Mohon tunggu...
lukmanbbs
lukmanbbs Mohon Tunggu... Guru - lukmanbrebes

Ngaji pikir dan dzikir

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kuliner ala Kang Santri di Tahun '87

10 April 2020   06:55 Diperbarui: 10 April 2020   07:26 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau kita disuruh untuk mengingat makanan jaman dulu, rasanya senang, kangen, apa dapat dikatakan lucu juga yah. Atau mungkin hasrat rasa ingin mencoba lagi menggebu-gebu alias penasaran kembali tuk menikmatinya.

Di tulisan kang santri ini, mencoba mengingat-ngingat kembali makanan khas di tahun 87 saat di pondok, sewaktu jaman sekolah MTs. Aku mencoba untuk menuangkan kembali, dalam tulisan ini. Mulai dari jenis dan harga makanan, nama penjual dan tempat usahanya. Kalau pembaca yang lahirnya di era 70-an, dan mondok di daerah cirebon, mudah-mudahan masih ingat. Kalau belum ingat, coba di ingat-ingat lagi.

Jenis makan santri pada saat itu, ada  cipeng yang dapat dikatakan menjadi primadona, karena harganya murah, cuma 25 rupiah. makananya hangat dan apalagi kalau dicelupkan pada sambal, yang disediakan di mangkok  yang ditaruh didekat cipeng. Seakan-akan warung angkringan yang sempit dan dipenuhi kang-kang santri,  Berubah seperti rumah makan yang  ditengah sawah nan luas.

Ngomong-ngomong, warung angkringan Mang Ilyas, yang jualan disamping kelas Kang Santri, merupakan obat lapar tersendiri bagi  kang santri dan kawan-kawan. Wajar sajalah, namanya saja santri, yang memiliki keterbatasan dalam makanan, kesenangan dan hiburan.

Di warung Mang Ilyas, di jajagan beberapa makanan yang dapat mengenyakan perut para santri. Mulai dari cipeng (aci gepeng), yang telah disebutkan diatas. Boled, puung, pisang goreng,  dan gorengan lainya yang masuk katagori kelas berat. Sehingga ketika makan, cukup untuk mengganjal perut yang kosong. Kedatangan Mang Ilyas, seolah-seolah selalu dirundukan oleh para kekasihnya, yang duduk diteras sekolah. untuk menyembuhkan penyakit laparnya.

Disamping Mang Ilyas jualan cipeng dan gorengan  lainya, tidak ketinggalan pula minuman racikannya, yang khusus untuk mengobati sakit kehausan para santri.  Ada teh, kopi, jahe dan yang terkenal  ada manis dan gurihnya, yaitu bajigur.  Minuman tersebut, saat itu di patok harga sekitar 50 rupiah.

Biasanya, rata-rata santri yang makan di warung angkringan Mang Ilyas, menelan anggaran 100 sampai 250 rupiah. Sebuah nominal yang wajar bagu santri.  Anggaran yang digelondorkan untuk njajal,  dirasa dapat mengenyangkan dan betul mampu meredam suara keroncongan perut. Yang jelas dapat menghilangkan  rasa lapar  para santri.

Di samping Mang Ilyas yang jualan cipeng dan bajigur. Ada juga Mang Yadi  penjual es buah dengan teknologi manualnya super cepatnya saat itu, yaitu memakai kekuatan ciptaan pemberian Tuhan (tangan), untuk menghaluskan es. 

Lebih serunya lagi, yang kadang menjadi hiburan tersendiri para para santri pengantri es Mang Yadi. ketika ada santri yang mau beli es Alpukat. Suara kocokan alpukat di gelas yang dikocok-kocok dengan sendok. menjadi kekhasan suara es Mang Yadi sendiri. 

Bayangkan saja alpokat yang masih menggumpal dan keras dimaksukan dalam gelas, kemudian dikocak-kocok sebentar sudah halus. Harga es campur masih murah,  sekitar 50 rupiah dan kalau ada alpukatnya 75 rupiah.

Adapun untuk sarapan pagi, bagi para santri yang sekolah di MTs, sepertinya sudah dapat memenuhi, kebutuhan lapar tuk sarapan dipagi hari. Seperti nasi bungkus, kupat tahu dan bubur ayam. Jualan makanan ini, sangat ramai di pagi hari dan selalu dikerubuti para santri sebelum bel masuk. Harga makanan di ataspun masih sekitar 50 sampai 150 rupiahan per porsinya.

Di sepanjang jalan disamping sekolah,  sepertinya sudah menjadi central kuliner para santri saat itu. Mungkin karena tempatnya stretegis, karena dilewati para pengguna jalan yang mau masuk ke pondok. Yang kedua  berkumpulnya para santri  yang sekolah, mulai sekolah pagi, siang dan malam, karena disitu pusat pendidikan pondok. Sehingga para pedangnya pun dalam sehari minimal ada tiga pembagian waktu dagang, mengikuti santri sekolah maupun ngaji. Ada pedagang khusus pagi sampai siang, dari siang sampai sore dan ada juga dari sore sampai malam.

Bagi santri yang kiriman uangnya banyak, tentu dapat njajan terus, karena semua makanan dan minuman tersedia disitu. Namun bagi yang uang kirimannya pas-pas. Awal bulan datang uang njajan, akhir bulan puasa. Sepertinya pendidikan kepriatinan secara tidak langsung diajarkan bagi para santri disini.Priatin menuju hasil maksud.

Uang kiraman dari orang tua, yang untuk njajan saat itu sekitar 15.000 sampai 25.000  per bulan, dapat dikatakan cukup, kalau jajan perharinya sekiat 500 rupiah.  Kalaupun ketika njanan uangnya kurang, para santri tidak akan kebingungan. Karena biasanya para santri menulis dibuku catatan yang di sediakan pemilim warung, alias nyatat utang sendiri. Hal ini sudah menjadi hukum yang lumrah, dikalangan santri di akhir bulan.

Kalau dipikirkan, makanan santri di era 80 an dan santri sekarang, dari segi jumlah dan jenisnya sangat jauh sekali. Dulu jumlah makananya dapat dihitung jari. Beda dengan jaman sekarang kalau dihitung pakai  jari tangan  dan kaki sepertinya masih kurang. Apalagi jenis makanan yang dijajakan, sepertinya naik 200 persen lebih.

Dari sekelumit kuliner di era 80 an, saat mondok dulu dan era sekarang, eranya para anak-anak kita, yang nyantri juga. Apakah masih terbesit tuk bernostalgia terhadap kuliner era santri dulu. Kalau Aku Yes. Mungkin anda Yea juga.

Semoga kita masih diberi kenikmatan untuk merasakan makanan ala masa santri, sebagai obat  kerinduan, diacara khaul tahunan di pondok.

Aamiin.

(lukmanbbs KBC-29)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun