Dua tahun yang  lalu saya memutuskan berhenti bekerja dari sebuah perusahaan swasta di Batam. Memang sejujurnya saya kurang persiapan mau jadi apa nantinya setelah berhenti bekerja. Padahal dari segi usia, saya masih sangat produktif dan kemungkinannya saya akan jenuh jika tidak memiliki aktifitas.Â
Setelah mempertimbangkan dengan matang, saya memutuskan untuk pulang kampung dan memilih menjadi petani. Cita -- cita yang sebetulnya sudah lama saya abaikan karena tergoda glamour dan bergengsinya hidup di perkotaan.
Keinginanku di tentang keluarga
Kembali ke desa dan memutuskan untuk menjadi petani ternyata tidak segampang yang saya pikirkan. Walau masih banyak lahan tidur yang bisa saya kelola, akan tetapi sebagai seorang perempuan saya masih harus menghadapi banyak kendala.Â
Salah satunya adalah diskriminasi gender yang masih sangat kuat bagi kami suku Batak. "Â Anak perempuan tidak memiliki bagian dalam hal pembagian tanah/lahan warisan" begitu ucapan iparku kala itu. Padahal sebetulnya saya hanya ingin memamfaatkan lahan tidur Bapak tanpa bermaksud memilikinya.Â
Selain Iparku, Bapak dan Ibuku juga terlihat kurang senang ketika aku memutuskan menjadi petani. Dari ibu-ibu tetangga kutahu bahwa mereka sangat menentang keinginanku itu. " sudah kuliah kok malah jadi petani" keluhan ibuku pada mereka.
Keluargaku tidak sepenuhnya salah saat menentang keputusanku tersebut. Karena paradigma di masyarakat kita Indonesia khususnya Batak, menjadi petani itu adalah sebuah pekerjaan yang kurang  menjanjikan apalagi bergengsi.Â
Jika sudah lulus bangku kuliah, maka sebaiknya tidak memilih tinggal di desa dan menjadi petani. Jikalaupun harus tinggal di desa ya paling tidak kamu bekerja sebagai PNS atau punya modal yang cukup untuk menjadi tengkulak
Mengubah cara pikir masyarakat kita yang sudah terlanjur mencap bahwa petani itu identik dengan miskin dan kurang bergengsi, membutuhkan waktu dan kesabaran yang panjang. Padahal di negara -- negara maju kehidupan petani sangatlah menjanjikan.Â
Bahkan petani ataupun peternak identik dengan kaya karena mereka punya lahan yang luas. Walau saat ini saya mencoba mengalah dan berhenti dulu dari pertanian, namun cita-cita itu masih menggebu di pikiranku. Dan suatu hari nanti, secara perlahan akan saya buktikan pada mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H