Artikel ini merupakan hasil karya implementasi keterampilan membaca dan menulis mata kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Kristen Satya Wacana. Universitas Kristen Satya Wacana atau biasa disebut Kampus Indonesia Mini menerapkan tagline (slogan) Creative Minority yang mengandung makna menumbuhkan dan mengembangkan minority berdaya cipta. Cara yang dilakukan Universitas Kristen Satya Wacana untuk mencapai slogan tersebut adalah dengan melakukan inovasi pembelajaran. Inovasi pembelajaran adalah pembaharuan atau peningkatan dalam proses belajar mengajar agar tercapai tujuan yang ditetapkan dan bisa meningkatkan hasil keluaran yang lebih baik.
Zaman sekarang merupakan zaman dimana teknologi sedang mengalami kemajuan yang sangat pesat baik itu teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini membuat akses komunikasi dan informasi menjadi mudah diakses dan didapatkan. Fenomena ini memberikan wadah baru untuk melakukan interaksi sosial secara online, termasuk interaksi sosial negatif seperti cyberbullying. Menurut Willard (2005) cyberbullying merupakan tindakan kejam yang dilakukan secara sengaja yang ditujukan untuk orang lain dengan cara mengirimkan atau menyebarkan hal atau bahan yang berbahaya yang dapat dilihat dengan bentuk agresi sosial dalam penggunaan internet ataupun teknologi digital lainnya. Patchin dan Hinduja (2015) juga menyatakan bahwa cyberbullying adalah perlakuan yang disengaja dan dilakukan secara berulang yang ditimbulkan melalui media teks elektronik atau internet. Cyberbullying dapat disimpulkan sebagai perilaku buruk seperti melecehkan, menghina, mengancam, dan sebagainya yang dilakukan secara berulang kali melalui media internet.
Lingkungan sosial menjadi salah satu lingkup dampak yang dihasilkan dari cyberbullying. Menurut Amsyari (1986:12) lingkungan sosial merupakan manusia-manusia lain yang ada di sekitarnya seperti tetangga-tetangga, teman-teman, bahkan juga orang lain di sekitarnya yang belum dikenal. Lingkungan sosial adalah semua yang dapat mempengaruhi manusia seperti teman, keluarga, tetangga, bahkan orang lain. Perkembangan teknologi membuat lingkungan sosial bukan hanya yang disekitar kita tetapi juga dari dunia maya yang biasa disebut media sosial. Menurut Kottler dan Keller, media sosial adalah media yang digunakan oleh konsumen untuk berbagi teks, gambar, suara, video dan informasi dengan orang lain. Media sosial juga sudah banyak dikenal dan digunakan oleh berbagai kalangan, tetapi media sosial lebih banyak dipenuhi atau digunakan oleh para generasi Z. Generasi Z adalah generasi yang paling merasakan dampak dari perubahan lingkungan yang terjadi.
Generasi Z atau disebut iGeneration, generasi net atau generasi internet. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2020 menyebutkan bahwa Generasi Z adalah penduduk yang lahir tahun 1997-2012 dengan perkiraan usia saat ini 11-26 tahun. Generasi ini sejak kecil sudah mengenal teknologi dan juga menghabiskan sebagian besar waktu dengan teknologi. Dalam survei yang dilakukan oleh Harris Poll menunjukan bahwa Generasi Z adalah generasi yang kreatif dan mereka adalah digital native (Pineda, 2020). Generasi yang tidak bisa dilepaskan dari teknologi digital.
Permasalahan Cyberbullying di lingkungan sosial generasi z
Cyberbullying sering terjadi di lingkungan sosial di kalangan generasi z. Lingkungan sosial disini bisa yang dekat dan yang jauh. Walaupun cyberbullying merupakan perundungan yang melalui media sosial atau secara online Cyberbullying bisa dilakukan oleh teman, keluarga, tetangga, bahkan orang terdekat sekalipun bukan hanya orang tidak dikenal. Lingkungan sosial yang buruk di kehidupan nyata bisa membawa keburukan juga di lingkungan sosial di dunia maya. Hal ini karena di generasi z dunia nyata dan dunia maya menjadi kesatuan yang belum bisa dipisahkan, sehingga apa yang terjadi di dunia nyata sering dibawa ke dunia maya dan juga sebaliknya. Maka dari itu cyberbullying bukan saja mempengaruhi lingkungan sosial di dunia maya, tetapi juga mempengaruhi lingkungan sosial di dunia nyata.
