Mohon tunggu...
Lukman Hakim Dalimunthe
Lukman Hakim Dalimunthe Mohon Tunggu... Penulis - Founder Perpus Rakyat

Menulis untuk Hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kritik Ideologi HMI dan Amandemen NDP

5 Februari 2020   09:49 Diperbarui: 5 Februari 2020   09:52 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Namun, ada yang kurang dalam tubuh, gerakan, dan aktivisme HMI. Gerakan intelektual dan ideologi bangsa terlupakan, baik oleh kader HMI ataupun kader-kader gerakan atau asosiasi kepemudaan yang lain," ujar Al Makin pada buku Demi Kemaslahatan Bangsa (halaman 498).

Al Makin juga melanjutkan, "Ini diperparah lagi oleh gerakan radikalisme dan konservatisme yang mematikan nalar dan watak kemajuan."

                                      ***

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), siapa tak kenal dengan organisasi tua ini? Organisasi yang telah mencatatkan dirinya di sejarah perjuangan Indonesia.

Berdiri pada tahun 1947 (pasca kemerdekaan) dan hingga hari ini masih bertahan, walaupun banyak konflik mendera dirinya.

Siapa yang tak kenal dengan tokoh politisi ini? Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Amien Rais, dan Anas Urbaningrum. Masyarakat Indonesia mengenal mereka. Itu adalah alumni HMI yang bergerak di bidang politik dan masih banyak lagi.

Baca juga: Daftar Tokoh HMI/KAHMI dalam Dokumen Pelengseran Gus Dur

Semua orang telah mengakui kehebatan kader dan alumni HMI dalam bidang politik. Semuanya mengakui itu. Tapi bagaimana dengan para intelektualnya?

Pada titik inilah HMI kehilangan jati dirinya. Kehilangan ruhnya. Kehilangan langkah dan tak berarah hingga hari ini.

Dekade peran intelektual HMI terbaca pada era 1960-an sampai 1990-an. Lacak saja bagaimana HMI memainkan peran intelektual tersebut.

Jargon-jargon yang dikeluarkan oleh Cak Nur selalu mengguncang dan mencerahkan bangsa ini. Buku Ahmad Wahib masih dibaca hingga hari ini. Djohan Effendi dan Dawam Rahardjo bergelut di bidangnya masing-masing dengan menulis. Mereka semua telah meninggalkan kita.

Siapa lagi setelah mereka? Di tahun 2000-an ini, HMI kehilangan tokoh intelektualnya. Terhitung penerus kehebatan mereka.

Coba lihat saja kader HMI di sekeliling Anda. Berapa banyak buku yang ia miliki? Berapa banyak buku yang ia baca? Berapa kali forum-forum diskusi yang ia hadiri? Hmmmm.

Baca juga: Anies Baswedan, Alumni HMI Paling Kontroversi

Tak usah diharapkan membuat forum diskusi jika hal di atas tak ada sama sekali.

Apa sebenarnya penyebab semua itu? Al Makin menjelaskan secara rinci di dalam buku Demi Kemaslahatan Bangsa. Buku itu merupakan bunga rampai tulisan alumni-alumni HMI dari berbagai profesi.

Al Makin menjelaskan bahwa kader-kader HMI harus kembali memikirkan dan merumuskan penafsiran ulang NDP (Nilai-nilai Dasar Perjuangan) versi Cak Nur yang sudah ketinggalan zaman tersebut.

Tidak ada ideologi, apalagi ideologi organisasi mahasiswa yang dapat bertahan sejauh ini. Coba hitung saja sudah berapa puluh tahun!

Ideologi HMI mengalami kemandekan diakibatkan kader-kadernya juga mandek. Malah kembali beralih pada radikalisme, konservatisme, dan primordialisme. Padahal, dulu Cak Nur mengkritik hal itu. Kenapa kader HMI saat ini melanjutkan hal tersebut? Kenapa?

Coba baca kembali NDP HMI versi Cak Nur tersebut. Lihat bab per bab. Apakah isi penafsiran NDP tersebut masih relevan dengan sekarang? Apakah isi NDP tersebut dapat melahirkan gagasan-gagasan aktual? Apakah isi NDP tersebut mampu membuat kader bergerak melawan isu-isu aktual? Tidak sama sekali.

Al Makin mengajak kita untuk melakukan penafsiran ulang akan teks NDP tersebut.

Di dalam NDP itu, kita menjumpai pembahasan mengenai Tuhan (teologi), manusia (antropologi), manusia sebagai kumpulan (masyarakat), dan ilmu pengetahuan (epistemologi).

Ada beberapa kekurangan yang perlu ditambahkan dalam NDP tersebut tanpa menghilangkan kumpulan bab yang sudah ada. Maksudnya, konteks penulisan NDP ketika itu sesuai dengan kemajuan pengetahuan ketika itu. Saat ini, kemajuan pengetahuan sudah sangat pesat dan kita harus mengikutinya agar tidak ketinggalan.

Al Makin setidaknya mencatat ada beberapa tambahan yang perlu dimasukkan di NDP tersebut. Di antaranya alam (ekologi), keragaman (pluralitas), sejarah manusia (antropologi), dan kemajuan epistemologi posmodernisme (multi disiplin dan multi persepektif), dan tentu saja globalisasi yang sama sekali belum terantisipasi.

Kemudian perihal Global Warning (pemanasan global), perkembangan astronomi (penemuan usia bumi, sistem galaksi, pengembangan alam semesta), dan penemuan-penemuan mutakhir ilmu sosial dan eksakta belum tersirat dan tersurat dalam teks.

Untuk lengkapnya mengenai penjelasan tersebut, silakan baca bukunya. 

Biografi Al Makin. Foto: Lukman Hakim Dalimunthe
Biografi Al Makin. Foto: Lukman Hakim Dalimunthe
Kenapa hal itu tidak dipikirkan kader HMI? Ini malah asyik berkonflik. Kelihatan sekali kader-kader HMI saat ini lebih condong pada politik praktis.

Malah ngurusin hal-hal sesaat. Tak mau berpikir panjang demi kejayaan HMI lagi secara intelektual.

PB HMI saat ini telah ada 3 versi. Versi MPO sudah lama sekali. Versi Saddam dan Arya muncul sebelum Pilpres 2019. Setiap periode ngurusin konflik, kapan mau ngurusin intelektual? Dasar!

Coba masukkan hal ini pada Kongres yang akan datang. Eh, kongres mana ya? Entahlah. Tak ada harapan pada mereka.

Sampaikan ke pengurus cabang Anda, berani gak mereka membawa permasalahan ini ke Kongres? Jangan cuman mikirin rekomendasi kandidat saja. Apa bedanya kita dengan partai politik jika hanya seperti itu?

Ajak pengurus cabang-cabang tersebut membahas hal-hal yang perlu dihapuskan dan ditambahkan pada perkaderan HMI. Kalau berani, saya akan mencatat nama kalian dan tentu saja akan abadi.

Baca juga: Akbar Tanjung, Aktor Kudeta Gus Dur

Al Makin mempertanyakan kepada kita semua, akankah HMI ke depan bisa dijadikan mesin intelektual dan ideologi bangsa?

Ia meragukan hal tersebut. Ia memberikan alasan karena gerakan intelektual dan ideologi ini tidak menjanjikan secara "ekonomi" dan "kekuasaan".

Kita dapat saksikan adanya kemandekan di tubuh HMI dalam melahirkan cendikiawan, ideolog dan pemikir. Kalau politisi dan birokrat sudah banyak sekali.

HMI seharusnya kembali melahirkan pemikir hebat untuk mengawal dan menjaga Islam dan bangsa ini di hari yang akan datang.

Saya selalu bermimpi akan lahirnya tokoh-tokoh penerus Lafran Pane, Cak Nur, Ahmad Wahib, Djohan Effendi, Dawam Rahardjo, dan tokoh-tokoh pemikir lainnya dari rahim HMI.

Sayang seribu sayang, jika Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI tak diperbaharui kadernya, kemungkinan HMI akan tetap seperti ini.

Hari ini, umurmu telah 73 tahun. Akankah engkau dapat bertahan? Silakan direnungkan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun