Ikhlas Modal Ngaji
Mengikuti pengajian rutin yang disampaikan oleh KH. Subhan Ma'mun, di Masjid agung Brebes, setiap hari Rabu jam 16.00 - 17.45 WIB. Bagi penulis, mengkaji pemikiran Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin adalah tema tema yang sangat berat.
Ngaji bagi diri penulis yang masih minim ilmu, menjadi proses dan sekaligus menghasilkan kebahagiaan yang dapat langsung dirasakan. Disamping bertemu dengan teman-teman saat ngaji, juga mendapat ilmu. Cukuplah sekedar datang, duduk dan mendengarkan (Jiping=Ngaji Kuping) yang disampaikan oleh sang guru. Kalaupun ada yang memiliki kitab Ihya dibawa dan memaknainya untuk mendapatkan barokah dari pengarang kitab yang sedang dikaji.
Kebahagiaan merupakan ujung dari segala usaha manusia. Bahagia karena rasa senang dan mendapatkan kepuasan. Ngaji menjadi salah satu usaha menangkap hal yang batin (makna yang sifatnya kekal) dari hal-hal yang dhahir (rupa, bentuk yang sifatnya rapuh dan sementara). Ngaji menjadi wujud nyata untuk membahagiakan diri saat hidup di dunia dan kelak di akhirat.
Ngaji konon bagi sebagian orang merupakan akronim dan diartikan dengan (Ngaji = Ngatur Jiwa) mengatur jiwanya melalui pencarian kebenaran. Ngaji juga sebagai upaya seorang hamba untuk dapat mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah  Swt.  Ngaji menjadi kewajiban bagi seorang muslim dalam rangka mencari ilmu sebagai bekal beribadah kepada Allah Swt. Menjalankan apa yang menjadi kewajiban seorang muslim dan meninggalkan apa yang dilarang Allah dalam kitab al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.  Ngaji di dalamnya banyak nasehat yang mengantarkan solusi masalah umat dan menghadirkan kebahagiaan hidup di dunia dan kelak di akhirat.Â
Dalam rangka untuk mencapai keberhasilan dalam ngaji diperlukan keikhlasan agar ilmu yang dipelajari membekas dan menjadi petunjuk dalam menjalankan amaliyah kehidupan manusia di dunia. Oleh karena itu  hindari ngaji karena keterpaksaan atau terbawa teman, jadikan ngaji untuk mendapatkan keberkahan hidup dan ridha Ilahi.
Ikhlas menjadi pembersih pada amaliyah seseorang dan modal utama agar dapat menikmati ngaji, mulai persiapan, berangkat, saat proses mendengarkan, pulang dan mengamalkan hasil dari ngaji. Ikhlas dapat pula dikategorikan bagaikan seseorang yang akan menambal ban sepeda yang bocor, untuk kesuksesan dalam menambal dipersiapkan  secara maksimal, mulai dari peralatan, tempat dan kesiapan diri.
Mari simak bagaimanakah melakukan pembersihan saat menambal ban? Area titik bocor diamplas maupun dikikis permukaannya, kemudian mengambil potongan ban untuk menambal, sehingga hasil tambalannya kuat. Ikhlas menjadi kuatnya ilmu menempel pada seseoraang yang ngaji.
Menambal ban sepeda memerlukan peralatan, seperti pompa, pencukil, lem, gunting, gergaji, amplas dan ember bersisi air. Begitu juga ketika akan mempraktekan keikhlasan maka dibutuhkan komitmen untuk tidak mencari pujian, penghargaan, atau imbalan dari pihak lain. Hati ikhlas tanpa pamrih tidak tercampur dengan apapun, usaha maksimal mencari ridha Allah Swt semata.
Ikhlas dapat menjadi lem pengikat ilmu, Â melebur dalam satu majlis. Meninggalkan urusan duniawi terlebih dahulu untuk fokus ke ngaji "Ngrawat bolongan sanga sing aji" Â dua lubang telinga, dua lubang hidung, dua lubang mata, satu lubang kemaluan, satu lubang dubur dan satu lubang mulut.
Menjalankan keikhlasan membutuhkan poses dan kadang waktu yang lama, persiapan yang matang, dukungan  saudara dan handai taulan. Kadang ikhlas dapat dimulai dari ketidakikhlasan atau memiliki pamrih keduniawian terlebih dahulu, kemudian lama kelamaan akan membentuk keikhlasan. Ikhlas berjalan kadang perlu pemaksaan dan pujian di awalnya. Sehingga menjadi ringan dan terbiasa datang, maka muncullah ikhlas karena hikmah nasehat yang didengarkan.