Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Dalam kehidupannya, manusia membutuhkan orang lain sebagai teman untuk berbicara, berbagi, saling menyayangi dan mengasihi.
Manusia tak bisa hidup dalam kesendirian, pastilah membutuhkan teman hidup atau bahkan sahabat untuk menjalani hari-harinya. Melalui komunikasi, manusia akan terhubung satu sama lain. Hal tersebut akan membentuk hubungan yang baik antar manusia, menjalin kedekatan, sehingga fitrah manusia sebagai makhluk sosial dapat terpenuhi.
Seorang manusia yang hidup dalam kesendirian dan kesepian, akan merasa cemas dan gelisah. Karenanya, manusia memiliki kecenderungan untuk saling terhubung, menjalin komunikasi dan menciptakan persahabatan antar sesama.
Islam mengajarkan pentingnya menjaga Hablumminallah (hubungan dengan Allah), Hablumminannas (hubungan dengan manusia) dan Hablumminalalam (hubungan dengan alam). Hendaknya, sebagai muslim, ketiga hal ini diamalkan dengan seimbang, serta tidak tertinggal salah satunya.
Menjaga hubungan kedekatan dengan Allah (hablumminallah), yaitu dengan menjalankan segala yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya, senantiasa beribadah, memuja-Nya, mengingat-Nya, dan mengutamakan akhirat daripada kenikmatan dunia yang sementara.
Menurut Michener dan Delamater, relasi sosial merupakan hasil dari interaksi (rangkaian tingkah laku) yang sistematik antara dua orang atau lebih. Relasi sosial bersifat timbal balik yang meniscayakan individu satu dan individu lain untuk saling berinteraksi dan pengaruh-mempengaruhi. Relasi sosial terjadi melaui empat tahapan: (a) zero contact,yaitu kondisi dimana tidak terjadi hubungan antara dua orang; (b) awarness, yaitu seseorang sudah mulai menyadari kehadiran orang lain; (c) surfacecontact,yaitu orang pertama menyadari adanya aktivitas yang sama oleh seseorang disekitarnya; dan (4) mutuality, yaitu sudah mulai terjalin relasi sosial antara dua orang yang tadinya saling asing (D.S Hidayati dalam Amin, 2022 : 34).
Kebutuhan hidup bersama, berkomunikasi, melakukan kerjasama dan saling membutuhkan, menjadi motif utama terjadinya hubungan antar manusia. Hubungan tersebut hendaknya selalu dijaga, sama seperti menjaga hubungan dengan Allah. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.S Al-Isra’ ayat tujuh yang artinya, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai” Dikutip dari Tafsir Kemenag RI. Ayat tersebut menuntun kita untuk senantiasa berbuat baik terhadap sesama.
Ayat ini mengajarkan kita, bahwa hakikatnya apabila berbuat baik, maka kebaikan pun akan datang kepada kita. Dengan begitu, berbuat baik kepada orang lain, sama halnya kita sedang berbuat baik kepada diri sendiri. Sebaliknya, apabila kita berbuat kejahatan, maka kejahatan tersebut akan kembali pada diri sendiri.
Hubungan sosial dalam bermasyarakat, akan berlangsung dengan baik apabila masing-masing individu, mampu menjaga hak dan kewajibannya. Kepatuhan terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, adalah salah satu faktor yang menunjang stabilitas sosial. Namun demikian, dalam prakteknya sering terjadi pelanggaran-pelanggaran norma-norma tersebut. Hal ini berakibat kepada munculnya problematika. Banyaknya problem sosial yang muncul dalam suatu komunitas menjadi indikator dari tingkat stabilitas sosial masyarakat tersebut. Semakin tinggi kuantitas problem sosial, mengindikasikan semakin tidak stabilnya relasi sosial dalam masyarakat.
Untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, harus diiringi dengan evaluasi, dan perbaikan diri, agar menjadi pribadi yang bermoral, beradab, dan dapat menjaga sopan santun.
Apabila perbaikan diri terus dilakukan, maka seseorang akan dicintai, disegani, dan dihargai oleh keluarga, dan masyarakat. Dalam Islam, hal ini disebut dengan akhlak. Pembentukan akhlak hendakya melalui pendidikan sejak dini. Dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan hadits, akan membentuk karakter yang berakhlak baik.