Ketika saya sampai di Kelurahan Murni, saya menanyakan kepada seorang pejabat kelurahan di mana lokasi makam Radan Mattaher. "Di sana kan ada TPU Singkawang dek, di seberangnya itu ada lorong. Jalan aja terus. Kemudian ada simpang sebelah kiri dekat Masjid. Itu lah ikuti. Nanti ketemu itu," ujarnya.
Saya pun langsung tancap gas. Sesampainya di makam Raden Mattaher, ternyata banyak sekali makam keturunannya. Pemerintah Kota Jambi memberi nama makam ini sebagai Taman Raja-raja. Hal itu sesuai dengan kondisi makam, yang mana keseluruhannya adalah keturunan raja.
Seorang penjaga makam mempersilahkan saya untuk masuk, "Buka aja gerbangnya, gak dikunci itu," ujarnya sembari menunjukkan pintu gerbang makam berpagar tersebut.
Pak Ramli, penjaga makam itu menuturkan ia telah menjaga makam ini semenjak tahun 1990. "Bapak digaji pemerintah untuk menjaga makam ini. 1,5 juta per bulan," ungkapnya.
Di area makam raja-raja ini, terdapat 49 makam keturunan Sultan Thaha Saifuddin. Seperti makam Raden Mattaher, Pangeran Abdullah, Pangeran Arifin, Pangeran Raden Ibrahim, Raden Ahmad, Sultan Abdul Jalil dan sebagainya.
Melawan BelandaÂ
Raden Mattaher adalah seorang pahlawan di Jambi. Raden Mattaher dikenal sebagai Singo Kumpeh (Singa dari Kumpeh). Julukan ini disematkan masyarakat karena ia berjuang melawan Belanda dengan gigih berani untuk kemerdekaan masyarakat Jambi.
"Gerilia sungai dengan menguasai medan dan jalur sungai di pedalaman. Raden Mattaher melakukan serangan mendadak ke kapal-kapal jung Belanda," ujarnya Irhas Fansuri Mursal, dosen Ilmu Sejarah, Universitas Jambi.
Raden Mattaher memiliki nama asli Raden Mattaher bin Raden Kusen gelar Pangeran Jayoninggrat bin Pangeran Adi bin Raden Mochamad.
"Raden Mattaher lahir tahun 1871. Itu sesuai dengan penuturan keturunannya dan wafat pada tahun 1907," sebut Irhas.Â