Mohon tunggu...
Nurul Khusnu Khotimah
Nurul Khusnu Khotimah Mohon Tunggu... -

Keperawatan Universitas Diponegoro (2010)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lebih Baik Berkorban daripada menjadi Korban Kecelakaan Lalu Lintas

11 Mei 2011   01:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:51 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

A.Latar Belakang

Kecelakaan lalulintas menjadi momok pembunuh yang dahsyat di Indonesia. Tahun 2009 jumlah kecelakaan 62.960. Korban mati 19.979, luka berat 23.469, luka ringan 62.936. Kerugian materi Rp. 136.285.000.000,- (http:www.bps.go.id). Dengan semakin bertambahnya jumlah kendaraan di Indonesia bisa dipastikan jumlah kecelakaan tersebut bertambah pula. Apabila hal ini dibiarkan maka akan berdampak mengerikan bagi masyarakat. Faktor paling dominan dari kasus kecelakaan lalu lintas tersebut adalah faktor kesalahan manusia (human error). Dengan demikian cara paling efektif menekan angka kecelakaan lalu lintas tersebut adalah dari sisi manusianya itu sendiri, terutama dari pengguna sarana angkutan.

Faktor human error ini paling tidak ada tiga aspek yang perlu dicermati. Pertama, aspek kompetensi pengendara dalam mengendarai kendaraan. Kedua aspek kemampuan pengendara dalam mengenali fisik kendaraan yang aman dan nyaman untuk dikendarai, dan ketiga aspek sikap pengendara dalam mentaati aturan lalu lintas.

B.Upaya Preventif Menghindari Kecelakaan Lalu Lintas

Disamping faktor human error sesungguhnya masih terdapat faktor lain yang menyebabkan tingginya angka kecelakaan lali lintas di Indonesia seperti faktor keterbatasan sarana dan prasarana jalan raya, jembatan dan lain-lain. Demikian juga faktor cuaca yang akhir-akhir ini kurang bersahabat. Dalam konteks ini faktor-faktor tersebut tidak kami bahas karena aembahasan ini pada sisi pengguna sarana transportasi, pengendara.

Dari aspek kompetensi pengendara dalam mengendarai kendaraa, bukan rahasia lagi bahwa pengendara kendaraan di Indonesia adalah para “pemberani” bahkan kadang-kadang nekad. Dalam banyak kasus, kecelakaan lalu lintas disebabkan kurang kompetensinya pengendara. Kompetensi disini meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap, si pengendara. Apabila kita amati banyak pengendara kendaraan, baik itu pengendara sepeda motor, mobil dan pengendara kendaraan lainnya yang baru beberapa hari belajar naik motor, atau belajar menyetir mobil langsung nekad meluncur tnacap gas di jalan raya. Lebih parahnya lagi mereka belajar dari bukan ahlinya, dari teman-teman dan sanak saudaranya yang nota benenya ‘guru’ mereka juga sama-sama ‘nekad’ yang kurang kompeten. Jumlah pengendara alumni lembaga kursus menyetir motor atau menyetir mobil bisa dipastikan sangat kecil prosentasenya. Secara formalpun masih banyak, khususnya di daerah-daerah, pengendara sepeda motor yang belum memiliki surat ijin mengemudi (SIM). Pengendara yang memiliki SIM-pun tidak jarang proses memperolehnya tanpa melalui tes standar, uji mengendara di lapangan.

Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kopetensi, pengetahuan, keterampilan, sikap pengendara sehingga pengendara yang melintas di jalan raya adalah pengendara-pengendara kendaraan yang kompeten. Dalam hal ini pengendara harus rela berkorban. Berkorban untuk belajar mengendarai kendaraan kepada ‘guru’ yang tepat kepada orang-orang yang memang cakap dalam mengendarai kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Khususnya pengendara roda empat idealnya harus memiliki ijazah mengemudi dari lembaga kursus menyetir mobil. Demikian pula, pengendara harus rela berkorban untuk mengurus dan mendapatkan SIM melalui prosesdur standar. Dengan demikian ketika para pengendara ini meluncur di jalan memang telah layak untuk menggunakan jalan, kompeten mengendarai kendaraan bukan bermodalkan ‘nekad’.

Kedua aspek kemampuan pengendara dalam mengenali fisik kendaraan yang aman dan nyaman untuk dikendarai. Bukan hal yang asing lagi kasus kecelakaan lalu lintas disebabkan rem blong, ban gundul, lampu sinyal belok kanan dan belok kiri tidak menyala, bahkan yang lebih ‘gila’ lagi banyak kasus kecelakaan di malam hari disebabkan motor tidak memiliki lampu depan, lampu penerang utama. Apabila kita amati kendaraan yang melintas di jalan raya terlebih di daerah-daerah, banyak yang sesungguhnya tidak layak jalan. Guna menekan dari aspek ini, pengendara harus berkorban, rela belajar mengenali fisik kendaraannya dengan baik sehingga kendaraan yang aman dan nyaman untuk dikendarai.

Ketiga dari aspek sikap pengendara dalam mentaati aturan lalu lintas. Sikap disiplin berlalulintas pengendara kendaraan di Indonesia cukup memprihatinkan. Lebih parah lagi indispiner dalam berlalulintas ini hampir merata di seluruh Indonesia, mulai dari pusat ibukota Jakarta sampai ke pelosok-pelosok negeri. Aturan dan rambu-rambu lalu lintas banyak yang dilanggar diabaikan begitu saja. Kita sering menonton tanyangan di televisi pengendara sepeda motor yang naik ke trotoar yang seharusnya diperuntukkan khusus pejalan kaki. Kasus pelanggaran lampu merah, bukan hal yang asing lagi. Demikian pula dengan kasus-kasus pelanggaran lalu lintas lainnya. Berkorban untuk dapat bersikap disiplin dalam berlalulintas, mentaati aturan lalu lintas harus dimulai dari pengendara itu sendiri.

C.Perlunya Pendidikan Berlalulintas Masuk Kurikulum Pendidikan Formal

Faktor human error yang meliputi aspek kompetensi pengendara dalam mengendarai kendaraan, aspek kemampuan pengendara dalam mengenali fisik kendaraan yang aman dan nyaman untuk dikendarai, dan aspek sikap pengendara dalam mentaati aturan lalu lintas selain perlu pengorbanan dari diri pengendara seperti yang telah dibahas, perlu pengorbanan dari pemerintah. Ketiga aspek tersebut apabila kita amati lebih jauh berkaitan dengan kompetensi berlalulintas, artinya berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap berlalulintas yang benar. Meningkatkan kompetensi berlalulintas masyarakat yang jumlahnya ratusan juta bukanlah pekerjaan yang mudah. Penyuluhan-penyuluhan tidak cukup, dan tidak akan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Pengetahuan, keterampilan dan sikap berlalulintas yang baik dan benar harus ditanamkan, ditumbuhkan kepada masyarakat sejak dini, secara sistematis dan terus-menerus sehingga akan terinternalisasi pada diri seseorang. Mengapa demikian, karena hal ini menyakut keselamatan jiwa menyangkut nyawa anak-anak bangsa. Untuk mencapai hal tersebut jalur pendidikan formal menjadi pilihan terbaik.Memasukkan materi berkaitan dengan pendidikan berlalulintas dalam kurikulum dpendidikan formal perlu dilaksanakan minimalnya mulai jenjang SMP dan sederajat sampai SMA dan sederajat.

Dimulai sejak SMP karena saat usia itulah para siswa mulai belajar mengendarai kendaraan bermotor, mulai belajar memanfaatkan sarana jalan. Sehingga sebelum para remaja ini benar-benar turun mengendarai kendaraan sendiri, baik dengan sepeda motor maupun mobil, telah dibekali dengan kompetensi yang dibutuhkan. Ini perlu dilanjutan sampai jenjang SMA. Pendidikan berlalulintas di SMA bukan hanya bersifat teoritis, melainkan juga harus ada praktek yang menjadi modal siswa untuk dapat mengendarai kendaraan, khususnya sepeda motor dengan baik dan benar dengan segala aspek berkaitan dengan tertib lalu lintas.

D.Penutup

Menekan angka kecelakaan lalulintas tidak dapat dilakukan dengan mudah seperti membalikkan telapak tangan melainkan harus secara sistematis, terencana dan menyertakan sebanyak mungkin anggota masyarakat bersinergi dengan pemerintah. Mengendarai kendaraan menyangkut hal yang kompleks, berkaitan dengan kompetensi berkendaraan yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap pengendara. Membangun kompetensi, meningkatkan kompetensi perlu dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal. Dengan demikian pendidikan berlalulintas perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan formal di Indonesia minimalnya mulai jenjang SMP dan yang sederajat.

Apabila upaya-upaya preventif tersebut dilaksanakan maka diharapkan 5 tahun kedepan ketika setiap pengendara kendaraan memiliki wawasan pengetahuan yang cukup tentang berkendaraan dan tertib lalu lintas, terampil dalam mengendarai kendaraan dan memiliki sikap, kesadaran yang tinggi untuk mentaati aturan lalu lintas maka kondisi semrawut di jalan raya seperti saat ini diharapkan akan berubah menjadi tertib dan lancar. Suasana dalam perjalanan saat ini yang mendorong orang stress, menjadi perjalanan yang enjoyable (menyenangkan). Dan diharapkan lima tahun kedepan momok kecelakaan lalu lintas yang mengerikan bisa ditekan, jumlah anak-anak bangsa yang meninggal di jalan raya berkurang. Akhirnya, lebih baik berkorban secara preventif melakukan hal-hal positif untuk keselamatan di jalan dari pada menjadi korban kecelakaan lalu lintas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun