Mohon tunggu...
Luluk Cj
Luluk Cj Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasantri STAI al-Anwar Sarang Rembang

Menulis jangan berharap banyak pembaca Namun menulislah karena kamu bahagia melakukannya. - - Mahasantri STAI al-Anwar Sarang Rembang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Durjana

24 Oktober 2019   12:50 Diperbarui: 25 Oktober 2019   11:08 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam berselimut jubah hitam kelam, riak pantai melambai dengan kerasnya, rona cakrawala semakin antusias menyayat atma. Gemuruh angin yang membisik dengan caranya yang tidak sopan, menjadikan bumi pertiwi ini diguyur oleh badai hujan.  Puing-puing sekitar menggigil ketakutan, cahaya Ilahi sirna seketika, petir mulai berlarian ke sana ke mari bergema dengan layaknya. Angin puting beliung berhempasan menguasai, tak mau kalah dengan kawan-kawannya, mencoba menyakiti pepohonan, persinggahan dan kenyamanan warga.

Laki-laki itu memang tak punya hati meninggalkan sosok wanita lembut dalam kerasnya semesta. Tak pernah mengerti akan perasaan kekasihnya. Memang dia tampan, gagah dan rupawan, namun jiwanya tetap terpatri nista. Dua tahun yang lalu, kau selalu merayuku dengan untaian secercah kata, yang menyepuh jiwa dan hatiku. Kau tak pernah berbohong waktu itu dan aku pun mempercayainya.

Kau petikan gitar coklatmu saat senja memancarkan keanggunannya. Bersajak dengan irama bertuliskan cinta, kau pegang perlahan jari-jari kecilku, berbisik sendu, seperti seorang yang takut kehilangan suatu yang amat dicintainya. Kau selalu menyuguhkanku semanis rindu, meski kadang akan datang sepahit dusta. Kau hidangkan jua sekeras batu bertumpukan, sekasar kristal kau diamkan. Namun netra indahku tak pernah kau abaikan. Hanya satu hati dan sosok insan itu yang telah mengulik hatiku.

Arunika pagi pun tak pernah lupa akan kedatanganmu, meski asa ini terkadang terlihat remang-remang,  bahkan kau seorang laki-laki yang tak berpendidikan. Hanya membekas janji dan janji yang selalu kau utarakan, hingga aku tak mengenal apa itu khidmat kepada orang tua, hanya durhaka yang kumiliki. Mereka bahkan tak pernah ingin mengenalku karena hati ini hanya tertunduk patuh dalam genggamanmu.

Dan  kau pernah meluluhkan hatiku saat berbisik sendu, bertatap muka padaku.

"Sayang...jadilah calon istri idaman surga kelak, dan akan ku ubah dunia ini karenamu dan sesosok laki-laki yang menuntunmu kejalanNya"

Argh... laki-laki itu nista, pembohong, munafik, penuh dengan sandiwara. Mungkin kau tak pernah tau hati wanita yang diibaratkan seperti kaca, yang sekali retak ia tak akan bisa kembali. Aku sangat tunduk kepadamu, bahkan apapun itu aku tetap patuh akan segala aturanmu, meski banyak orang bergeleng-geleng menolak pernikahan kita, namun apa? Aku tetap memperjuangkanmu.

Batinku terkekeh, kau membunuhku, kau memasukanku dalam kehinaan, kedholiman yang tak pernah aku kenal sebelumnya, kau menjebakku wahai laki-laki dusta. hanya demi uang dan harta kau rela memperlakukanku dalam pahitnya hina dan kebencian. Memang, kau membunuhku dengan perlahan dan tak selayaknya.

Agama kini kau acuhkan. Tubuh yang kian suci kini riap luruh tak bersahaja. Bahkan kau kekasihku, tak pernah menyentuhku apalagi menodaiku. Tapi mengapa kau menerima bayaran dari banyak lelaki paruh baya  untuk  mengotori tubuhku, mengapa kau tega? memang katanya cinta itu manis bagi yang menikmatinya, dan pahit bagi yang tak bisa menikmatinya, seperti kehidupan ini yang diibaratkan kopi yang selalu kita nikmati di setiap paginya.

Dan kini kau merusakku, menyiksaku dalam diam seperti tak mengenalku dan terlebih kau membunuhku dengan perlakuan manismu, kau bakar daku dengan tangan kananmu sendiri. Kau berhasil, memang laki-laki itu sungguh hebat, telah membinasakn wanita lembut nan lemah hati ini dalam genggamanmu, mungkin kini hanya bias durja yang menghantuimu.

Luluk ID

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun