Tidak demikian halnya dengan seks bagi manusia yang tinggal di Oceania. Mereka kerap dijejalkan slogan bombastis soal heroiknya Bung Besar. Keberhasilan semu hasil olah kerja Kementerian Kebenaran. Menyantap informasi racun berupa propaganda, framing, false flag dan fabrikasi dusta. Dan pada akhirnya, ketika memang tubuh manusia haus akan hubungan biologis, itu semata dilakukan dengan berkobarnya amarah, katarsis dari uap panas berbentuk emosi yang tertahan.Â
Winston ketika berhubungan dengan istri selalu mengatakan "kewajiban partai". Sebaliknya jika dilakukan bersama kekasihnya, Julia. Mereka berdua bagaikan kuda liar yang lepas dari kandangnya. Orwell menggambarkan dengan sempurna, "...Pelukan mereka adalah pertarungan. Klimaksnya adalah kemenangan. Persenggamaan itu adalah sebuah pukulan telak kepada Partai. Persenggamaan itu adalah sebuah aksi politis."
6.Cyber Patrol Cikal Bakal "Polisi Pikiran?"
Beberapa waktu yang lalu, negeri ini mengadopsi skema Orwellian secara kasat mata. Sebabnya adalah, dibentuknya polisi siber yang bukan hanya mampu menegur kita lewat pesan pribadi namun juga mampu tetiba mengetuk pintu rumah warganet. Tentu saja hal seperti ini adalah hal yang menyeramkan. Betapa ikut campurnya "negara" dalam ruang diskusi publik dirasa sudah tidak sehat lagi.Â
Sebagai misal, adanya rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar. Tentu hal seperti ini akan mendapat respon bermacam-macam dari publik. Yang tidak paham akan berkomentar seadanya saja. Yang doyan menghujat karena hidupnya murung menemukan oase-nya. Nah bagi yang paham dan mengerti pasti akan menjawab rencana kenaikan tadi dengan data dan fakta yang validitasnya dapat teruji.Â
Di titik inilah "polisi siber" alias polisi pikiran akan bekerja secara maksimal. Pertama tentu akan mapping personal akun tadi. Setelahnya, dicoba untuk berinteraksi seraya coba "meluruskan" pikiran beda tersebut. Sewaktu dirasa gak mempan juga. Maka mulailah dipakai cara-cara purba atau main kayu. Banyak kok contohnya. Kan aneh, dari 7,5 miliar manusia di dunia ini, sidik jarinya saja tidak ada yang sama. Apalagi pikiran?Â
Sebagai penutup, novel ini berulang kali dibaca justru semakin seru. Dan menemukan kebetulan-kebetulan yang sesuai dengan keadaan sekarang. Dimana, penguasa bukan lagi berkhidmat pada rakyatnya. Mereka kini bersimpuh takzim pada tauke yang meminjamkan modal saat mulai ikut kontestasi dulu.Â
Franklin D Roosevelt pernah berkata, dalam politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, anda dapat bertaruh hal itu pasti direncanakan. Sekian. (***)
Oleh : Lukman Hakim | wartawanÂ
Tinggal di Bumi Allah SWT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H