Kasus Cyberbullying di lingkungan sosial generasi z
Cyberbullying di kalangan generasi Z semakin luas diakibatkan dunia maya yang semakin beragam dan berkembang. Dikutip dari KabarJakarta pada tahun 2020, sekitar 45% anak di Indonesia menjadi korban bullying di platform digital atau maya (Cyberbullying). Cyberbullying bisa semakin luas dikarenakan akses yang mudah dan tidak perlu bertatap muka, sehingga membuat pelaku cyberbullying semakin banyak. akses yang mudah dan tidak perlu bertatap muka membuat pelaku cyberbullying merasa aman karena orang yang mereka bully tidak mengetahui identitas mereka, sehingga mereka seenaknya memberikan komentar yang buruk atau menyudutkan orang lain tanpa rasa tanggung jawab. Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa satu dari delapan orang anak menjadi korban dari pelecehan serta penghinaan di media sosial. penelitian tersebut juga mengemukakan bahwa ada sebanyak 55% orang tua mengetahui kalau anaknya mengalami perundungan di sosial media (Sartana & Afriyeni, 2017). Ada juga penelitian lain yang menyebutkan ada sekitar 42% anak-anak mengalami pembullyan di media sosial, 35% anak-anak mengalami pelecehan dan penghinaan di media sosial, dan ada 58% anak-anak tersebut mengalami pelecehan dan penghinaan di media sosial, 58% diantara anak-anak tersebut takut untuk mengakui, menceritakan atau melaporkan kepada orang tua mereka kalau mereka telah mengalami tindakan cyberbullying (Sekaran et al., 2018).
Dampak dari orang-orang yang terlibat dalam kasus Cyberbullying
Cyberbullying sering terjadi di kalangan remaja dikarenakan banyak faktor. Kurangnya perhatian orangtua terhadap pelaku cyberbullying, pernah mengalami kekerasan dalam hidup hingga membalaskan dendam pribadi ke orang lain, iri atas pencapaian orang lain, salahnya persepsi dan pandangan terkait suatu informasi dan beberapa hal lain yang menjadi alasan melakukan tindakan cyberbullying. Menurut Heni Aguspita Dewi, Suryani, Aat Sriati, “Individu merupakan kunci utama pada cyberbullying, dimana keterlibatan seseorang dalam cyberbullying dapat ditentukan oleh dirinya sendiri”. Individu menjadi kunci jika sang individu ingin melakukan cyberbullying dalam dunia maya. Biasanya, pelaku cyberbullying berada pada umur 12-25 tahun saat melakukan tindakan tersebut.
Cyberbullying dilakukan seperti menyebarkan kebohongan atau memposting hal memalukan tentang seseorang dalam media sosial, mengirimkan pesan-pesan ancaman terhadap seseorang dalam sebuah chatting-an atau menuliskan kata-kata menyakitkan pada sebuah kolom komentar, mengirimkan atau memaksa seseorang untuk mengirimkan konten berupa foto, video atau sebuah konten sensual hingga terlibat dalam percakapan seksual. Bullying memang sering terjadi dalam kehidupan, tetapi perbedaan yang ada pada cyberbullying adalah sebuah jejak digital yang ditinggalkan dari tindakan cyberbullying. Dengan jejak yang ditinggalkan, pelaku cyberbullying dapat dilacak dan menjadi sebuah bukti untuk membantu menghentikan perilaku sang pelaku.
