Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... Jurnalis - wartawan

Menulis adalah bekerja untuk keabadian - P.A.Toer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bukan Penjajahnya yang Kuat, tapi Negeri Ini Dirusak oleh Pengkhianat (Recycle)

7 April 2023   23:28 Diperbarui: 7 April 2023   23:33 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Remaja itu terus menscroll timeline twitter-nya seraya menyeruput segelas ice moccacino yang barusan saja dipesan oleh dia. Ruangan itu tak terlalu besar kiranya, namun nyaman dengan furniture empuk dan seperangkat sound quality lumayan enak, untuk mendengarkan lantunan suara chandelier dari kerongkongan SIA.

"Wah gila ya, masa 'si gabener Anies' malah dapat prestasi terus sih?" kata remaja yang memegang hape besutan Samsung S9+ tersebut. " Ah..elo udah kena framing ya, mao lo sama kayak buzzer-buzzer yang selalu diskreditkan dia?" timpal remaja satunya lagi yang terlihat lebih kalem, seraya menunjukkan bantahan isu hoax buzzeRp di layar iPhone 12 Pro miliknya.

Percakapan ini terus saja bersahutan dan bisa diduga akan berujung pada perdebatan tanpa kusir. Baca judul, kemudian kena framing berita mainstream, dilanjutkan dengan persepsi yang terkontaminasi, tentu akan menimbulkan residu nalar yang bisa dinyatakan sesat.

Hal-hal remeh seperti tadi, belakangan ini sudah menjalar bagaikan lumut di dinding porselen kamar mandi rumah tua. Mengoyak persepsi sehat publik. Mencacah pikiran belia pengguna medsos. Yang ditebarkan oleh para penyembur kebohongan atau buzzer.

Belum lama, di era mantan gubernur warisan yang menjadi narapidana, Basuki Tjahaja Purnama atau kerap disapa Ahok. Pertempuran sengit antara netizen muslim dengan buzzer berbayar makin menguatkan sinyalemen penulis. Bahwa yang merusak dan memporak- porandakan bangunan persatuan dan kesatuan, justru dari mereka yang terus saja memekik sebagai paling pancasila, paling NKRI namun hal demikian cuma finish di bacot mereka, tapi tergagap- gagap melihat agresi geopolitik tiongkok melalui program jebakan hutang. 

Atau sederhananya seperti ini, pola mereka selalu template murahan. Dibuat oleh konseptor tolol bin dungu. Yang diserang selalu saja : Anies-Islam-Ulama. Sementara jempol mereka auto kaku, ketika kasus KORUPSI menggila, KENAIKAN harga bbm-listrik-sembako menggila, skandal di pemerintahan terang benderang menghina nalar publik makin memuncaki klasmen obrolan warung kopi. 

Belum lagi saat mereka coba mempolitisasi ayat suci Al Quran atau bendera tauhid milik umat islam, demi pembenaran pada majikan mereka, kadang netizen justru mendapatkan sedikit dagelan. Karena, apa yang mereka coba bingkai sebagai pembentukan opini, justru berbalik arah bagai bumerang, membidik mereka sendiri. Sampai terkadang mereka menghapus sendiri tweet mereka.

Adagium penulis bisa dibuktikan, saat mereka-mereka tadi diundang sebagai narasumber dalam momen ILC atau Indonesia Lawyer Club. Yang dalam acara live di televisi tersebut, pemirsa banyak disajikan ketololan super dan dangkalnya narasi milik mereka. Begitu garang di timeline, eh mendadak dungu akut saat diajak ke arena intelektual. Bodoh tak bertepi.

Kemudian sebagai flashback sejarah, saya akan sedikit menceritakan soal kisah buram barisan pengkhianat pribumi yang dulu dikenal sebagai Kompi V Andjing NICA. Dimana dalam kurun waktu sejak dibacakannya teks proklamasi oleh Bapak Bangsa, Soekarno-Hatta mereka barisan pengkhianat yang terbiasa hidup nikmat dalam comfortable zone akibat menjilat. Menjadi terancam dengan atmosfer merdeka yang dimiliki oleh bangsa ini. Oleh sebab itu, justru mereka hendak melanggengkan penjajahan. Karena privilese yang mereka dapatkan dari hidup menjilat penjajah. Walau harus membunuhi saudaranya sendiri, sesama pribumi.

