Karni Ilyas, Pemimpin Redaksi TV One yang menjadi Presiden Indonesia Lawyers Club diserang sejumlah akun di sosial media.
Salah satu akun itu iyalah  @abjadrevolusi di Instagram. Akun itu mengupload 3 foto Karni Ilyas beserta seorang perempuan muda berbaju kuning di salah satu cafe.
Kemudian ia juga membuat caption, "Kita rehat sejenak, tapi dengan yang MANTAP-MANTAP," tulis @abjadrevolusi Kamis, 20 Februari 2020.
Saya mencoba menelusuri foto tersebut di media online terpercaya. Tetapi saya tak menemukan klarifikasi Karni Ilyas akan foto yang beredar tersebut.
Klasifikasi yang saya maksud iyalah agar tidak terjadinya kesalahpahaman netizen di Indonesia.
Ternyata foto tersebut pernah juga diunggah pada Agustus 2018 lalu oleh akun @malindavou di Instagramnya.
Foto tersebut juga tidak memiliki tempat dan waktu yang jelas.
Hariqo Wibawa Satria, pengamat sosial media dari Komuni Konten mengatakan ada 3 penyebab foto tersebut beredar kembali.
"Agar tayangan ILC tidak lagi mengkritik pemerintah dan manajemen TV One memecat Karni Ilyas."
Yang kedua menurut Hariqo iyalah para penyebar tersebut agar ILC mengundang kembali narasumber yang mengkritik pemerintah.
"Ketiga supaya tema ILC sesuai dengan keinginan mereka," ujar Hariqo Wibawa Satria dalam keterangan tertulisnya di media sosial, Â Jumat, 20 Februari 2020.
Saya pun mencoba melihat tema yang diangkat ILC akhir-akhir ini. Ada beberapa tema yang saya temukan yaitu, Menatap Indonesia ke Depan Lewat ILC dan Agama Musuh Terbesar Pancasila?.
Keduanya merupakan tema yang diangkat ILC 2 Minggu terakhir sesuai dengan potongan-potongan video yang berada di akun YouTube ILC.
Ada beberapa komentar netizen Ats beredarnya foto tersebut. Salah satunya dari akun @khafi_oii di kolom komentar postingan foto Karni Ilyas @abjadrevolusi.
Ia mengatakan, "Ngapain nyerang personal private seseorang? Kagak penting postingan Lo lama-lama."
Selain di Instagram, ada juga di YouTube dan Twitter.
Beredarnya foto tersebut membuktikan bahwa kurang terbukanya ruang kritik gagasan atau konsep di Indonesia.
Bukannya mengkritik secara substansif, malah menyerang personal seseorang yang tak baik untuk perkembangan peradaban Indonesia.
Sungguh hal ini sangat memalukan dan menjijikkan di tengah arus informasi yang sangat begitu cepat.
Hal-hal ngurusin privasi seseorang tak perlulah digunakan untuk menjatuhkan kredibilitasnya.
Jika tak setuju, kritik saja melalui tulisan atau video. Belajarlah dari Pramoedya yang mengkritik habis-habisan novel HAMKA yang ia tuduh plagiat tersebut.
Belajarlah dari Ahmad Wahib yang mengkritik Cak Nur dengan tulisan dan Cak Nur membalasnya kembali.Â
Ah, para leluhur kita itu cerdas dan tahu etika seorang terpelajar. Mereka bisa mematikan gagasan seseorang tanpa menyerang pribadinya.
Netizen, belajarlah seperti contoh di atas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H