Tadi malam, Mimpi mampir ke kamarku. Dengan setengah hati aku bangun dan memandanginya penuh kesal.
“ Kau tidak akan bertanya mengapa aku datang?” tanyanya
“ Tidak perlu!. Cukup katakan saja apa maumu?”
“ Aku hanya mau mengingatkan tenggang waktuku hampir tiba, dan aku akan kembali bersamamu”
Aku terkejut!!
“Tunggu dulu!. Aku akan meminta perpanjangan waktu”
“ Apa???!. Mengapa kamu selalu menunda untuk menebusku?” mimpi terlihat marah
“ Aku belum cukup siap untuk hidup bersama mu Mimpi, ada banyak perut yang harus kuberi makan dengan pekerjaanku sekarang”
“ Itu hanya alasanmu untuk menunda – nunda. Yang sebenarnya kamu tidak berani keluar dari zona nyaman, kamu gengsi, kamu malu di cap gagal, kamu…
“ Berhentilah menghakimi ku, tahu apa kamu apa yang ada dipikiranku!” aku setengah berteriak
“ Aku memang tidak tahu banyak, tetapi aku tahu kamu tidak bahagia dengan apapun yang kamu kerjakan. Sebab akulah yang selalu kamu impikan!”
“Kumohon, pergilah!. Aku takut akan menyakitimu” pintaku
Mimpi melesat pergi dengan amarah yang tertahan
Sepeninggal Mimpi aku tak bisa tidur. Aku merenungkan semua yang dia katakan.
“Aku memang penakut wahai Mimpi, aku tidak akan pernah berani meraihmu agar kita bersama. Aku bahkan menggadaikanmu demi gengsi, demi status dan demi uang”
“Tetapi kamu perlu tahu, bahwa aku pernah hampir menebus dan membawamu bersamaku. Akan tetapi mereka mentertawakan dan mengejek aku”
“Haha,,,sarjana apaan kalau toh kamu harus tinggal di kampung dan rela hidup miskin” kata mereka
“Betul!. Saya saja yang tidak lulus sekolah bisa jadi juragan di Jakarta “ ejek Pamanku yang angkuh itu.
“Aku terpukul, aku menjadi malu, kuurungkan niatku untuk bersamamu Mimpi!. Ahh..aku memang pengecut!”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H