Selasa 12 Februari 2020, Prof Yudian Wahyudi Kepala BPIP yang baru dilantik Presiden Jokowi berada di acara blak-blakan detik.com.Â
Detik.com berkesempatan mewawancarai sang Prof Yudian yang juga sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Ada unggahan video sepanjang 39 menit 33 detik. Di situlah seharusnya masyarakat dan media mengambil intisari atas pernyataan beliau.Â
Sayangnya, media sekelas detik.com membuat sebuah judul bombastis. Begini judulnya, "Kepala BPIP Sebut Agama Jadi Musuh Terbesar Pancasila".Â
Wajar saja masyarakat dan sejumlah politikus mempermasalahkan pernyataan itu. Mereka tidak melihat secara utuh konteks pernyataan Prof Yudian Wahyudi.Â
Begitulah yang sedang terjadi pada masyarakat Indonesia. Membaca berita atau opini hanya dari judulnya saja. Coba saja mereka membaca dan menyaksikan pernyataan itu secara utuh. Kita akan mengerti konteks penjelasan Prof Yudian Wahyudi.Â
Siapa sebenarnya yang dapat disalahkan dari kontroversi ini? Tentu saja media yang mencari "klik bait" atas rilis beritanya.Â
Media-media seperti itu banyak kita jumpai di Indonesia. Wajar saja, media-media itu mencari uang untuk operasional medianya dari iklan adsense.
Semakin bombastis judulnya, maka semakin banyak yang membaca. Ketika banyak yang baca, makin banyak pundi-pundi materi yang mereka dapatkan.
Setelah beberapa jam pernyataan Prof Yudian Wahyudi terbit, detik.com merilis pernyataan beberapa politikus di DPR/MPR.Â
Keluarlah pernyataan tak sepakat dan kritik kepada Kepala BPIP tersebut. Ada juga yang mengatakan (MUI) agar Presiden Jokowi memecat Prof Yudian.Â