Mohon tunggu...
Ida Lumangge S
Ida Lumangge S Mohon Tunggu... Buruh - IRT

Pemain!, Karena tak seorangpun dalam hidup ini yang jadi penonton.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Lebih Mudahnya Mengatakan “ Sorry” Ketimbang “Maaf"

21 Oktober 2016   13:49 Diperbarui: 21 Oktober 2016   14:13 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kita seharusnya bangga karena memiliki satu bahasa pemersatu yaitu Bahasa Indonesia. Karena kalau tidak, kita pasti akan menemukan masalah dengan suku lain akibat salah pengertian. Saya pernah membaca lelucon karena perbedaan pengertian dalam bahasa suku yang berbeda. Kira – kira begini isi leluconnya.

Pembeli (Orang Jawa) : (sembari memilih dengan cara menekan – nekan dengan jari buah pepaya yang hendak dibeli) “ Piro kates e bu? ” (berapan katesnya bu?)

Penjual (Orang Batak) : Pir..pir..ninmu, nungga pe malappot. (Masih keras katamu, sudah pun hampir busuk)

Nah, coba kita bayangkan jika Bahasa Indonesia tidak lahir sebagai pemersatu, pasti bangsa ini akan terjadi bentrok antar suku karena salah pemahaman arti bahasa

Nasib Bahasa Indonesia kini.

Seiring kemajuan dunia teknologi, penggunaan Bahasa Indonesia justru semakin mengalami kemunduran. Sepertinya bahasa kita ini kurang seksi atau kurang menjual jika diserap ke dalam bahasa – bahasa teknologi. Contohnya bisa kita lihat bahasa – bahasa pemograman yang lebih cenderung menggunakan Bahasa Inggris. Fitur – fitur gadget dan sosial media yang rasanya malah lebih mudah dipahami jika menggunakan Bahasa Inggris, dll. Hal tersebut tanpa kita sadari telah mempengaruhi minimnya penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dan jika terus dibiarkan maka sangat mungkin generasi berikutnya akan kehilangan bahasa aslinya.

Faktor – faktor lain yang turut menjadi penyumbang minimnya penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah :

  • Dunia Pendidikan kita yang berlomba – lomba menggunakan Bahasa Asing sebagai Bahasa Pengantar. Khususnya untuk sekolah – sekolah swasta. Baik yang sekolah swasta biasa ataupun swasta yang bonafide.
  • Orang tua jaman sekarang yang lebih khawatir jika anaknya memperoleh nilai rendah di Bahasa Asing jika dibandingkan dengan Bahasa Indonesia. Tak heran jika tempat kursus Bahasa Asing lebih menjamur berbanding tempat kursus Bahasa Indonesia
  • Peran Media seperti misalnya Televisi yang juga banyak menggunakan istilah – istilah Bahasa Inggris dibanding Bahasa Indonesia. Misalnya “ Stand up comedy”, “ Live Report”, “ Soimah Show”, dll.
  • Meneladani gaya berbahasa para pesohor. Melihat Agnes Monica, Cinta Laura dan Syahrini yang sering menyelipkan istilah – istilah keren dalam Bahasa Inggris, secara tidak langsung telah membuat banyak kita latah untuk mencontoh. Rasanya ada kebanggaan jika bisa berbahasa seperti itu.
  • Merasa lebih modern dan lebih terpelajar jika kita menyelipkan istilah Bahasa Asing dalam berbahasa

Faktor – faktor tersebut secara tidak langsung telah mempengaruhi pikiran kita bahwa menggunakan Bahasa Indonesia itu seperti berada di kelas kedua setelah Bahasa Asing. Sekarang ini jauh lebih mudah bagiku mengatakan “ sorry” ketimbang “maaf”. Entah dengan teman – teman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun