Bergemanya ruangan diikuti dengan sura jeritan sang penderita yang meraung-raung tak karuan. Para tabib serta pelayan istana menampakkan wajah khawatir di depan pintu kamar sang penderita. Tak tahan dengan rasa iba akan jeritan dan raungan tersebut.
"Hamba tak bisa terus-menerus mendengarkan semua ini, beliau sungguh kesakitan."
"Saya hanya bisa berdo'a agar beliau dipermudahkan pengobatannya."
"Mau bagaimana lagi? Ia sudah merasakan sakit yang begitu pedih sejak beberapa waktu silam." ujar para pelayan yang khawatir akan keselamatan salah satu anggota kerajaan, bagaimana pun mereka cukup terganggu dengan teriakan itu. Bahkan tak sedikit orang yang mengundurkan diri karena t ak tahan mendengar raungan yang keluar dari salah satu kamar itu.
menelusuri lorong demi lorong, seorang penjaga sedang bertugas berpatroli untuk memastikan bahwa kawasan istana dalam kondisi aman. Sampailah dia di sudut lorong, saat yang bersamaan beberapa pelayan dan satu tabib sedang berkumpul di depan pintu besar, kamar seorang putri kerajaan yang masih saja berteriak kesakitan.
"Apa yang sedang kalian cemaskan?" salah satu pelayan yang rambutnya diikat satu berbentuk ekor kuda itu melirik ke arahnya, lalu menundukkan kepalanya lagi.
"Matahari kerajaan sedang tidak bersinar saat ini," ucapnya dengan nada sedih.
Mendengar hal itu, ia langsung paham apa yang terjadi. Melirik ke arah yang berlawanan, seorang tabib masih memegang racikan obatnya itu masih berdiam diri.
"Apa Tuan sudah melihat kondisi dan keadaan sang Putri?" tanya penjaga itu sembari melirik ke arah yang lain, menatap banyak sekali wajah khawatir, cemas, sedih dan takut. Bahkan sang tabib pun juga demikian, memang apa yang sebenarnya Tuan Putri alami? Ia hanya mendengar teriakan dari dalam kamar.
"Saya belum tahu pasti, saat membuka pintu kamar, Tuan Putri langsung histeris sambil melemparkan barangnya dan hampir mengenai saya," ujar sang Tabib.
Sang penjaga merasa tak percaya akan apa yang saat ini sedang terjadi, ia berjalan ke arah pintu kamar Tuan Putri, ia membuka sedikit pintu itu, melihat ke dalam dengan mata yang menyipit. Matanya seketika melotot, seolah tak percaya apa yang ia lihat di dalam kamar Tuan Putri. Para Tabib dan beberapa orang pelayan keheranan melihat reaksi sang penjaga. Salah satu pelayan akhirnya mendekat ke arah penjaga itu dan bertanya.
"Apa yang terjadi pada Tuan Putri? Mengapa wajah anda begitu terkejut wahai penjaga yang agung?"
Salah seorang pelayan datang dan menyodorkan air minum untuk sang penjaga, dia meminum air serta mengatur napas, ia berdiam sejenak sebelum melanjutkan menjawab seluruh pertanyaan dari pelayan.
"Tuan Putri sedang tidak baik-baik saja, tubuhnya penuh bercak berwarna merah terang dan Tuan Putri memiliki kelainan bentuk anggota tubuh. Sangat mengenaskan, itulah penyebab utama ia berteriak<" jawab sang penjaga yang berhasil membuat hati para pelayan meringis, mereka mulai memohon kepada para tabib agar dapat menyembuhkan Tuan Putri.
"Tolongla Putri kami, wahai tabib!"
"Saya sangat memohon kepada anda, tabib!"
Tabib, kami sangat bergantung pada anda!"
Keramaian itu terdengar di depan pintu kamar Tuan Putri, mereka memohon kepada para tabib. Namun tabib tak menjawabnya.
Wajah tanpa eksperesi, ia beranjak  dari sana. Pelayan kebingungan sekaligus cemas. Beberapa pelayan mulai khawatir dan histeris sebab teriakan penderitaan Tuan Putri semakin keras.
Kabar tentang penderitaan Tuan Putri sekarang menjadi topik pembicaraan dan menyebar ke pelosok kerajaan. Penyebaran kabar ini sangat cepat, bagaikan angin yang topan yang sedang berhembus kencang. Ada yang mengatakan bahwa Tuan Putri tidak lagi mengenal orang-orang disekelilingnya, ada juga yang mengatakan bahwa akibat ketidakbecusan para pelayan dalam mengurus Tuan Putri, namun ada banyak yang meyakini bahwa Tuan Putri sedang terkena kutukan.
Kutukan itu akibat dari keangkuhan, kesombongan dan sifat ria. Banyak yang percaya bahwa sebagian besar rakyat kerajaan mengutuk Tuan Putri karena kepribadiannya yang buruk.
"Saya menduga seperti itu juga."
"Ia tak bisa merawat diri."
Tuan Putri itu tak memiliki etika yang santun, ia sangat sombong."
"Tuan Putri kan selalu mengandalkan ayahnya."
"Apa Tuan Putri itu tidak diajarkan tata krama?" uajr para petinggi dan bangsawan lain yang mengomentari keadaan yang sedang dialami Tuan Putri saat ini, bahkan para petinggi ini malah menobatkan Tuan Putri sebagai Putri dengan priaku terburuk. Malu...
Bersambung....Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H