[caption id="attachment_297395" align="aligncenter" width="300" caption="Tumpukan sampah Sumber: Dok. pribadi"][/caption]
Sampah yang menumpuk ini terletak beberapa ratus meter dari pelabuhan Khayangan, Lombok Timur. Pelabuhan yang menghubungkan pulau Lombok dengan pulau Sumbawa. Tapi ini bukanlah foto tempat pembuangan sampah.
Sampah-sampah ini dikumpulkan oleh orang gila. Seorang ibu dengan badan yang kurus, dekil, dan hitam. Topi pet robek sesekali tampak di kepalanya. Dengan baju compang-camping tak tentu lagi warnanya. Baju yang didapat diantara tumpukan sampah.
Setiap hari dia mengumpulkan sampah. Seolah itu adalah tugasnya yang sangat wajib. Alhasil. Beberapa tumpukan sampah tercipta. Bukan hanya yang terlihat di foto. Tapi ada beberapa tumpukan lain.
Hanya sesekali sang ibu tadi tampak duduk termangu. Saat kelelahan di tengah panas terik atau dinginnya gerimis sore hari. Hanya duduk yang dia lakukan. Tidak pernah terlihat makan atau minum.
Setiap lewat di tempat ini. Saya selalu memperhatikan ibu tersebut dengan tumpukan sampahnya. Seolah ini adalah pemandangan yang tidak boleh aku lewatkan. Berat rasanya untuk tidak menoleh ke sana. Minimal hanya sekedar melirik. Seperti ada bisikan hati yang memaksa harus memandang.
Setelah itu berbagai fikiran berkecamuk. Siapakah sebenarnya yang lebih gila. Ibu itu atau kita yang mengaku waras dan membuang sampah-sampah itu?
Lebih gila mana ibu itu dengan kita yang tidak peduli dengan sampah-sampah  yang berserakan. Bahkan tidak peduli dengan sesama yang sedang terlunta-lunta. Sesama yang sedang sakit. Sakit yang paling mengerikan. Lebih mengerikan dari kanker, stroke, buta, bahkan dibandingkan mati  sekalipun. Penyakit yang merenggut harga diri anak manusia. Sehingga mahluk yang katanya paling mulia ini, kadang menjadi  tidak lebih berharga dari binatang atau sampah-sampah yang menumpuk itu.
Lebih gila mana ibu itu atau kita yang hanya menjadikan penderitaan mereka bahan tertawaan?
Lebih gila mana ibu itu dengan penguasa yang mengelola ribuan triliun anggaran negeri ini tapi tidak mau menyentuh  orang-orang terlantar seperti ini?
Entahlah. Ibu itu atau kita yang konon masih waras ini yang sebenarnya lebih gila. Tapi satu hal yang saya pahami sekarang. Zaman edan ternyata bukan hanya selogan. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H