Mohon tunggu...
Ida Lumangge S
Ida Lumangge S Mohon Tunggu... Buruh - IRT

Pemain!, Karena tak seorangpun dalam hidup ini yang jadi penonton.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Penggandaan Uang dan Mental Masyarakat Kita

3 Oktober 2016   14:00 Diperbarui: 3 Oktober 2016   19:37 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus penggandaan uang yang dilakukan oleh Kanjeng Dimas Taat Pribadi menjadi topik hangat akhir-akhir ini. Kasus seperti ini mungkin bukan yang pertama kalinya terjadi, namun entah mengapa masyarakat kita masih saja bisa tertipu alias menjadi korban.

Pertanyaan kenapa masih saja ada orang yang tertipu walau kasus serupa sudah pernah terjadi?

Mental sebagian masyarakat kita yang cenderung ingin instan. Pernah memperhatikan bagaimana saat masyarakat kita mengantre? tak jarang kan melihat orang-orang yang melakukan segala cara agar menjadi yang terdepan? Terkadang dengan menyuruh anaknya yang kecil untuk maju, atau mendorong tasnya kedepan saat masuk antrian pemeriksaan tiket di bandara, membuat antrian baru di samping jalur yang sudah ada, atau memotong langsung antrian tanpa memperdulikan ocehan orang-orang yang sudah lama mengantre. 

Ini masih dalam skala kecil, coba lihat bagaimana hebohnya masyarakat kita saat pembagian sembako, pembagian sumbangan, dll. Pasti berakhir rusuh kan. Hal ini didasari sifat kita yang tidak sabaran menunggu giliran dan takut tidak kebagian. Nah, sifat-sifat ini jugalah yang membuat kita masih terbuai ketika seseorang menawarkan penggandaan uang. Untuk apa menunggu lama kalau memang bisa cepat. Menabung di bank saja cuma dapat berapa persen dalam setahun.

Pikiran yang terikat pada hal-hal yang magis. Setuju atau tidak, walau negara kita mengaku sebagai negara beragama namun kepercayaan pada hal- hal magis masih sulit dilepaskan. Mungkin karena unsur budaya kita yang pada dasarnya lebih dominan pada kepercayaan akan hal gaib ataupun mitos para leluhur. Hal yang sudah membudaya ini memang akan butuh waktu yang lama supaya benar-benar hilang. Maka tak heran jika kita masih rentan terhadap tipu daya magis atau yang bersifat supranatural. Apalagi nih, jika kita sudah terlalu lama dalam kesulitan keuangan.

Kejadian ini sesungguhnya mencerminkan bahwa sebagian masyarakat kita belum maju secara mental. Sekolah ataupun lulusan boleh saja dari universitas ternama, sering ke luar negeri, pertemanan dari berbagai kalangan bangsa, akan tetapi jika kita masih ingin segala sesuatunya terjadi secara instan dan supranatural. 

Maka bisa dikatakan bahwa pemikiran kita masih kolot dibanding dengan orang-orang di negara maju yang menghargai sebuah proses. Berpikirlah yang rasional. Jika ingin punya uang banyak yang pastinya butuh waktu, kerja keras, dan bekerja pintar. Bukan dengan cara yang instan dan supranatural.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun