[caption caption="Foto Jakarta 1990an (source: FB Thoriq At Naufal)"][/caption]Beberapa bulan lalu saya menemukan foto yang diunggah rekan saya Thoriq ke Facebook.Â
Setelah saya perhatikan, ternyata banyak hal yang unik di foto Jakarta 1990an ini.
Tidak seperti sekarang, saat itu bus reguler masih banyak, bisa dilihat di foto itu ada bus tingkat (penulis perkirakan Blok M-Kota atau Blok M-Senen), Bianglala AC (antara AC76 atau AC44?), Bianglala Non AC (rute kurang paham), Himpurna (penulis perkirakan R926 Blok M-Senen), dan 1 PPD non AC (penulis perkirakan PPD Blok M-Kota/P1, atau R213 Grogol-Melayu).Â
Dari formasi bus seperti diatas penulis bisa mengambil kesimpulan foto ini diambil di Jalan Sudirman.
Hal unik lain dari foto tersebut adalah meskipun bus banyak, namun penumpang di halte juga banyak. Maka ketika dibandingkan dengan sekarang yang haltenya ga sepenuh sekarang sementara manusianya makin banyak, muncul pertanyaan kemana tambahan-tambahan manusia tersebut lari?
Â
Jawabannya ada pada foto berikut [caption caption="Jalan Sudirman Saat Ini Dipenuhi Kendaraan Pribadi"]
Tambahan manusia tersebut ternyata berpindah ke sepeda motor dan mobil pribadi.
Kenapa Orang-Orang Pindah Ke Pribadi?
Apakah bertumbuh pesatnya kendaraan pribadi dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang baik? Saya rasa tidak. Jangan lupa 90an itu ekonomi Indonesia pun tidak buruk-buruk amat, bahkan lebih stabil dari perekonomian pasca 2000.
Apakah karena angkutan umum tidak nyaman? Saya pun tidak setuju. Jika kita lihat di foto 90an, angkutan umum malah masih jarang yang menggunakan AC. Namun minat masyarakat naik umum pun masih tinggi, indikasinya adalah di halte banyak penumpang yang menunggu, di foto pun terlihat orang meninggalkan area perkantoran dengan jalan kaki bukan dengan kendaraan pribadi, artinya orang-orang tersebut akan naik umum.
Faktor penyebab orang berpindah ke kendaraan pribadi adalah Mudahnya Mendapatkan Kredit Kendaraan Bermotor/Leasing.
Kenapa penulis sebut ini? Karena sebelum 2000 (termasuk saat foto ini diambil), mengajukan kredit kendaraan bermotor tidak semudah sekarang. Penulis masih ingat 1997 harga sepeda motor bebek 1,5jt minimal dp 500rb alias 30%. Jika dibandingkan dengan sekarang harga sepeda motor bebek yang berkisar 13-15 juta, maka minimal dp adalah 3,9jt-5jt. Sementara pasaran dp adalah 1jt alias hanya kurang dari 10%, malah tidak jarang leasing yang berani minta dp hanya 500rb (meskipun sebenarnya sudah ada larangan dp kurang dari 1jt dari pemerintah). Hal sama berlaku di mobil, beberapa leasing berani pasang iklan dp hanya 2,5jt sudah bisa bawa pulang mobil.
Selain faktor Murahnya DP, faktor lain adalah mudahnya persetujuan kredit. Jika dulu orang mesti punya rumah pribadi (dibuktikan dengan sertifikat/akta rumah, rekening telepon/listrik), atau minimal berhubungan keluarga dengan pemilik rumah (dibuktikan dengan KK), harus memiliki penghasilan yang cukup untuk  membayar cicilan (dibuktikan dengan slip gaji/keterangan bekerja), maka sekarang syaratnya lebih mudah. Persaingan antar leasing membuat beberapa leasing berani acc kredit hanya dengan bermodal KTP saja. Tidak jarang, selain menyebabkan jalanan makin padat, mudahnya persetujuan kredit menjadi boomerang bagi leasing itu sendiri dengan adanya kredit macet dari para debiturnya.Â
Nah semoga ada kebijakan nyata dari pemerintah terutama terkait keuangan untuk mendukung kebijakan transportasi. Sepanjang apapun busway dibangun, sebanyak apapun bus/KRL dibeli, dan sebanyak apapun halte dibangun tanpa dukungan kebijakan pembatasan kendaraan pribadi (baik dari aturan leasing, ERP, Three In One, dan pembatasan sepeda motor) maka masyarakat akan terus tertarik menjadi pengguna kendaraan pribadi.
Salam
Andreas Lucky Lukwira
Pengasuh akun @NaikUmum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H