Mohon tunggu...
Ida Lumangge S
Ida Lumangge S Mohon Tunggu... Buruh - IRT

Pemain!, Karena tak seorangpun dalam hidup ini yang jadi penonton.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(FITO) Ruang Sunyi Tuan Ong

25 Agustus 2016   20:51 Diperbarui: 25 Agustus 2016   21:04 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pria tua itu duduk termenung di balik jendela ruangan tempatnya kini dititipkan. Sebuah rumah besar dengan ruangan - ruangan yang semuanya dihuni manusia - manusia senja sepertinya. Dia sungguh tak mengira kalau masa tuanya akan berakhir begini. Diabaikan

Daun- daun berguguran, ranting – ranting meranggas. “ Musim gugur sepertinya hadir lebih awal “ gumamnya. Ah tapi peduli apa dia dengan semua itu, kini hidupnya tinggal menunggu waktu. Hidup bahagia di masa lalu lenyap bersamaan kepergian sang istri tercinta. “Anak – anaknya?”  Itu semua hanya akan membuatnya merasa bersalah

****

“ Papa, kami akan menyewa seorang perawat khusus untuk menjagamu di panti itu” Rose anaknya memberi pengertian

“ Papa tidak akan meninggalkan rumah ini, disinilah kebahagiaanku berada!”

“ Jika tetap tinggal disini, siapa yang akan menjaga papa “ tantang  Mark

“ Jika salah satu dari kalian tidak bersedia, kamu bisa sewa perawat untuk tinggal disini dan menjagaku”

Ketiga anaknya saling memandang

“ Papa, rumah ini sudah kita jual!” si bungsu Jenny akhirnya buka suara

“ Apa????” tanya tuan Ong dengan suara kencang

“ Iya Papa, kami bertiga mengalami kebangkrutan dalam bisnis. Dan satu satunya investasi yang bisa kami jual hanya rumah ini”

“ Kamu semua adalah anak yang tak tahu balas budi! Aku berjuang dan membangun bisnis itu mulai dari nol agar kalian semua tidak hidup dalam kemiskinan. Tapi kini apa balasannya padaku!”

Penyesalan terbesar Tuang Ong, anak – anaknya bertumbuh tanpa perhatiannya. Segalanya dia bayar dengan uang. Hingga  uang itu sendiri yang mendidik anak – anaknya menjadi hedonis, malas dan hidup berfoya – foya.

“ Sesekali  ambillah libur dan bermain bersama anak – anak” istrinya Martha pernah memohon. Namun Tuan Ong acuh.

Uang, wanita, kekuasaan kala itu menjadi miliknya. Namun Tuan Ong lupa bahwa waktu bersama keluarganya tak bisa dibeli ataupun diulang kembali.

Pagi itu, Tuang Ong meminta perawatnya mendorong kursi roda ke arah jendela taman belakang. Musim semi mulai menyapa. Embun mencumbu mesra dedaunan dan ranting – ranting mempersembahkan tarian gemulai. “ Pagi yang indah Tuang Ong!” Betty memberinya semangat

Dari kejauhan nampak seseorang berjalan ke arahnya. Tuang Ong seakan mengenali wanita itu, dan…

“ Martha,,,kamu ada disini juga?”

“ Aku baru saja tiba suamiku, aku mau mengajakmu pergi”

“ Mengajakku kemana Martha?”

“ Tempat yang indah, kita akan lebih bahagia disana”. Martha menggandeng mesra tangannya. Lalu mereka berdua berjalan beriringan meninggalkan rumah panti

Tuan Ong pun berlalu dalam sunyi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun