Mohon tunggu...
Lukmanul Hakim
Lukmanul Hakim Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis salah satu usaha untuk mengikat ilmu. Aktifitas saya sebagai jurnalis warga menjadikan selalu untuk menulis berita. Begitu juga sebagai kontributor TVMU untuk wilayah Brebes, mesti menulis Naskah narasi berita. Jadi Menulislah...menulis...dan menulis...Salam Literasi

Kontributor TVMu untuk Kabupaten Brebes

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pentingnya Literasi Politik dalam Menghadapi Pemilu 2024

30 Mei 2023   10:01 Diperbarui: 30 Mei 2023   10:08 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertarungan pemikiran di media sosial tidak terbendung,apalagi jelang Pemilu 2024 makin banyak informasi yang dibagikan tanpa disaring terlebih dahulu. Yang penting membuat emosi, marah dan kalimatnya melukai suku, agama, ras tertentu, langsung dibagikan, pdahal belum tentu sumber informasinya benar.

Kontestasi politik semakin terasa gaungnya, perang argumen seringkali membuat hilang akal dan lupa bahwa manusia memilik daya cipta rasa karsa. Ini fakta, tidak sedikit orang yang berpendidikan, namun tidak cerdas saat membagikan informasi. Literasi politik yang kurang dan pemahaman terhadap kecanggihan teknologi seakan menjadi penyebab maraknya info hoaks.

Dilansir dari media Kominfo, Hoaks merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya atau juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.

Dari hasil pengamatan penulis, hoaks dibangun dari berbagai media baik tulisan, foto, bahkan video. Tentu masyarakat harus jeli menyikapinya. jangan sampai hoaks menjadi "makanan setiap hari" masuk ke dalam jaring - jaring media sosial.

Perkembangan Hoaks dari masa ke masa

Pada tahun 2004, pesan berantai pemilu Hoaks sebetulnya sudah ada informasi yang dibangun untuk menjatuhkan salah satu calon presiden dalam Pemilu. Saat itu capres Soesilo Bambang Yudiyono dikabarkan didukung oleh para pendeta dan ada agenda menghancurkan umat Islam, tentu saja bagi masyarakat muslim yang tidak memfliternya langsung percaya begitu saja.


Penyebaran hoaks pemilu saat itu menggunakan lembaran kertas fotokopian dan secara intens dibagikan kepada masyarakat. Seiring berkembangnya zaman, pada tahun 2009, hoaks tulisan dibagikan melalui media short message sevice (SMS).
 

Pemilu 2014 bertambah melalui media sosial facebook, twitter dan instagram. Selain itu media buletin yang disebar ke masyarakat sempat trending dari Obor Rakyat dengan judul Capres boneka dan memunculkan isu agama bagi caleg yang menganut agama tertentu.

Tahun 2014 tidak dipungkiri ada yang diuntungkan atau dirugikan dengan derasnya arus informasi yang tersebar di masyarakat. Kemudahan akses internet bagi masyarakat menjadi salah satu kendala dalam menyaring informasi yang akurat dan benar.

Alasan yang mempengaruhi publik percaya terhadap sumber informasi yang belum tentu kebenarannya, diantaranya :

- Penyebaran informasi yang terus dilakukan secara masif berulang - ulang, maka akan dinilai menjadi sebuah kebenaran.

-  Hal ini juga karena rendahnya literasi digital bagi masarakat dalam memperoleh informasi tanpa mengecek sumbernya terlebih dahulu atau melakukan verifikasi.

- Unsur psikologis karena adanya persamaa ideologis juga menjadi penyebab masyarakat langsung percaya begitu saja. Hoaks yang dibangun seringkali dibagikan oleh tokoh tertentu yang satu frekuensi, sehingga tidak mau cek ricek lagi kebenarannya.

- Informasi hoaks yang menyentil agama lebih manjur cepat menggugah emosi dan menggerakkan masyarakat untuk meneruskan informasi tersebut secara estafet.

Tahun 2019 lebih merambah lagi penyebaran informasi hoaks melalui media sosial, netizen bertambah banyak. Whatsapp sudah menjadi pilihan utama menjadi komunikasi dan interaksi. Dari total populasi penduduk yang mencapai 268,2 juta tercatat ada 355,5 juta pelanggan seluler. Pada tahun 2019, masyarakat Indonesia yang sudah menggunakan internet menyentuh angka 150 juta. Dari angka tersebut, semuanya aktif di media sosial.

Cebong dan kampret menjadi sebuah icon perdebatan dua kubu pendukung calon presiden Jokowi dan Prabowo. Cebong untuk sebutan pendukung Jokowi dan kampret untuk sebutan pendukung Prabowo. Sumber informasi hoaks pun diproduksi dari dua kubu tersebut. Keduanya memiliki informasi hoaks yang saling menjatuhkan dan dibagikan melalui media sosial. Kementerian Komunikasi dan Informatika merilis info hoaks yang disebar dari bulan Agustus 2018 sampai 30 September 2019 terdapat 3.356 hoaks.

Maraknya penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian dapat merusak karakter bahkan memecah belah bangsa. Oleh karena itu, sangat penting bagi peneliti dan tokoh masyarakat untuk memberikan penyuluhan dan pelatihan literasi media di era digital (literasi digital).

Peran semua pihak sangat penting untuk bersama-sama mengedukasi masyarakat agar tidak mudah terbawa arus penyebaran informasi hoaks. Literasi dan pemahaman politik perlu disampaikan agar mereka tidak terlalu berlebihan menyikapi Pemilu dan berdampak perpecahan dan permusuhan antar warga yang berbeda pilihan. Kita harus cerdas dan bijak menyikapi media dan mampu menyaring sumber informasi sebelum dibagikan (sharing). Semoga Pemilu 2024 mampu menghasilkan pemimpin yang visioner dan memajukan negara serta mensejahterakan masyarakat ke arah yang lebih baik.

Pemilu sudah dekat

KPU, Bawaslu dan DKPP telah bersepakat.

Pemilu serentak akan diselenggarakan pada 2024

Dari Proses demokrasi yang hebat

Akan membawa hasil yang bermartabat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun