Mohon tunggu...
Lulu Nayiroh
Lulu Nayiroh Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Allah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Self-Awareness, Penduduk Desa Tidak Takut Corona

17 November 2020   20:13 Diperbarui: 17 November 2020   20:21 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

New Normal, merupakan adaptasi kebiasaan baru di tengah pandemi covid-19. Setelah beberapa bulan sebelum nya kita melakukan Karantina mandiri, sejak pemerintah menerapkan sistem new normal ini tak jarang beberapa masyarakat saling acuh tak acuh akan protokol kesehatan.

Dalam keadaan new normal ini pemerintah mengharapkan penduduknya untuk mampu hidup secara berdampingan dengan virus covid-19. Dimana, upaya kita sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan virus itu tidak semata-mata malah meremehkan segala halnya. Contoh kecil tentang protokol kesehatan, sekarang ini sering kali saya jumpai beberapa masyarakat sering acuh akan protokol kesehatan, hal-hal kecil yang memang sudah sepantasnya diperhatikan malah di abaikan.

Hidup new normal itu bukan berarti kita bisa bebas melakukan segala aktivitas, tapi hidup dengan new normal itu ya kita melakukan segala aktivitas dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, memang tidak gampang tapi, bukan berarti usaha yang kita lakukan dengan menyerah atau tidak melakukan apa-apa, karena berdampingan dengan virus yang mematikan dan berkala panjang itu perlu di antisipasi.

Untuk beberapa kasus yang saya temukan di desa dan tempat pengabdian saya sendiri yang bertempat didaerah pemalang bagian selatan selama pengabdian ini, kebanyakan dari mereka menganggap bahwa virus ini tidak benar-benar ada keberadaannya. Nyatanya, beberapa masyarakat juga masih merasa acuh akan protokol kesehatan yang diterapkan oleh pemerintah. Salah satu penyebab mereka acuh adalah kurang nya informasi, yang pada hakikatnya penduduk desa itu tidak semuanya melek teknologi atau bahkan mempercayai pandemi ini ada sebuah teori konspirasi, hoax dll.

Di desa saya contohnya, merupakan desa yang cukup sering banyak pendatang dari luar kota, karena memang notabenya desa saya ini memiliki tempat wisata religi yang cukup ramai di datangi pengunjung setiap minggunya. Dimana, menurut saya kurang adanya pemantauan terhadap pengunjung untuk mematuhi protokol kesehatan. Nah, yang jadi kendalanya adalah apakah intruksi untuk mematuhi protokol kesehatan tersebut sudah tersalurkan dengan baik ke-tingkat Rt setempat?

Jujur saja, saya sendiri merasa sangat khawatir dengan beberapa sikap masyarakat di desa saya yang masih acuh dengan protokol kesehatan, terlebih memang masih banyak anak-anak, balita, dan lansia yang memang sistem imunnya rentan akan virus ini, ya walaupun tidak jarang yang mematuhi jauh lebih banyak. Tapi masa iya, harus benar-benar ada yang positif terlebih dahulu baru mereka aware sama kesehatan mereka masing-masing. Naudzubillah.

Apalagi ramainya pemberitaan yang memberitakan bahwasanya banyak penduduknya yang positif covid-19 ini hanya ada di daerah perkotaan seperti ibukota jakarta, surabaya dll. Memang, ada beberapa info tentang kasus positif covid-19 yang di daerah kecamatan pedesaan saya ada yang terjangkit, tapi apa mungkin seluruh masyarakat nya melek teknologi? Kan engga. 

Terkadang justru hanya dapat info dari omongan orang lain saja, yang belum tentu kabar nya itu konkrit. Sedangkan akses informasi orang desa itu terbatas, jadi butuh cara yang lebih efektif untuk memberikan pemahaman tentang masa new normal dan bahaya virus covid-19 . Nah, hal-hal yang seperti itu kadang membuat beberapa orang berfikir kalau-kalau yang bisa terkena virus menular dan mematikan ini hanya orang kota.

Hal tersebut juga masih jadi tantangan saya selama masa pengabdian KKN ini untuk sosialisasi pencegahan covid-19 di era new normal, karena jangankan mahasiswa, mungkin ketika aparat seperti perangkat desa mensosialisasikan pencegahan covid-19 saja terkadang masih di hiraukan selama masa new normal ini. Tapi, setidaknya ketika saya atau kalian pribadi bisa menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan benar itu bisa jadi contoh perilaku untuk masyarakat sekitar, ya tidak mungkin juga terus membiarkan begitu saja bukan?, kalau bukan kita yang memulai lantas siapa.

Untuk itu, saya rasa upaya yang terbaik mensosialisasikan ini ke desa adalah dengan menggandeng ketua Rt atau Rw setempat dan pemuda atau pelopor desa. Yaitu dengan cara mengkomunikasikan dan menginformasikan nya menggunakan bahasa yang mudah di pahami oleh masyarakat. Kalau sosialisasi nya baik dan benar kan warganya jadi tau, kalau kesehatan itu juga prioritas utama. Karena menumbuhkan kesadaran diri tentang pentingnya kesehatan itu penting.

Sebab, ancaman kesehatan saat pandemi covid-19 merupakan sebuah tantangan yang cukup menantang di saat seperti ini. Sayangnya, beberapa masyarakat masih merasa bahwa adanya pandemi ini tidak memiliki dampak atau pengaruh yang cukup besar untuk dirinya sendiri atau bahkan untuk orang lain, padahal bisa dikatakan hampir seluruh penduduk dunia sedang memerangi adanya pandemi ini. 

Untuk itu menerapkan sikap kesadaran diri (self-awareness) sangat dibutuhkan, setidaknya kita bisa melindungi diri kita sendiri maupun orang lain. Barang kali memang benar, sebagian penduduk desa tidak mempercayai adanya pandemi ini bukan karena agama, tapi karena kurang adanya informasi yang memadai dan mereka meyakini bahwa mereka tidak akan tertular karena jauh dari jangkauan pusat penyebaran pandemi covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun