Dalam tulisan ini, aku hanya ingin cerita dari salah satu santri "Qiroati" yang ikut ngaji di rumah. Rasanya ingin marah kalau melihat prilakunya, namun karana rasa ingin mengajar Al-Quran, kepada para tetanggku. Sekuat mungkin aku harus tetap tersenyum, kepada semua yang Allah ciptakan. Termasuk kepada santri kecilku yang dapat dikatakan anak hiperaktif.
Santri kecil yang ngaji di rumahku, setelah  sholat magrib, memang jumlah hanya puluhan. Namun bagi aku sangat bahagia. Mungkin dari ngajar ngaji inilah, kata ibu mertuaku, dapat menjadi jalan keberkahan rizki yang Allah berikan.
Ada beberap prilaku santri kecilku yang cerdas namun sering memulai keributan di teman-teman yang ngaji saat itu.
Saat ngaji, satri kecilku dapat dikatakan memiliki suara yang baik, dan mampu mengucapkan huruf hijaiyah dengan baik, benar dan lancar. Namun tidak bisa diam dan istiqomah dalam duduknya. Tangan sering mengaruk-garuk semua tubuhnya, mulai dari kaki, sampai kerambut.
Kemauanya untuk ngaji pertama sangat kuat, namun ketika disuruh menunggu sebentar, Â untuk anak-anak yang lebih kecil, ngaji lebih dulu. ia meninggalkan tempat ngaji dan jalan-jalan keluar.Â
Padahal aku bilang "nderes" dulu, biar membacanya lancar. Namanya anak tetap saja, kurang memperhatikan peringatan. Ia tetap saja menikmati dunia ide dan  prilakunya.
Ketengan saat ngaji, masih sulit dikendalikan. Walaupun kadangkala orang tuanya menungguin anaknya ngaji. Ia rela meninggalkan usaha "Mie Ayamnya" sebentar, untuk menemani ngaji anaknya.
Yang kadang membuat aku senyum sendiri, pada santri kecilku. Ketika membaca ayat yang panjang dan tidak boleh berhenti. Ia sangat luar biasa, mampu membaca dengan suara keras dan menyelesaikan dengan baik. Walaupun napasnya ngos-ngosan.
Kebiasaan kalau bicara suaranya keras, ia pun sama ketika ngaji. Â Suaranya keras pula. Walaupun kadang saat ngaji, masih suka ikut ngomentari anak yang sedang ngaji sebelahnya.
Sikap menentang sama teman yang ngaji, ia sering lakukan. Walaupun dapat dikatakan anaknya kecil, tetapi dengan siapa saja, bahkan yang lebih besarpun dengan dia. Ia tidak pernah takut apalagi mau mengalah.
Kadang yang membuat aku kasihan,  saat melihat  sakit di kakinya tidak sembuh-sembuh. Bagaimana mau sembuh, dalam hati kecilku. Bekas lukanya selalu digaruk-garuk terus. bahkan saat ngaji pernah lukanya berdarah lagi, karena ketika ngaji tanganya tidak berhenti menggatuk-garuk kakinya yang  hampir sembuh.
Sikap destruktif, tanpa tujuan, tidak sabar dan sering membuat usil, pada santri kecilku. Tentu menjadi tantangan tersendiri bagi aku. Dan mungkin dapat dijadikan eksperimen kecil buat aku, untuk mengantarkan santri kecilku untuk khatam Al-Qur'an. Amin. Mohon doanya saja, yang membaca tulisan ini.
(lukmanbbs-KBC 29)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H