Mohon tunggu...
lulutrimaidian
lulutrimaidian Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS AIRLANGGA

Mahasiswa universitas Airlangga semester 7

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Netizen vs Privasi: Kehidupan Pribadi Selebriti Menjadi Konsumsi Publik

16 Desember 2024   22:35 Diperbarui: 16 Desember 2024   22:43 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di dunia digital saat ini, semakin sulit untuk memisahkan kehidupan publik dan pribadi. Hal ini sangat terasa di Indonesia, di mana netizen (pengguna aktif media sosial) sering kali melampaui batas dengan memberikan komentar dan penilaian terhadap pilihan pribadi para selebriti. Platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Twitter telah menjadi tempat populer untuk diskusi semacam ini.

Media sosial telah mengubah cara selebriti berinteraksi dengan penggemar mereka. Sekarang, selebriti dapat dengan mudah membagikan bagian dari kehidupan pribadi mereka secara online. Namun, keterbukaan ini ada harganya. Netizen Indonesia, yang terlindungi oleh anonimitas media sosial, merasa bebas untuk berkomentar, mengkritik, dan bahkan menghakimi keputusan pribadi figur publik. 

Topik hangat yang sedang trending saat ini menuju pada hubungan antara pemain sepak bola Pratama Arhan dan istrinya, Azizah Salsah, menjadi topik hangat di media sosial. Demikian pula, ketika Zara, putri dari Ridwan Kamil, memutuskan untuk melepas hijabnya, hal itu memicu gelombang kritik moral. Netizen dengan cepat berbagi opini dan mencoba memaksakan harapan agama mereka. Kasus-kasus ini menunjukkan bagaimana media sosial mengubah kehidupan pribadi figur publik menjadi perdebatan publik.

Di Indonesia, di mana kesejahteraan masyarakat sering kali dianggap lebih penting daripada kebebasan individu, pilihan pribadi para selebriti sering kali dilihat sebagai urusan bersama. Peran besar Islam dalam membentuk norma-norma sosial juga menambah lapisan lain, di mana figur publik---terutama perempuan---dianggap harus mengikuti standar agama yang ketat. Keputusan Zara tentang hijab adalah contoh jelas bagaimana harapan-harapan ini mempengaruhi figur publik, karena pilihannya dihakimi melalui lensa agama dan moral.

Anonimitas yang disediakan oleh platform seperti TikTok dan Twitter mendorong pengguna untuk lebih berani dan sering kali lebih keras dalam penilaian mereka. Di dunia maya, orang merasa lebih aman untuk menyuarakan pendapat mereka, bahkan pendapat yang mungkin ragu mereka katakan di dunia nyata. Kebebasan ini, yang bercampur dengan harapan-harapan budaya dan agama, menciptakan lingkungan yang beracun di mana kehidupan pribadi selebriti dianggap sebagai milik publik.

Perilaku netizen Indonesia yang terus-menerus menghakimi dan ikut campur dalam kehidupan orang lain menunjukkan tekanan dalam masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial. Namun, di era digital ini, penting untuk menetapkan batas baru antara apa yang publik dan apa yang pribadi. Pengguna media sosial perlu memahami dampak dari tindakan mereka, dan platform-platform tersebut harus lebih bertanggung jawab dalam melindungi privasi orang-orang. Tanpa perubahan ini, masalah privasi akan semakin memburuk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun