Mohon tunggu...
Lukman Awalludin
Lukman Awalludin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa instansi UNIKOM

Nama saya Lukman Awalludin, saya lahir di Bandung pada 22 Juli 2004. Sebagai anak tunggal, saya tumbuh dengan nilai-nilai tanggung jawab dan kemandirian yang tinggi, yang sangat membantu dalam perjalanan akademik dan organisasi saya. Saat ini, saya sedang menempuh pendidikan di Universitas Komputer Indonesia, program studi Ilmu Komunikasi. Saya memilih jurusan ini karena keinginan saya untuk melanjutkan pendidikan yang telah saya tempuh saat SMK, yaitu jurusan Multimedia. Ilmu komunikasi memberi saya peluang untuk mengembangkan keterampilan yang relevan dengan latar belakang multimedia saya, terutama dalam hal menyampaikan pesan yang efektif melalui berbagai platform.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Banjir Tahunan Cibaduyut: Warga dan Pedagang Merana

26 November 2024   19:58 Diperbarui: 26 November 2024   20:03 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap musim hujan tiba, banjir menjadi tamu tak diundang yang melumpuhkan kawasan Cibaduyut, salah satu sentra industri sepatu terkemuka di Bandung. Bukan hanya mengganggu aktivitas warga, genangan air yang tak kunjung surut ini memukul perekonomian pedagang, memperburuk kondisi fasilitas umum, dan menciptakan kemacetan panjang di jalan utama Cibaduyut.

Saat hujan deras mengguyur pada akhir pekan lalu, air kembali meluap hingga merendam ruas jalan utama Cibaduyut. Para pengendara motor dan mobil terpaksa melambatkan laju kendaraan mereka, sementara warga yang menggunakan angkutan umum harus berjibaku dengan genangan air setinggi betis orang dewasa. Kondisi ini semakin diperparah dengan sampah-sampah yang terbawa arus banjir, menciptakan pemandangan yang memilukan dan tidak sehat.

Di tengah kekacauan ini, J, salah satu pemilik toko sepatu yang sudah berjualan di kawasan tersebut selama lebih dari 10 tahun, mengungkapkan keprihatinannya. "Setiap tahun sama saja. Banjir ini selalu datang, dan saya benar-benar sudah muak. Toko saya jadi korban terus-menerus," keluhnya saat ditemui di tokonya yang masih basah akibat banjir sehari sebelumnya.

J menceritakan bagaimana banjir telah merusak sejumlah fasilitas tokonya. "Meja display sepatu jadi lapuk karena air terus naik sampai ke dalam. Belum lagi sampah dan lumpur yang terbawa masuk. Setiap banjir datang, saya dan karyawan harus kerja ekstra bersih-bersih toko. Barang dagangan juga kadang rusak kena air," ungkapnya dengan nada kesal.

Kerugian yang dialami J tidak hanya soal materi. Ia juga merasa kehilangan pelanggan setiap kali banjir melanda. "Kalau air sudah mulai naik, siapa yang mau belanja ke sini? Jalanan macet parah, pelanggan pasti malas datang. Padahal, bulan ini biasanya ramai karena banyak pesanan sepatu untuk tahun baru," tuturnya.

J bukan satu-satunya yang merasakan dampak buruk banjir. Sejumlah pedagang lainnya di Cibaduyut menghadapi masalah serupa. Fasilitas umum seperti trotoar dan saluran air yang tersumbat sampah menambah parah situasi, membuat warga dan pedagang hanya bisa mengeluh tanpa solusi yang jelas.

Banjir yang merendam jalan utama Cibaduyut juga menciptakan kemacetan panjang. Pengendara motor, mobil, dan angkutan umum harus memperlambat kendaraan mereka atau bahkan mencari jalan alternatif. Namun, opsi jalan alternatif yang terbatas membuat situasi semakin rumit.

Salah satu pengendara, Rafly, mengatakan bahwa ia terjebak kemacetan selama lebih dari satu jam ketika hendak menuju rumahnya  di Cibaduyut. "Padahal jarak tempuhnya cuma lima kilometer. Tapi karena banjir, semua kendaraan menumpuk di jalan utama. Sangat melelahkan," katanya.

pribadi
pribadi

Mengapa Banjir Selalu Terjadi?

Fenomena banjir di Cibaduyut bukanlah hal baru. Warga menyebutkan bahwa buruknya sistem drainase menjadi salah satu penyebab utama. Saluran air yang sempit dan tidak terawat sering kali tersumbat oleh sampah, sehingga tidak mampu menampung debit air yang tinggi saat hujan deras turun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun