Keesokan harinya pun, bertemu dengan salah satu saudara anak yang penulis pukul, langsung mendapat ancaman lagi," Awas..Kalau kamu ulangi lagi, Kamu Remuk...," ujarnya. Sehingga, penulis takut melewati jalur rumah tersebut, akhirnya setiap hari harus melewati jalur memutar untuk berangkat sekolah dan ngaji malamnya.
Saat itu juga, penulis menjadi pribadi pendiam dan selalu diliputi ketakutan saat bergaul dengan orang lain. Di sekolah pun lambat laun, penulis kembali mengalami pembullyan, kali ini tidak fisik, hanya guyon atau gasak-gasakan. Tapi penulis punya langganan dua orang juga yang selalu menjadi pelampiasan pembullyan.
Jadi, kisah nyata ini menjadi bukti bahwa korban bully cenderung menjadi pembully, meski tidak semuanya dan kisah ini  juga untuk tidak dicontoh.Â
Semoga bisa diambil ibroh atau pelajarannya.