Sebelum mengenal banyak penulis kenamaan Indonesia maupun dunia dalam perjalanan hidup yang masih seumur jagung ini, saya telah lebih dulu jatuh cinta pada penulis novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Novel yang saya baca dengan sembunyi-sembunyi, terkadang ditutup buku nahwu atau tauhid di belakangnya. Pasalnya peraturan dalam sekolah berasrama melarang siswa membaca novel. Jika sampai ketahuan, tamat sudah riwayatnya. Iqob menanti, entah novelnya disita kemudian dibakar atau mendapat sanksi hafalan atau bersih-bersih asrama dalam tenggat waktu yang sudah ditentukan.
Sebagaimana yang pernah dikataan Mba Najwa, yang kalimatnya kurang lebih begini"Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Temukan buku itu, mari jatuh cinta". Satu buku yang kutemukan itu benar-benar membuatku jatuh cinta, pada diksi indahnya, pada alur ceritanya, pada kalimat-kalimat yang mampu menyentuh hati dan memberikan wawasan baru perihal alur takdir yang mengikat manusia. Setelah menamatkan satu buku itu dengan tangis, tawa dan rasa was-was takut ketahuan membaca novel dan mendapat hukuman, aku sedikit merenung. Memikirkan takdir manusia yang memiliki keterikatan satu sama lain, satu takdir memengaruhi takdir yang lain. Bagaimana hal kecil yang kita lakukan memiliki dampak yang boleh jadi luar biasa dalam takdir hidup mahluk lain.
Sejak saat itulah , aku selalu penasaran dengan sosok di balik tulisan hebat itu. Namun, aku tak dapat mencari informasi lebih lanjut, selain karena tak ada akses informasi yang memadai dalam sekolah asrama, aku juga disibukkan dengan kegiatan asrama yang tiada habisnya. Aku mencatat nama penulis itu baik-baik dalam ingatan, sebuah nama yang indah juga misterius, Tereliye. Maka setelah lulus dan memiliki akses bebas pada dunia melalui ponsel, aku mulai rajin mencari tahu. Membaca karya-karyanya yang lain dan mengikuti semua akun media sosial miliknya. Hal itu masih membuatku tak tau banyak, pemilik nama itu tetap indah juga misterius. Hanya sebagian kecil, kecil sekali bahkan yang dapat kuketahui selama bertahun-tahun terakhir. Penulis satu ini memang dikenal sebagai seseorang yang begitu menjaga privasi kehidupan pribadinya. Hanya karya-karyanya yang tersebar luas dan mudah ditemukan.
Nama aslinya adalah Darwis. Seorang lelaki yang lahir pada tahun 1979 pada tanggal 21 Mei di Lahat, Sumatera Selatan. Dia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan petani yang bernama Pasai dan Nursam. Darwis banyak menghabiskan masa kecilnya di kampung halaman, Lahat dan meneruskan pendidikan Sekolah Menengah Atasnya di Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Kemudian setelah lulus Darwis secara resmi diterima sebagai mahasiswa di Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi dan tinggal di Bogor. Darwis lulus sebagai salah satu lulusan terbaik dengan predikat Cumlade  di tahun 2002.
Mengenai nama pena yang dipilih Darwis, Tereliye, ternyata memiliki makna filosofi yang dalam. Dalam sebuah seminar dia mengatakan bahwa nama Tereliye terinspirasi dari salah satu film India, yang memiliki makna untukmu. Bang Tere-sapaan akrabnya- menuturkan tereliye baginya bermakna untukmu, bisa untuk teman, untuk ibu, untuk ayah, untuk kakak, untuk adik tapi di atas segalanya hanya untuk-Mu. Untuk-Mu merujuk pada pemilik dan pengatur jagat raya dan isinya.
