Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Penulis - Mengalir Seperti Air......

Aparatur Pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Selamat Tinggal Pandemi, Selamat Datang Endemi

3 Juli 2023   21:31 Diperbarui: 3 Juli 2023   23:19 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukman Hamarong (Dok. Pribadi)

Oleh: Pranata Humas Diskominfo-SP Luwu Utara, Lukman Hamarong

Tiga tahun lebih dunia diporak-porandakan oleh makhluk kecil tak kasat mata, tetapi mampu membuat dunia kelimpungan di berbagai sektor kehidupan. Belahan bumi mana pun, termasuk Indonesia, sangat merasakan dampak dahsyat makhluk kecil yang kemudian dikenal sebagai Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Di mana virus ini muncul pada akhir Desember 2019 di kota Wuhan, Cina, yang kemudian menjalar ke seluruh negeri, dan mewabah.

Kurang lebih tiga tahun lamanya manusia dipaksa bertahan hidup. Lengah dan memandang enteng COVID-19, maka taruhannya adalah nyawa melayang. Ratusan ribu manusia, baik yang terkonfirmasi positif, suspek maupun yang terduga mengalami gejala klinis, akhirnya meregang nyawa di tengah ganasnya wabah COVID-19. Kengerian pun makin tercipta ketika pemerintah Republik Indonesia menetapkan Pandemi COVID-19 sebagai bencana nasional. Menyusul makin meningkatnya kasus COVID-19 yang pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020.

Penetapan COVID-19 sebagai bencana nasional ini dituangkan ke dalam Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional. Sejak terbitnya Keppres ini, pemerintah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, yang diikuti pembentukan Satgas COVID-19 di masing-masing daerah, karena virus mematikan ini terus bermutasi.

Penetapan COVID-19 sebagai bencana nasional tentu didasari oleh dampak yang ditimbulkan. Dari sisi kesehatan, betapa mengerikannya virus ini bekerja saat menjangkiti manusia. Meski banyak yang sembuh, namun tak sedikit manusia harus berakhir dengan tragis, alias meninggal dunia. Dari sisi lain, sejak pandemi melanda, sendi-sendi ekonomi mengalami pelemahan yang berujung melambatnya pertumbuhan ekonomi, bahkan mengalami kontraksi hebat.  

Tatanan kehidupan menjadi kolaps. Pegawai dan karyawan harus membiasakan diri bekerja dari rumah (work from home), anak-anak sekolah dipaksa belajar secara daring. Bahkan di awal pandemi, sekolah terpaksa diliburkan. Rumah-rumah ibadah ditutup sementara, dan terpaksa umat manusia memindahkan kegiatan ibadahnya di rumah masing-masing, sebelum akhirnya pemerintah mengeluarkan aturan protokol kesehatan sebagai benteng terakhir.  

Setiap hari masyarakat cemas menunggu informasi terbaru Satgas COVID-19. Siapa terpapar, berapa meninggal, dan berapa yang sembuh. Masyarakat terkungkung dalam situasi yang menakutkan. Orang-orang saling menyalahkan, yang seharusnya saling menguatkan. Seluruh pemberitaan dari berbagai media, baik cetak, daring maupun elektronik, dimonopoli oleh berita seputar COVID-19. "Hegemoni" COVID-19 betul-betul menguasai manusia dan dunia.  

Bunyi sirine ambulans yang hampir setiap hari mampir di telinga masyarakat, makin menambah kekalutan dan ketakutan. Pakaian medis tenaga kesehatan lengkap dengan alat pelindung diri acap kali kita jumpai saat Tim Satgas COVID-19 melakukan gerakan 3T, yaitu tracing, testing and treatment, yang disertai dengan sosialisasi masif gerakan 5M, yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan serta membatasi mobilisasi massa.

Sungguh situasi yang begitu sulit dan amat mengerikan di awal pandemi COVID-19 melanda, sampai medio 2020 yang lalu. Inilah yang menyebabkan pemerintah Indonesia menetapkan pandemi COVID-19 sebagai bencana Nasional, karena dampaknya tak kalah dahsyat dari bencana alam itu sendiri. Namun, yang namanya wabah, tentu sifatnya sementara, tergantung bagaimana manusia disiplin menerapkan protokol kesehatan, hingga pandemi selesai.

Kita flashback kembali kejadian di Spanyol saat negeri Matador itu dilanda wabah virus influenza A subtipe H1N1 yang sangat mematikan pada Februari 1918 hingga April 1920 yang menjangkiti 500 juta orang dalam empat gelombang berturut-turut. Toh, akhirnya virus yang mewabah dengan sangat ganas itu akhirnya selesai juga. Ungkapan bahwa wabah itu sifatnya sementara, makin menguatkan semua orang untuk keluar dari pandemi COVID-19.

Harapan menormalkan kembali denyut nadi perekonomian dan sendi-sendi kehidupan lainnya akhirnya menyeruak ke permukaan. Vaksinasi! Ya, di tengah badai pro dan kontra terkait vaksin COVID-19 yang diimpor dari negara-negara seperti Cina, Inggris, Amerika Serikat dan Jerman, Pemerintah Republik Indonesia tetap kekeuh untuk melaksanakan program Vaksinasi COVID-19 sebagai program prioritas pemerintah pada 2021, selain program pemulihan ekonomi.  

Usai kesulitan, selalu ada kemudahan setelahnya. Benar saja, vaksinasi terus digencarkan. Pokoknya, 2021 adalah tahunnya vaksinasi. Masyarakat harus mendapatkan vaksin untuk membentuk kekebalan komunal (herd immunity), tak cukup mengandalkan protokol kesehatan. Masyarakat harus mendapatkan antibodi agar dapat terus beraktivitas. Pegawai memberikan pelayanan, warga tetap bekerja dengan nyaman untuk menopang kehidupan ekonomi.  

Kembali di awal bahwa wabah itu sifatnya memang hanya sementara. Upaya keras nan cerdas yang dilakukan pemerintah membangun sinergi dan kolaborasi dengan semua pihak, akhirnya membuahkan hasil. Strategi penanganan dan pencegahan yang dilakukan selama ini menjadi grand design pemerintah membangun kekuatan melawan COVID-19. Vaksinasi berjalan sukses. Hampir Sekira 98% masyarakat Indonesia telah memiliki antibodi terhadap COVID-19.

Kini, masyarakat Indonesia sudah leluasa bergerak. Tak ada lagi pembatasan sosial. Fasilitas umum kembali ramai dikunjungi. Umat beragama kembali dapat beribadah dengan nyaman di rumah ibadah masing-masing tanpa harus physical distancing. Protokol kesehatan kembali longgar, karena masyarakat tak lagi diwajibkan untuk bermasker. Kendati demikian, masyarakat tetap diminta untuk selalu berhati-hati, karena virus selalu saja hadir tanpa diundang.

Masyarakat tetap diminta berprilaku hidup bersih dan sehat. Karena sejatinya, dalam kantong peristiwa, tersimpan hikmah di dalamnya yang sudah seharusnya dijadikan sebagai pelajaran berharga untuk kemudian tidak mengulangi peristiwa yang sama. Masyarakat harus secepatnya "move on" dan kembali mengejar mimpinya. Tak apa kemudian kita mundur beberapa langkah, untuk kemudian kita mengambil ancang-ancang untuk melompat lebih tinggi lagi.  

Pada Rabu, 21 Juni 2023, Presiden Joko Widodo mengumumkan Indonesia resmi memasuki masa endemi, dengan mempertimbangkan beberapa faktor, salah duanya adalah angka kasus harian COVID-19 yang mendekati nihil, serta tingkat kepemilikan antibodi masyarakat yang 99% telah membentuk herd immunity. Hal ini dipertegas dengan diterbitkannya Keppres Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penetapan berakhirnya Status Pandemi COVID-19 di Indonesia.

Kabar menggembirakan ini sekaligus memantik semangat kita semua untuk kembali memulai kehidupan yang baru tanpa rasa cemas lagi. Adaptasi kehidupan baru tetap menjadi pilihan absolut di masa endemi, meski tak mesti lagi wajib bermasker, dan tak lagi menjaga jarak. Kita juga jangan lupa bahwa masa endemi bukan berarti mengabaikan perilaku hidup bersih dan sehat. Seperti kata pak Presiden, masyarakat tetap wajib berperilaku bersih dan sehat.

Tak ada yang bisa memprediksi kapan wabah berakhir, namun setidaknya status endemi mempertegas bahwa wabah sifatnya sementara, seperti kehidupan dunia yang juga sementara. Untuk itu, tak ada salahnya kita berucap, "Selamat Tinggal Pandemi, Selamat Datang Endemi". Alangkah baiknya juga entitas negeri ini menggelar kegiatan tematik, seperti penghormatan buat tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan saat pandemi, ataukah doa bersama untuk mereka yang meninggal dunia akibat COVID-19. Sekali lagi ini sekadar saran. (LHr)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun