Usia Lionel Messi kini sudah menginjak 35 tahun. Untuk ukuran sepak bola, usia itu sudah bisa dikatakan uzur alias tua. Namun, Messi berbeda dengan pemain lain manapun. Dia terlahir unik, dan dibekali bakat alami. Kejeniusan Messi di luar akal sehat manusia. Messi memiliki dua otak, satu di kepala, satu lagi di kaki. Kira-kira seperti itu.
Dia bisa bertransformasi menjadi apa saja. Dia bisa menjadi pemain depan, sayap, gelandang, bahkan seorang bek sekalipun, jika pelatih inginkan. Mungkin satu-satunya posisi yang mustahil baginya adalah menjadi seorang kiper. Soal skill, tidak usah dijelaskan. Cukup nikmati saja permainannya, dan penonton akan merasakan "orgasme".
Kembali ke soal usia. Eks kapten Barcelona, Carles Puyol, pernah mengatakan bahwa rerata pemain usia 33 tahun ke atas sudah banyak yang gantung sepatu alias pensiun. Kalau pun masih bermain, kebanyakan ada yang bermain di liga Cina atau Amerika hanya untuk mencari uang atau kembali ke klub masa kecil agar dapat dekat dengan keluarga.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi Messi. Peraih 7 Ballon d'Or tersebut masih hebat bermain di level tertinggi. Saat ini, Messi mampu membawa PSG di posisi puncak klasemen sementara Liga Prancis. Pun di Liga Champion, Messi membantu PSG lolos ke babak 16 besar. Kalau Messi tidak jenius, mungkin dia sudah menjadi penghangat bangku cadangan.
Nah, saat ini, Messi tengah bersiap menghadapi Piala Dunia 2022 yang akan dilangsungkan di Qatar. Piala Dunia edisi kali ini akan menjadi panggung terakhir bagi Messi. Selama Messi belum membawa Argentina menjuarai trofi paling bergengsi ini, maka dia akan menjadi bayang-bayang kebesaran Maradona, yang pernah membawa Argentina juara Piala Dunia 1986.
Fans Argentina sangat berharap Messi menemukan panggung sesungguhnya di Qatar. Harapan itu besar di pundaknya. Namun, apa arti seorang Messi jika dirinya tak didukung rekan-rekannya. Satu nama yang juga menjadi penentu, yaitu pelatih, Lionel Scaloni. Saat ia resmi melatih Argentina, saya langsung menulis dengan judul "Lionel Mencari Panggung Messi".
Apa yang saya tulis itu mulai menemukan kenyataan. Selang dua tahun, tepatnya di Copa America, Scaloni dan Messi membawa Argentina juara setelah puasa puluhan tahun. Jangan lupa, Argentina menuju Piala Dunia membawa CV yang mengerikan, yaitu tak terkalahkan selama 36 pertandingan. Terakhir Argentina kali kalah pada 2019 melawan Brasil.
Di Qatar 2022, Messi mencoba peruntungannya di tangan pelatih Scaloni. Punya nama depan identik membuat seluruh fans Argentina di belahan bumi manapun berharap chemistry keduanya di Copa America berlanjut di Piala Dunia. Sebagai kapten, Messi punya tanggung jawab ganda, yakni sebagai motivator, sekaligus inspirator buat rekannya.
Tak mudah memang, tetapi saya yakin sang pelatih akan menemukan panggung terakhir buat Messi untuk menahbiskan dirinya sebagai pemain terbaik sepajang sejarah melebihi Diego Maradona. Jika itu terjadi, Messi bukan lagi selevel, tetapi sudah di atas Maradona dengan level lebih tinggi. Kita tunggu, karena Piala Dunia baru akan dimulai dalam hitungan jam. (LH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H