Setiap penulis jelas memiliki ciri khas dalam karyanya, termasuk Bang Tere. Dalam karyanya yang lintas genre, mulai dari action, fantasi, religi hingga pembahasan ekonomi diselingi romance tipis-tipis yang membuat pembaca salting brutal-meminjam istilah drakor lovers-. Para tokoh yang digambarkan oleh Bang Tere juga memilki ciri khas mementingkan pendidikan tinggi di atas segalanya. Makanya tak jarang dia menampilkan tokoh-tokoh yang mudah sekali pindah-pindah negara dengan kepintaran dan kecakapannya. Atau jika ia memilih untuk tinggal di desa terpencil, tokoh itu akan sangat mncolok dengan pemahaman-pemahaman baik yang dimiliki. Seperti tokoh Mamak, Bapak, Pak Bin dan Nek Kiba dalam serial anak mamak.
Dalam genre romance, Bang Tere tidak pernah menuliskan tokohnya menjalin hubungan dengan istilah pacaran meskipun memiliki perasaan cinta yang sama besarnya. Hubungan antar manusia yang saling mencintai itu selalu digambarkan dengan romance yang tipis, setipis tisu yang dibagi-bagi dan lebih mengutamakan pendidikan dan karir daripada sibuk dengan perasaan-perasaan itu. Namun, tetap istimewa dan romantis (dengan vibes yang beda) untuk disimak dan diikuti.
Ada hal yang menarik dalam serial romance yang dituliskan Bang Tere, perihal cinta pertama yang menang. Â Cinta pertama yang selalu membuat tokoh-tokohnya kembali meski telah melakukan perjalanan begitu panjang. Tokoh-tokoh Bang Tere seolah memegang prinsip hidup sekali, jatuh cinta sekali. Maka tokoh-tokoh itu selalu digambarkan dengan kesetiaan yang seolah tanpa batas, bahkan meski ada cinta yang lebih indah dan lebih menjanjikan dari cinta pertama. Cinta pertama selalu menang pada akhirnya. Hal itu memang menyentuh hati, ketika cinta pertama memiliki tempat yang tak dapat digantikan seberapa menarik dan baiknya yang datang. Namun, Â dalam kasus Sintong (dalam buku Selamat Tinggal) dan Tegar (dalam buku Sunset Bersama Rosie) agaknya pembaca kecewa berat, karena dalam dua buku itu, pembaca lebih banyak condong pada second female lead-nya(termasuk aku).
Sepertinya Bang Tere memikirkan keresahan dan protes pembaca akan cinta pertama yang selalu menang dalam setiap tulisannya, maka dalam akun media sosial miliknya dia mengatakan akan merilis novel dengan kisah di mana cinta pertama kalah yang disambut antusias oleh pendukung second lead. (Waduh, waduh, sebenarnya aku tim cinta pertama sih, sudah terdoktrin sejak dari novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Di mana Rey dan Fitri hanya jatuh cinta sekali)
Dalam postingannya, Bang Tere juga mengatakan tidak akan membuat tulisannya menampilkan adegan vulgar, ciuman, merokok dan adegan tak pantas lainnya. Tapi eh tapi, dalam novel aksi banyak kali adegan brutal, ya namanya aksi ya, jadi banyak gelud-geludnya dan bunuh-bunuhan. Dan juga Bang Tere sering ngomel marah-marah di akun medsosnya bahkan tak jarang dengan kata kasar untuk memaki orang yang benar-benar bebal. Eh siapa tau bakal sadar kan ya. (sampai trending topik beritanyaa, Tereliye penulis yang kasar)
Semakin hari semakin banyak tulisan yang kubaca, aku memiliki banyak sekali penulis yang tulisannya begitu kukagumi. Kecakapanya dalam meramu kata, menyisipkan pesan-pesan, mencari ide dan mengeksekusinya dalam porsi yang pas dan manis membuatku berdecak kagum dan memasukkan namanya dalam list penulis favorite. Begitu banyak penulis keren bertebaran, dengan karya yang luar biasa keren dan inspiratif. Namun, aku masih menganut cinta pertama yang menang seperti sudah terdoktin oleh tokoh-tokoh  dalam tulisan Bang Tere. Tereliye tetap menempati posisi teratas penulis favorite yang telah membuatku jatuh cinta pada dunia baca tulis.