Dampak yang disebabkan dari cyberbullying bagi generasi z sangat berpengaruh. Semakin maraknya pembullyan di dunia maya dapat mengubah kehidupan seseorang terkhususnya remaja yang masih dalam masa pertumbuhan. Mulai dari tidak terbangunnya kepercayaan terhadap orang lain pada masa pertumbuhan, mengalami gangguan mental yang serius, kekhawatiran yang terlalu berlebih, tidak adanya kepercayaan terhadap diri sendiri, hingga kurangnya motivasi untuk menjalani kehidupan. Secara mentalitas seseorang juga akan berdampak buruk jika menjadi korban pembullyan dari Cyberbullying. Di lingkungan sosialnya bullying membuat para korban lebih suka menyendiri karena korban menganggap bahwa tidak ada yang mendukungnya. Jika seseorang korban bullying tidak mendapatkan pendampingan dan perawatan, maka akan berdampak hingga masuk dalam dunia kerja.
Kebebasan dalam berpendapat di media sosial banyak disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan berkomentar dengan maksud untuk merendahkan korban mereka. Hal itu membuat media sosial menjadi tempat yang membuat orang-orang merasa tidak nyaman dan trauma menggunakannya. Media sosial yang seharusnya menjadi tempat untuk mendapatkan informasi dan relasi, malah menjadi tempat pembullyan untuk orang-orang atau oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga menimbulkan banyak korbannya mengalami depresi hingga ada yang sampai mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri karena mengalami depresi yang berlebihan.
Solusi untuk menangani cyberbullying
Fenomena ini banyak kali terjadi di lingkungan sekitar dan seharusnya menjadi perhatian bagi orang tua untuk menjaga dan mendidik anak-anaknya dalam menggunakan media sosial, pemerintah juga semestinya ikut terlibat dalam kejadian ini dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakatnya terutama kepada anak-anak dan remaja tentang pengawasan dan penerapan pendidikan dalam beretika di lingkungan masyarakat, karena kasus seperti ini kebanyakan terjadi di kalangan anak-anak dan remaja (Generasi Z), karena kurangnya kesadaran sosial, sehingga pendidikan etika yang diajarkan kepada mereka kurang karena mereka tidak menerapkannya dalam kehidupan sosial mereka (Sekaran et al., 2018).
Ciri-ciri orang yang mengalami cyberbullying
Pada kasus cyberbullying kebanyakan para korbannya termasuk generasi Z beresiko lebih tinggi mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan melakukan percobaan bunuh diri akibat dari tingginya rasa depresi yang dialami. Pada kasus korban dari cyberbullying juga bisa dapat diketahui melalui ciri-ciri seperti jika orang atau korban mengalami perubahan kebiasaan contohnya tiba-tiba korban menjadi malas untuk makan, sulit untuk tidur, dan atau mengalami penurunan nilai dalam pelajaran sekolah, ataupun merasa gugup dalam berinteraksi dengan media sosial, ada kemungkinan orang tersebut pernah mengalami kasus cyberbullying, ataupun orang tersebut tiba-tiba mengisolasi dirinya sendiri dalam ruangan, menghapus akun media sosial, menanyakan cara memblokir orang di media sosial, tidak menutup kemungkinan orang tersebut sedang di bully di media sosial.
Diagram orang yang mengalami cyberbullying ataupun melakukan cyberbullying
Berdasarkan dari data survei yang dilakukan dalam jurnal Penelitian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan oleh De Cive dengan judul pengaruh Cyberbullying di Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental melalui data dari google formulir yang ada pada jurnal tersebut memperoleh 45 tanggapan yang dimana 31,1% responden laki-laki dan 68,9% responden perempuan dengan rentang usia 13-16 tahun sebanyak 13,3%, 17-20 tahun, 80% dan 21-25 tahun sebanyak 6,7%. Dari 45 responden, sebanyak 64,4% mengatakan bahwa mereka tidak pernah berkomentar buruk terhadap orang lain di media sosial, sebanyak 26,7% mengatakan jarang berkomentar buruk terhadap orang lain di media sosial, 6,7 mengatakan sering serta 2,2% mengatakan sangat sering memberikan komentar buruk terhadap orang lain di media sosial. Dari survei tersebut terdapat sebagian besar pengguna media sosial masih memperhatikan etika dalam berkomentar di media sosial dan menggunakan media sosial disertai dengan tanggung jawab sehingga tidak menimbulkan keributan atau kejahatan yang menyakiti orang atau pengguna media sosial yang lain. Namun walaupun hanya sebagian kecil responden pernah berkomentar buruk di media sosial, hal tersebut dapat berpengaruh buruk terhadap orang lain yang membacanya.
PENUTUP
Cyberbullying telah terjadi di banyak belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia.Adanya kemajuan teknologi menjadi pembuka pintu bagi interaksi sosial pada dunia maya, termasuk cyberbullying, yang marak terjadi pada generasi Z. Generasi yang seharusnya sedang bertumbuh dengan adanya teknologi dan kemudahan, rentan terkena beberapa dampak negatif dari cyberbullying, terutama anak-anak dan remaja. Ada beberapa cyberbullying yang terjadi yaitu Exclusion atau pengucilan, Harassment atau pelecehan,Outing atau memposting sesuatu tanpa izin dari orang yang bersangkutan,dan lain sebagainya padahal media sosial seharusnya digunakan untuk menjadi kunci dalam memperoleh berbagai informasi serta relasi.
Dalam rangka untuk mengatasi masalah ini ada beberapa cara yang harus dilakukan yaitu yang pertama dibutuhkan peran penting dari orang tua dalam memberikan penjagaan serta pendidikan bagi anak-anak mereka mengenai penggunaan media sosial secara etis, agar mencegah terjadinya cyberbullying, karena cyberbullying sendiri dapat berdampak buruk bagi korban, seperti adanya gangguan mental. Yang kedua yaitu menghindari serta menolak untuk memberikan data yang bersifat pribadi, karena akan berbahaya apabila terjadi pembajakan akun sosial media. Selanjutnya melakukan pelaporan foto, video, atau konten yang tidak diinginkan, serta akun yang berbahaya.
Ketika terjadi penyalahgunaan informasi pribadi, seperti pemanipulasian, segera lapor ke platform media sosial serta mempertimbangkan untuk menghubungi penegak hukum jika diperlukan, serta bersikap bijak kepada sesama pengguna media sosial, agar tercipta dunia maya yang baik, serta mengurangi dan mencegah adanya cyberbullying.
REFERENSI
Agustina, R. (2022). Bab II landasan teori A. media sosial 1. Pengertian Media sosial. BAB II LANDASAN TEORI A. Media Sosial 1. Pengertian Media Sosial Menurut Kottler dan Keller, media sosial adalah media yang digu . http://repository.radenfatah.ac.id/20170/2/2.pdf
Dewi, H. A., Suryani, & Sriati, A. (2020, Juni 2). Faktor faktor yang memengaruhi cyberbullying pada remaja: A Systematic review. Juornal of Nursing Care, 3(2), 141. https://jurnal.unpad.ac.id/jnc/article/view/24477/13487
Kabar jakarta. (2022, April 19). Mengkhawatirkan, 45% Anak Indonesia Jadi Korban Cyber Bullying. Kabar Jakarta. Retrieved July 10, 2023, from https://www.kabarjakarta.com/posts/view/2768/mengkhawatirkan-45-anak-indonesia-jadi-korban-cyber-bullying.html
Komputer, U. S. & T. (2017). Generasi Z. Program Kelas Karyawan (Kuliah Online / Blended). https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Generasi_Z
Pineda, Khrysgiana. (2020). Generation Create? Gen Z might be the most creative generation yet, poll says. https://www.usatoday.com/story/news/nation/2020/08/18/generation-z-may-most-creative-yet-study-says/5589601002/
Kristanto, A. A. (2017). Bab II Kajian Pustaka - Universitas Kristen Satya Wacana. BAB II KAJIAN PUSTAKA https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14782/2/T1_362012601_BAB%20II.pdf
Nurfitriani, A., Sardin, & Utami, N. F. (2023). Pengaruh Lingkungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Cyberbullying Pada Generasi Z. Jurnal Entitas Sosiologi, 12(1). https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JES/article/view/37021/12662
Rahmawati, E. (2018). Bab II tinjauan pustaka A. cyberbullying - universitas islam Indonesia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cyberbullying 1. Definisi Cyberbullying Patchin dan Hinduja (2015) menyatakan bahwa cyberbullying ad . https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/12706/05.2%20Bab%202.pdf?sequence=5
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H