Salam jalan-jalan
Setelah menikah, saya ingin sekali mengajak istri ke kota asal ibu saya; Malang Jawa Timur
Sudah sejak lama saya ingin sekali mengajak Novi, istri saya, kesana. Namun baru terealisasi akhir Oktober 2014 lalu. Selain karena baru ada rejeki, juga karena belum dapat izin pergi jika belum menikahinya.
Ibukota
31 Oktober 2015
Perjalanan kami dimulai dari Stasiun Gondangdia Jakpus jam 17.30. Kami berjanji bertemu disana karena kantor saya di Cikini dan kantor Novi di Kota.
Dari stasiun Gondangdia kami naik Kopaja P20AC ke stasiun Gambir. Bis Kopaja yang kami naiki tidak membawa kernet. "Sedang antar ke rumah sakit pemotor yang keserempet tadi mas di Menteng", jelas sang sopir. Terlihat ada rasa tanggungjawab dari penjelasannya.
Kami turun stasiun Gambir, dengan membayar Rp 10 ribu ke sang sopir. Biasanya Gondangdia-Gambir cukup kasih 3rb rupiah, namun rasa prihatin atas kecelakaan yang menimpa Kopaja tersebut menggugah kami untuk memberi lebih.
Dari Gambir kami menaiki bus Damri tujuan bandara Soekarno-Hatta. Tepatnya terminal 3 karena kami dapat pesawat Batik Air. Harga tiket Damri Bandara ketika itu 40 ribu, naik 10 ribu dari sebelumnya. Bus berjalan cepat menembus kemacetan Jakarta, harus saya akui sopirnya memiliki skill cukup baik dalam meliuk-liukan kendaraan di tengah kemacetan Jakarta. Namun ternyata keahliaannya tidak hanya sebatas mengemudi, si sopir juga "jago" ngerjain penumpang. Sesaat bus akan sampai Rawabokor (tempat kontrol bus Damri) si sopir dan kernet teriak
Kernet: yang terminal 3 mending naik taksi saja dari sini!!
Sopir: iya, daripada telat kena macet mending oper taksi