dalam pemboman itu?" Tanyanya pada seorang warga.

        "Tidak, tidak." Pria tua yang ditanyai menggeleng. "Saat pemboman berlangsung mereka sedang terbang. Namun kudengar skuadron mereka dihabisi musuh. Para pilot yang tersisa kini dirawat di rumah sakit AU."

        Lancelot bergegas menuju tempat yang dimaksud.

        Meski agak lama, berhasil juga dirinya sampai. Lancelot segera masuk ke salah satu bangsal. Didalamnya tampak Letkol Stewart, Jake, serta dua pilot lain sedang terbaring berjejer.

        "Lance, akhirnya kau datang juga ...," suara Jake terdengar lemah. Ia memaksakan diri untuk duduk sembari menahan sakit. Lancelot bergegas membantunya. Rekan - rekan yang lain ikut menyapa Lancelot.

        "Jangan senang dulu, Green. Aku sudah menyiapkan sanksi khusus buatmu ...," Letkol Stewart ikut - ikutan menegakkan tubuh, "kau akan ku ... aduh pinggangku!" Stewart menjerit kesakitan. Seorang perawat seketika tergopoh - gopoh datang.

        "Tenanglah dulu Kambing ... eh pak Stewart," Lancelot kelepasan bicara,"anda kan sedang terluka."

        Selanjutnya terjadi perbincangan diantara mereka.

        Kini Lancelot mendengar penuturan langsung para pilot 614. Saat mencegat armada Jerman dua hari lalu, mereka berpapasan dengan sekelompok Messerschmitt. Rombongan musuh itu langsung menembaki mereka dengan gencar. Selanjutnya terjadilah dogfight seru.

        Stewart memperingatkan Lancelot bahwa kualitas pilot - pilot Jerman kini meningkat. Apalagi dengan pesawat yang lebih modern dari Hurricane. Tak heran, skuadron 614 akhirnya keteteran dalam dogfight tersebut.

        Stewart dan anak buahnya segera mengundurkan diri. Namun begitu 614 lolos, dari balik awan menukiklah sebuah pesawat berpenampilan asing. Pesawat itu milik Jerman, kentara dari tanda yang ada di sayapnya, namun wujudnya berbeda dari umumnya.

        "Pilot pesawat itu sangat tangguh," Jake menceritakan,"gaya dogfight-nya tidak lazim. Bisa dibilang nekat sekali. Menubrukkan diri sambil menembaki pesawat kami. Mungkin sekali itu memang kebiasaannya."

        "Begitulah, Green." Teman - teman yang lain menyahut. "Dalam waktu singkat lima pesawat kami berhasil ditembak jatuh olehnya."

        Jake mencengkeram bahu Lancelot. "Orang itu punya ciri khas. Di ekor pesawatnya tertulis kata 'Liebe'. Kalau berjumpa dengannya, segeralah kabur."

        Liebe. Itu bahasa Jerman? Sepertinya begitu.

        "Sekarang hanya kau yang tersisa." Letkol Stewart berkata pada Lancelot. "Musuh ternyata masih sangat kuat. Kurasa sebenarnya Jerman telah kehilangan banyak pesawat. Tapi tetap saja mereka nekat menyerang kita."

        Lancelot terdiam mendengar penuturan Stewart.

        "Sebenarnya tindakanmu kabur dari asrama adalah pelanggaran berat, " Stewart melanjutkan, "para atasan sudah bersiap melemparmu ke penjara. Untung aku berhasil mencegah mereka. Itu kulakukan karena ingin mengembalikanmu ke skuadron. Dengar, keadaan London sudah sangat kritis. Jadi siapapun yang bisa terbang, terbanglah, termasuk pilot bengal sepertimu. Semua harus maju menghadang Jerman."

        Lancelot tak berniat menolak. Semangatnya justru bergelora. Sorot matanya penuh antusias. Ia lalu bertanya bagaimana cara memperoleh pesawatnya kembali. Stewart pun meminta kertas. Segera dituliskannya surat pengantar darurat untuk Lancelot.

        "Serahkan ini pada kolonel Douglas Porter di Maintenance Command. Ia kenalan baikku. Kuharap kau cepat mendapatkan pesawatmu," Stewart mengangguk, "semoga beruntung, nak."

        Lancelot pun berpamitan.

***

        Keesokan harinya, tanggal 15 September 1940.

        Hitler secara mengejutkan kembali mengubah strateginya.

        Luftwaffe yang biasa menyerang malam hari, kini kembali beraksi siang hari. Serangan siang ini dibuat lebih besar - besaran. Tampak bahwa Jerman ingin memberi pukulan terakhir yang mematikan bagi RAF.

        Keputusan tersebut sedikit banyak dipengaruhi laporan Arabel.

        Menurutnya, keadaan RAF sudah mencapai titik terlemah. Hampir semua lapangan terbang tak bisa digunakan, hancur oleh pemboman. Jumlah pesawat Inggris berkurang drastis sekali. Dipastikan bahwa London dan sekitarnya kini nyaris tak terlindungi. Pertahanan udara mereka telah sekarat. Tidak perlu mengkhawatirkan meriam penangkis serangan udara. Jumlahnya tidak banyak lagi.

        Maka pagi itu meluncurlah ribuan pesawat Jerman menuju London.

        Hitler berniat menghantam London dan sekitarnya buat terakhir kali. Armada udaranya mengangkasa di atas selat Channel, siap mengubur pasukan Inggris.

        Namun sesungguhnya keadaan Luftwaffe sendiri tidaklah bagus.

        Hingga detik ini, berdasarkan perhitungan statistik, mereka telah kehilangan banyak pesawat. Lebih banyak dibanding pihak Inggris. Suatu hasil yang menciutkan nyali. Untung jumlah pilot dan pesawat Luftwaffe lebih banyak dari RAF. Hal itu mencegah angkatan udara mereka kolaps.

        Mengetahui situasi tersebut, tidak salah bila Hitler mempertaruhkan hari ini sebagai penentuan.

        Bila RAF sudah hancur secara total, bisa diyakini Inggris segera jatuh ke tangan Nazi. Namun bila tidak, Luftwaffe harus pulang ke Jerman untuk mengumpulkan kekuatan kembali. Dan itu berarti Inggris mendapat angin segar untuk memperkuat RAF.

        Apalagi Amerika, meskipun belum ikut berperang, selalu memberi bantuan peralatan militer pada Inggris. Kapasitas produksi industri Amerika sangatlah besar. Mereka sanggup menghasilkan banyak kapal, tank, dan juga pesawat dalam waktu singkat. Dengan bantuan Amerika, mungkin sekali RAF akan lebih kuat dari sebelumnya.

        Sekilas mudah saja solusinya. Hancurkan saja industri perang Amerika. Namun kenyataannya tak semudah itu. Pesawat pembom jarak jauh Jerman tak bisa menjangkaunya. Amerika terlalu jauh dari Jerman.

        Semua kemungkinan buruk itu tidak boleh terjadi. Hitler bertekad menundukkan Inggris di hari penentuan ini.

Bersambung

(Kisah ini ditayangkan tiap senin - rabu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun