Mohon tunggu...
Lulu Damayanti
Lulu Damayanti Mohon Tunggu... Administrasi - a life learner

Treat others as the way you wanna be treated.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesehatan Mental Tidak Memalukan, Stigma Masyarakat Lah

31 Agustus 2019   18:50 Diperbarui: 31 Agustus 2019   18:54 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam negara berkembang seperti Indonesia, kesehatan mental adalah hal yang terpinggirkan. Banyaknya stigma negatif mengenai kesehatan mental di Indonesia menyebabkan banyaknya penanganan yang salah. Di tahun 2016 Human Rights Watch pun menunjukkan bahwa ada sekitar 57.000 yang mengalami gangguan mental dipasung. Penanganan yang salah ini pun kerap berujung pada maut. 

Bingungnya, hal ini biasanya dilakukan oleh kerabat dekat. Alasan kuat yang melatar-belakangi pemasungan adalah rasa khawatir bila penderita merusak dan melakukan tindakan kekerasan pada lingkungan sekitar. Banyak sekali penanganan yang salah terhadap penyandang gangguan mental di Indonesia dikarenakan ketidakterbukaan mengenai isu ini. 

Pada 2014 pun, Indonesia telah mencanangkan gerakan "Indonesia Bebas Pasung" yang berfokus pada peningkatan kepedulian terhadap kesehatan mental dan praktik pasung. Di Indonesia, pergi ke psikolog adalah hal yang memalukan. Hal ini disebabkan karena stigma negatif, kurangnya informasi, dan buruknya fasilitas penanganan terhadap isu ini.

    Terdapat banyak alasan dibalik terganggunya kesehatan mental manusia. Mulai dari genetik (keturunan), infeksi, cedera otak, hingga stress. Di negara maju, kesehatan mental juga diprioritaskan seperti halnya kesehatan fisik. Namun di Indonesia, masyarakat berpersepsi bahwa gangguan mental bukanlah penyakit yang nyata. 

Kebanyakan masyarakat Indonesia menganggap gangguan mental disebabkan karena pengaruh dari roh halus adalah salah satu penyebab kurangnya keterbukaan terhadap kesehatan mental. Stereotip bahwa penderita gangguan mental adalah orang yang aneh dan perlu dihindari adalah penyebab kurangnya penanganan yang tepat dan susahnya beradaptasi bagi para penderita.

Perlu kita sadari bahwa kesehatan mental bukanlah hal yang memalukan untuk dibicarakan. Beberapa penderita mental illness/mental disorder (gangguan mental) mengaku malu untuk membicarakan keadaan mentalnya bahkan kepada keluarga terdekatnya. Stigma negatif masyarakat Indonesia sudah terlalu menyebar dan mempengaruhi pola pikir bangsa ini. 

Isu kesehatan mental jika terus-terusan diabaikan akan berdampak pada produktivitas Indonesia sendiri. WHO (World Health Organization) dan WEF (World Economic Forum) menyebutkan bahwa gangguan mental merupakan beban ekonomi terbesar di dunia di antara masalah kesehatan lainnya.

Kesehatan mental dan kesehatan fisik merupakan tanggung jawab kita setiap individu dan juga negara. Sebelum isu kesehatan mental semakin dikesampingkan dan memberikan dampak yang jauh lebih buruk lagi, perlu ditingkatkan kesadaran dan keterbukaan masyarakat Indonesia akan pentingnya isu kesehatan mental. Tidak hanya itu, stigma negatif dalam masyarakat pun harus sedikit demi sedikit dihapuskan. Hal ini memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan usaha yang tidak mudah. 

Namun, jika terus-terusan dibiarkan stigma negatif ini akan semakin memburuk dan menyebar seperti yang dikatakan Profesor Psikologi dari Illinois Institute of Technology, Patrick Corrigan, PsyD. Stigma terhadap penderita gangguan mental akan membuat penderita merasa terisolasi, kesepian, dan sulit mendapat penanganan. 

Bunuh diri pun kerap menjadi pilihan bagi para penderita gangguan mental karena mereka tidak mendapat dukungan sosial. Seperti data yang direkam oleh WHO, sebanyak 50.000 orang bunuh diri pada tahun 2005 dan terus meningkat.

Sebagai masyarakat, kita harus lebih sadar (aware) akan kesehatan mental yang berdampak pada perekonomian negara. Membantu mengurangi stigma negatif yang telah tersebar. Karena setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penanganan yang sesuai. Tidak hanya itu, kepekaan dan keterbukaan terhadap kondisi mental sanak keluarga adalah hal yang perlu diperhatikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun