“ Kamu semua adalah anak yang tak tahu balas budi! Aku berjuang dan membangun bisnis itu mulai dari nol agar kalian semua tidak hidup dalam kemiskinan. Tapi kini apa balasannya padaku!”
Penyesalan terbesar Tuang Ong, anak – anaknya bertumbuh tanpa perhatiannya. Segalanya dia bayar dengan uang. Hingga uang itu sendiri yang mendidik anak – anaknya menjadi hedonis, malas dan hidup berfoya – foya.
“ Sesekali ambillah libur dan bermain bersama anak – anak” istrinya Martha pernah memohon. Namun Tuan Ong acuh.
Uang, wanita, kekuasaan kala itu menjadi miliknya. Namun Tuan Ong lupa bahwa waktu bersama keluarganya tak bisa dibeli ataupun diulang kembali.
Pagi itu, Tuang Ong meminta perawatnya mendorong kursi roda ke arah jendela taman belakang. Musim semi mulai menyapa. Embun mencumbu mesra dedaunan dan ranting – ranting mempersembahkan tarian gemulai. “ Pagi yang indah Tuang Ong!” Betty memberinya semangat
Dari kejauhan nampak seseorang berjalan ke arahnya. Tuang Ong seakan mengenali wanita itu, dan…
“ Martha,,,kamu ada disini juga?”
“ Aku baru saja tiba suamiku, aku mau mengajakmu pergi”
“ Mengajakku kemana Martha?”
“ Tempat yang indah, kita akan lebih bahagia disana”. Martha menggandeng mesra tangannya. Lalu mereka berdua berjalan beriringan meninggalkan rumah panti
Tuan Ong pun berlalu dalam sunyi.