Mohon tunggu...
Ida Lumangge S
Ida Lumangge S Mohon Tunggu... Buruh - IRT

Pemain!, Karena tak seorangpun dalam hidup ini yang jadi penonton.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Sahabat Perempuan

12 Januari 2016   17:10 Diperbarui: 12 Januari 2016   17:28 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lastri memelukku sesaat setelah keluar dari ruang bagasi. “Kamu masih tetap seperti dulu ya Las, cantik, anggun dan mempesona” kataku sembari membalas cipika cipikinya. “ Tak heran Edy tetap setia di sampingmu “ lanjutku.
“Hmm,,,biasanya ada maunya tuh kamu kalau sudah memujiku” sindirnya
“Cukup untuk sekali makan siang saja” sahutku sembari tergelak
“Ngak berubah ya sifat matre mu”
“Harus itu. ngak matre, ntar lakinya nya ngak mau usaha” sahutku tak mau kalah
“ Baiklah, untuk kali ini karena sudah lima tahun kita tak bertemu aku traktir kamu”. “Tapi ingat kamu harus cerita semua tentang kamu selama di Jakarta”. “Lima tahun tanpa kabar, kirain kamu sudah hilang di telan bumi “
“Sudah pasti Lastri, sebagai sahabat aku akan berbagi denganmu tentang suka dukaku selama jauh dari kamu dan Roma”
“Well, Roma bagaimana kabarnya?” tanyaku
“Dia akan menyusul kita di Nagoya Hill siang ini. Kebetulan dia ada disekitaran bertemu klien nya”
“Menarik, kita bisa reuni!” seruku

Lastri memarkir mobilnya setibanya di Nagoya Hill. Tanpa berlama lama kami menuju tempat makan di lantai atas. Tak berselang lama Roma segera menyusul

“Romaa!!!, apa kabarmu?, masih tetap dengan tampilan modismu ya!” seruku mengagumi kecantikan nya sembari memberi pelukan.
“Iya dong!. Umur boleh bertambah, tampilan harus tetap muda jeng” sahutnya
“Mas, menunya lagi dong!” panggilku pada pramusaji setelah Roma duduk di kursinya
“Nah! sekarang kamu harus cerita mengapa mengilang dari peredaran sekian lama” Roma menondongku dengan pertanyaan
“Well, sahabatku sudah saatnya bagiku untuk menceritakan semua rahasia mengapa sampai saya menghilang dari kota ini”. Aku membuka cerita sembari mengingat kembali kisahku lima tahun sebelumnya
Aku menikah dengan Robby, polisi tampan yang dulu pernah kukenalin sama kamu berdua”
“Kabar bagus dong, lalu kenapa harus merahasiakannya dari kami?” tanya Lastri
“Aku sudah hamil duluan” sahutku tanpa lagi malu untuk menceritakan semuanya
Roma dan Lastri sontak kaget mendengar pengakuanku
“Dengan mengancam kupaksa Robby untuk menikah denganku“ lanjutku tanpa memberi Roma dan Lastri kesempatan untuk menceramahiku


“Robby bukanlah tipe pria yang mau terikat. Keterpaksaanlah yang membuatnya harus bertanggungjawab atas janin yang ada di rahimku. Setelah menikah, Robby menjadi monster yang menakutkan bagiku dan setiap hari melakukan kekerasan fisik padaku. Dia tak segan segan menendangku jika sudah marah. Hingga suatu hari dia terlihat sangat marah dan menamparku. Aku membalasnya, namun tanpa kuduga aku terjatuh dan pingsan. Saat itu juga bayi yang ku kandung meninggal di rahimku. Setelah itu aku dan Robby bercerai. Kenangan buruk yang kuterima atas perlakukan Robby membuatku menjadi seorang wanita yang pendendam terhadap pria. Aku menjelma seolah olah malaikat penghukum pada setiap pria hidung belang yang kutemui. Aku memperdaya mereka hingga pada akhirnya terjerat dan hancur. Aku merasa puas dengan membalas dendamku pada pria yang mencoba mendekatiku. Tapi kini semua itu sudah ku akhiri, aku sadar bahwa balas dendam bukanlah solusi!”.
“Aku selalu dengan iri dengan kamu berdua. Suami yang bertanggungjawab, rumah tangga yang harmonis dan anak yang lucu lucu”.
“Tak selalu seperti yang kamu lihat” Roma dan Lastri menjawab kompak
“Maksudnya, ada sesuatu yang tidak saya tahu?” tanyaku penasaran

“Baiklah Oca! Sudah saatnya kita saling terbuka sebagai sahabat” Lastri memulai pembicaraan

“Aku dan Edy selalu terlihat sebagai pasangan yang romantis di mata semua orang. Aku bertahan demi anak – anak. Edy bukanlah pria sebaik yang kamu kira, Edy bahkan selingkuh saat aku sedang hamil anak kedua kami. Perempuan itu sekretarisnya di kantor, bahkan perempuan itu berani datang ke rumah dan mencoba untuk mengusirku. Mertuaku akhirnya marah besar dan mengusirnya bersama Edy. Namun Edy kembali dan minta maaf atas penghianatanya. Aku memaafkan dan menerimanya kembali demi anak anak Oca. Aku belum sepenuhnya memaafkan Edy, karena luka yang pernah dia toreh dihatiku masih belum sembuh. Rumah tangga hanya sebuah sandiwara. Demi anak anak, aku bermanis manis dengannya. Aku membohongi diriku. Aku munafik Oca!”.

Aku termanggu sembari menepuk punggung Lastri untuk memberinya semangat.

“Lalu bagaimana dengan kamu dan Ryan?” tanyaku ke Roma
“Ryan berubah menjadi pria pemarah setelah mengalami PHK 4 tahun lalu. Dia telah berusaha untuk mencari pekerjaan namun sepertinya nasib baik belum berpihak kepadanya. Aku menjadi tulang punggung saat ini. Jujur saya tidak pernah mempermasalahkan hal itu, tapi saya tetap berharap dia mau mencoba berwiraswasta. Setiap kali diskusi mengenai pekerjaan Ryan akan emosi dan selalu berkata “ Ya!, saya tahu sekarang kamu yang bekerja dan saya hanya seorang Bapak Rumah Tangga!”. Saya mulai malas membahasnya, rumah tangga kami sudah ibarat neraka. Hingga suatu waktu dikala saya merasa suntuk, saya bertemu seorang pria yang sangat mengerti dan memperhatikanku. Aku menghianati Ryan, Oca. Pada akhirnya Ryan mengetahui hal itu dan mengajukan perceraian. Ryan berhasil menghasut anak anak untuk membenciku. Aku adalah ibu penghianat di mata anak – anak” isak Roma tertahan.

Aku terdiam!. Sekaligus kagum akan keberanian mengakui bahwa kami tidak selalu sempurna.


“Baiklah sahabatku, apapun keadaan kita sekarang ini mari kita saling menguatkan!” kataku sembari memelukku keduanya
“Lastri, aku mengagumi kemampuanmu untuk tetap bertahan demi anak anak”. “Dan kamu Roma, keputusan yang salah mengajarkan kita pengalaman yang baik “
“ Mari kita memutuskan untuk bahagia” Lastri mencairkan suasana haru diantara kami.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun