Dalam Islam sendiri, wanita memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Hanya saja, banyak beredar isu-isu yang memojokkan Islam dalam hal kesetaraan jender. Adanya suatu isu ini mungkin saja menjadi salah satu akibat dari banyaknya peneliti outsider. Mereka yang menjadikan sisi historis dan antropologis sebagai metode penelitian mereka agaknya masih belum bisa diterima para kaum muslim.
Terdapat dua kelompok wanita yang disebutkan dalam Al-Qur'an, di antaranya sebelum zaman Rasulullah dan saat zaman Rasulullah. Wanita yang ada sebelum zaman Rasulullah terdiri atas, istri Adam (Hawa, QS. 7:19), istri Nuh dan istri Luth (QS. 66:10), istri Ibrahim (Sarah, QS. 11: 71-72), istri Ibrahim (Hajar, QS. 14:37), istri Al Azis (sebagian riwayat menyebut Zulaikha, QS. 12: 21), istri Imran (QS. 3: 35), istri Zakaria (QS. 19: 8).
Istri Fir'aun (Asiyah binti Muzahim, QS. 66: 11), ibunda Musa (QS. 20: 38), saudara perempuan Musa (QS. 20: 40), dua perempuan yang bertemu Musa (QS. 28: 23-26), pemimpin negeri Saba' (Balqis, QS. 27: 44), dan Maryam putri Imran (QS. 66: 12).
Banyak perempuan muslim yang namanya tercatat sebagai ilmuwan terkenal dunia. Lewat berbagai bidang ilmu pengetahuan, para perempuan ini membuktikan bahwa gender bukanlah satu halangan yang membatasi karya.
Mariam Al-Ijliya
Pada abad ke-10, Mariam Al-Ijliya dikenal sebagai seorang ilmuwan bidang astronom. Maria yang hidup di Aleppo, Suriah ini menemukan astrolabe yakni alat yang mampu menentukan kedudukan matahari dan planet-planet lainnya.
Mariam Al-Ijliya atau yang dikenal juga sebagai Mariam Al-Astrolabiya adalah seorang astronom perempuan muslim pada abad ke-10 Masehi dari Aleppo, Suriah. Mariam terkenal dalam sejarah sains dunia karena inovasinya dalam merancang astrolabe, nenek moyang dari GPS (Global Positioning System).Â
Melansir Muslim Women's Council, Mariam mendapat ilmu tentang merancang astrolabe dari majikan sang ayah yang merupakan seorang pembuat astrolabe terkenal di Baghdad, Irak. Siapa sangka, karena ketekunan dan kecerdasannya terciptalah sebuah inovasi astrolabe yang canggih pada masa itu.
Astrolabe merupakan alat navigasi kuno yang berguna untuk menentukan posisi planet dan bintang. Alat navigasi ini menggunakan arah lintang dan bujur untuk menentukan suatu posisi, sehingga dapat berguna juga dalam bidang geografi sebagai penentu arah dan waktu.
Astrolabe pertama kali dirancang oleh ilmuwan Yunani Kuno sekitar tahun 150 Sebelum Masehi. Inovasi astrolabe terus berkembang hingga abad pertengahan dimana astrolabe universal pertama berhasil dirancang oleh Mariam Al-Ijriya. Umat Islam kerap kali menggunakan astrolabe sebagai alat penentu kiblat, waktu sholat, awal Ramadhan, dan idul fitri.
Sutayta Al-Mahamali
Di ibu kota Irak, yakni Baghdad sekitar abad ke-10 Masehi ada seorang perempuan yang tersohor karena keahliannya dalam matematika. Perempuan tersebut bernama Sutayta Al-Mahamali, seorang ahli matematika yang memiliki andil dalam mengembangkan cabang aritmatika dan persamaan aljabar yang kita pelajari saat ini.
Sutayta sudah disuguhi berbagai ilmu pengetahuan sejak ia kecil oleh ayahnya, Abu Abdullah Al-Husein yang merupakan seorang hakim pada masa itu. Akan tetapi, Sutayta lebih tertarik pada ilmu matematika dibandingkan dengan ilmu lainnya.
Melansir Women You Should Know, Sutayta tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang mapan dan dikelilingi oleh kalangan cendekiawan. Karena privilege tersebut, Sutayta jadi memiliki akses dan kesempatan yang luas untuk mengenyam pendidikan yang tinggi. Bahkan, ayahnya mendatangkan beberapa cendekiawan untuk menjadi guru pribadi Sutayta.
Beberapa bidang ilmu pengetahuan yang Sutayta pelajari antara lain matematika, sastra Arab, hadis, hukum, sejarah, ahli waris, dan lain-lain. Sutayta banyak disanjung dan dikagumi oleh para cendekiawan senior karena kepandaian dan kegigihannya dalam belajar. Selain ahli dalam aritmatika dan aljabar, ia juga pandai dalam perhitungan waris.
Sutayta terkenal dalam sejarah sains dunia karena keberhasilannya dalam memecahkan sebuah persamaan aljabar. Persamaan tersebut sudah dirujuk beberapa kali oleh para ilmuwan dunia hingga saat ini. Namun, tidak banyak informasi spesifik mengenai jenis persamaan apa yang dipecahkan oleh Sutayta.
Sutayta mendedikasikan hidupnya pada ilmu pengetahuan untuk membangun peradaban Islam yang lebih maju hingga akhir hayatnya. Kecerdasan serta kegigihan Sutayta menurun pada anak dan cucunya yang menjadi hakim dan cendekiawan, sehingga perjuangannya akan terus berlanjut melalui tangan-tangan mereka.
Rufaida Al-Aslamia
Rufaida Al-Aslamia adalah seorang wanita muslim yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan ilmu kesehatan dunia. Kiprahnya dalam dunia kesehatan terkenal sejak periode awal Islam masuk ke Kota Madinah, sekitar abad 6 hingga 7 Masehi.
Rufaida dikenal sebagai perawat perempuan pertama dalam sejarah peradaban Islam. Ia termasuk ke dalam kaum Ansar, golongan pertama yang memeluk Islam setelah Nabi Muhammad tiba di Madinah.
Keahlian Rufaida dalam bidang keperawatan dan pengobatan ia dapat dari sang ayah yang merupakan seorang tabib terkemuka kala itu, Sa'ad Al-Aslami. Sejak kecil, ia selalu mendapat kudapan ilmu pengobatan dari sang ayah. Rufaida juga pernah menjadi asisten pribadi ayahnya dalam praktik pengobatan ketika ia beranjak remaja.
Rufaida memiliki peran penting pada masa peperangan umat Islam dengan kafir Quraisyi, dimana ia dan para relawan medis lain membantu mengobati para tentara Islam yang terluka karena perang. Kisahnya yang terkenal dalam peperangan ditulis oleh Al-Bukhari dalam kitabnya "al-Adab al-Mufrad".
Dalam kitab tersebut dikisahkan Rufaida menolong salah seorang sahabat Nabi yang terluka parah dalam perang Khandaq, yaitu Sa'ad bin Muadz. Rufaida merawat Sa'ad hingga akhir hayatnya di rumah sakit lapangan yang ia dirikan khusus korban perang saat itu.
Atas jasanya dalam peperangan, Nabi Muhammad memberikan penghargaan berupa kalung yang indah kepada Rufaida, seperti yang tertulis dalam jurnal sejarah di The University of Sydney tahun 2018.
Rumah sakit lapangan yang didirikan Rufaida adalah rumah sakit lapangan pertama dalam sejarah dunia dan Islam. Ya, Rufaida adalah pelopor maraknya rumah sakit lapangan atau tenda pertolongan pertama palang merah di dunia medis saat ini.
Selain rumah sakit lapangan, karya monumental Rufaida yang menginpirasi dunia antara lain sekolah perawat, kode etik perawat, teori keperawatan, dan perawatan rohani Islam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI