Salah satu tujuan dari Pendidikan Guru Penggerak adalah untuk menyiapkan kita menjadi seorang kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah, tentu tidak lepas dari tugasnya dalam melakukan supervisi akademik. Supervisi akademik dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada muri. Selain itu, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah. Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolah. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
Dalam melakukan supervisi akademik perlu digunakan sebuah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan sebagaimana diungkapkan oleh Whitmore (2003) adalah coaching. Pendekatan coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). International Coach Federation mendefinisikan coaching sebagai"...bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif."
Paradigma Berpikir Coaching yang perlu dipahami oleh seorang guru pengerak adalah :
- Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan
- Bersikap terbuka dan ingin tahu
- Memiliki kesadaran diri yang kuat
- Mampu melihat peluang baru dan masa depan
Prinsip yang perlu dipahami dalam melakukan coaching adalah adanya kemitraan yang  diwujudkan dengan cara membangun kesetaraan dengan orang yang akan kita kembangkan, dan mengedepankan tujuan. Prinsip kedua adalah proses kreatif. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan dua arah yang memicu proses berpikir coachee, memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru. Prinsip selanjutnya adalah memaksimalkan potensi yang dilakukan dengan cara mengakhiri percakapan dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya
Kompetensi Inti Coaching yang perlu dikuasai oleh seorang coach yaitu :
- Kehadiran Penuh/PresenceÂ
Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching
- Mendengarkan Aktif
Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi termasuk penilaian terhadap coachee.
- Mengajukan Pertanyaan Berbobot
Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.
Dalam melakukan percakapan coaching, diperlukan sebuah acuan umum sebuah alur percakapan coaching yang akan membantu peran coach dalam membuat percakapan coaching menjadi efektif dan bermakna yaitu alur TIRTA. Alur percakapan coaching TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang membuat kita memiliki paradigma berpikir, prinsip dan keterampilan coaching untuk memfasilitasi rekan sejawat agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan bijaksana secara mandiri. Alur Percakapan TIRTA meliputi :
- T (Tujuan ) : menyepakati topik dan hasil pembicaraan
- I (Identifikasi) : menggali dan memetakan situasi saat ini, hubungan fakta-fakta yang ada.
- R (Rencana Aksi) : mengembangkan ide untuk alternative rencana aksi/solusi
- TA (Tanggung Jawab) : berkomitmen akan langkah selanjutnya.
Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching
Supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Supervisi akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada anak. Karenanya kegiatan supervisi akademik hanya memiliki sebuah tujuan yakni pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran
Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu. Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi: 1. Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru 2. Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu 3. Terencana 4. Reflektif 5. Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati 6. Berkesinambungan 7. Komprehensif. Siklus dalam supervisi akademik pada umunya meliputi 3 tahap yaitu pra-observasi, observasi dan pasca observasi.
Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar
Dalam modul ini CGP dipersiapkan untuk menjadi kepala sekolah yang salah satu tugasnya adalah melakukan supervisi akademik. Dalam melakukan supervisi akademik diperlukan pemikiran terbuka yang memberdayakan sehingga pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam melakukan supervisi akademik adalah pendekatan coaching dengan alur TIRTA.
Sebagai seorang guru tentu telah banyak pengalaman supervisi yang telah saya alami baik oleh kepala sekolah ataupun pengawas. Pengalaman disupervisi memunculkan perasaan yang berbeda-beda dari takut, gugup, was-was hingga antusias. Setelah saya mempelajari modul 2.3 ini saya mendapat gambaran baru tentang bagaimana supervisi yang baik dan seharusnya dilakukan. Hal ini membuat saya menjadi lebih antusias dan semangat untuk belajar dan mempraktikkan coaching dengan alur TIRTA baik kepada murid ataupun dengan teman sejawat sehingga dapat membantu murid dan teman sejawat saya untuk terus mengeksplore dan mengembangkan dirinya.
Untuk lebih memahami tentang materi coaching untuk supervisi akademik saya melakukan eksplorasi konsep secara mandiri dan melakukan praktik coaching dalam ruang kolaborasi dan dalam bentuk demonstrasi kontekstual dengan baik. Hal-hal yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki dalam proses belajar ini adalah melatih kompetensi coaching untuk meningkatkan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan berbobot agar praktik coaching yang dilakukan dapat lebih bermakna dan bermanfaat bagi coachee.
Mempelajari modul ini menambah dan mengoptimalkan kekuatan dan kompetensi diri saya sebagai seorang pendidik untuk terus mengembangkan kompetensi sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal bagi murid di kelas. Selain itu dengan mempelajari materi tentang pendekatan coaching dengan alur TIRTA membuat saya lebih sabar, terbuka dan mampu membuat saya lebih fokus pada lawan bicara agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya.
Â
Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP
Bagaimana efektifitas pendekatan coaching pada supervisi akademik dalam meningkatkan motivasi pendidik untuk mengembangkan kompetensinya?
Coaching merupakan bentuk kemitraan yang bertujuan untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimiliki coachee melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Coaching yang berfokus pada solusi dan berorientasi pada hasil serta lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.
Dalam menerapkan paradigma, prinsip, kompentensi coaching dengan alur TIRTA seorang coach dapat membantu coachee untuk mengekplorasi pemikiran dan memaksimalkan potensinya agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan bijaksana secara mandiri. Di akhir proses coaching, coachee dituntut untuk bertanggung jawab dengan komitmen yang tinggi atas keputusan-keputusan yang dibuatnya. Komitmen inilah yang menjadi motivasi instrinsik pada masing-masing cochee untuk terus mengembangkan diri dan kompetensinya yang pada akhirnya bermuara pada tujuan pendidikan yang berpusat pada murid.
Alur percakapan coaching TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang membuat kita memiliki paradigma berpikir, prinsip dan keterampilan coaching untuk memfasilitasi rekan sejawat agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan bijaksana secara mandiri. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk pengembangan diri dan membangun kemandirian. Melalui alur percakapan coaching TIRTA, kita diharapkan dapat melakukan pendampingan baik kepada rekan sejawat maupun muridnya.
Dalam prosesnya, tentu akan selalu ada tantangan yang muncul dalam penerapan coaching dalam supervisi akademik. Paradigma lama yang memandang supervisi akademik sebagai sebuah proses yang bersifat satu arah yang hanya mencari kesalahan-kesalahan dari seorang guru membuat supervisi menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar guru di sekolah saya. Bagi mereka, supervisi adalah saatnya bagi kepala sekolah untuk menguliti kesalahan dan kekurangan yang dimiliki oleh guru di sekolah. Dan memang seperti itulah supervisi yang berjalan di sekolah saya. Supervisi akademik hanya dilakukan satu tahun sekali menjelang akhir tahun pelajaran sebagai pelengkap laporan yang menjadi tagihan tahunan kepala sekolah. Tentu ini menjadi penghambat bagi pengembangan kompetensi guru di sekolah.Â
Paradigma lama dalam memandang supervisi akademik tersebut harus diubah melalui diseminasi atau berbagi praktik baik dari CGP atau guru lain yang berkompeten agar pandangan buruk tentang supervisi akademik dapat berubah. Selain itu juga dapat dilakukan praktik coaching bersama dengan teman sejawat sehingga mereka dapat mengetahui dan memahami tentang pendekatan coaching dengan alur TIRTA sehingga mereka juga dapat mempraktikkan bersama rekan lainnya atau murid di kelas masing-masing.
Koneksi Antar Materi
Dalam pembelajaran berdiferensiasi, peran guru sebagai coach sangat diperlukan. Sebelum mengenal pendekatan coaching, dalam menyelesaikan permasalahan belaajr siswa saya lebih cenderung langsung memberikan solusi pada apa yang mereka alami. Namun hal tersebut berubah setelah saya mempelajari pendekatan coaching. Pada proses pemetaan kesiapan belajar siswa selain melakukan asesmen diagnostik, saya mulai melakukan percakapan bersama siswa dengan pendekatan coaching. Dengan pendekatan coaching saya sebagai guru dan coach dapat membantu murid saya dalam mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi yang ada dalam dirinya dan menemukan solusi terbaik untuk memetakan kesiapan belajarnya. Hal tersebut akan terus saya lakukan agar saya dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh murid-murid saya yang beragam.
Pada pembelajaran sosial emosional, KSE sangat penting dikuasai oleh seorang pendidik. Dalam membentuk kehadiran penuh pada proses coaching, coach dapat melakukan mindfulness agar dapat sepenuhnya fokus pada coachee dan tujuan dari percakapan yang dilakukan. KSE juga dapat membantu saya sebagai coach dalam mengendalikan diri dan berempati kepada coachee sehingga tidak menimbulkan asumsi atau pelabelan terhadap coachee. Selain itu KSE juga dapat membantu coachee dalam mengambil keputusan yang bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H