Selanjutnya sebagai bekal informasi, Kompi V Andjing Nica sendiri terdiri dari berbagai kesatuan laskar pejuang yang berisikan putra-putra asli pribumi. Sejarah mencatat, dalam aksinya mereka begitu biadab, tega dan sangat keterlaluan terhadap laskar pejuang lain yang sedang berusaha sekuat tenaga mempertahankan kemerdekaan bangsa yang baru saja didapatkan.

Hanya karena uang dan jabatan, mereka memporak-porandakan jiwa pejuang lain, mereka "bunuh" saudaranya dengan iming-iming kenyangnya perut, gaji beberapa keping gulden, dengan taruhan kepala pribumi lainnya. Tega.

Adalah Kapten KNIL, J.C. Pasqua pada 2 Desember 1949, yang membentuk satuan laknat ini sebagai penyambung tali penjajahan yang diputus oleh Teks Proklamasi tadi. Dan berbekal mental budak, senapan serta peluru, maka mereka sah dicatat oleh sejarah sebagai pengkhianat. Satu persatu mereka menuliskan dalam guratan sejarah sebagai tokoh betrayer kampungan demi kampung tengah. Sampai akhirnya dihentikan oleh diplomasi Konferensi Meja Bundar di Belanda pada 1949.

Nah pembaca, apakah keturunan pengkhianat tadi ikut musnah? Melihat fakta menjamurnya buzzeRp,  rasa-rasanya belum musnah. Karena banyak fakta menyebutkan. Ada korelasi menarik antara sikap berkhianat pada masa penjajahan dulu dengan sikap berkhianat pada Jaman Now. Dimana di era sekarang, dapat disebutkan pertempuran justru terjadi dalam Ghazwul Fikri (perang opini).

Lihat saja dalam ranah sosmed, ataupun isu kebijakan publik akhir-akhir ini. Banyak warganet cerdas dapat menyimpulkan sendiri. Mana penjilat, mana pengkhianat dan mana perusak persatuan dan kesatuan bangsa. Alih-alih menaikkan elektabilitas junjungannya, justru mereka makin menguatkan api perlawanan kubu oposisi. Tanpa sadar, barisan pengkhianat tadi membeberkan dosa-dosa majikan melalui informasi hoax bin dusta.

Herannya lagi, justru didiamkan oleh penguasa. Bahkan ada terkesan pembiaran.

Sebut saja soal pembahasan RUU kontroversial HIP dan Omnibus Law  kemarin, betapa gerombolan dungu bin najong tadi mendadak amnesia. Mereka berpura-pura mati suri. Sepi dinding sosmed mereka dari narasi pembahasan secara ilmiah argumentatif. Otak mereka/buzzeRp tak nyampai, jempol mereka dijerat bohir dengan transferan rekening perbulan.

Akhirnya, mereka tidak bicara soal itu, karena tidak sesuai dengan kemauan bohir yang mencucuk hidung mereka. Mereka akan selalu cari celah, bagaimana cuitan mereka bisa memprovokasi publik hingga jadi eskalasi dan finalisasi berupa kerusuhan yang tidak perlu. Dan tahap selanjutnya adalah, ketika aparat siber kepolisian sibuk memburu akun yang dinilai jadi pemicu, dengan entengnya mereka akan menuduh netizen muslim yang sebenarnya justru melakukan konter narasi pada cuitan mereka. Pembalikkan opini dengan menyepin narasi. Khas neopekai.

Sampai kapan anak bangsa selalu diadu-adu laksana domba aduan? Kok ya pihak berwenang tidak mampu melihat kronologis peristiwa. Dalam masalah kerusuhan papua misalnya. Diawali oleh berita diduga tendensius milik CNN, kemudian digoreng oleh permadi arya, diviralkan oleh teman sejenisnya seperti romlah, deny, eko kunthadi, yusuf dum2 dan lainnya. Hingga sekali cuitan jika digabung ada sekitar 5k yang meretweet. Ini jelas bahaya. Narasi pesanan sliweran di benak pengguna sosmed.

Karena, tingkat intelektualitas masing-masing warganet tentunya dalam tahap yang berbeda. Ketika narasi berkonten diduga hoax oleh gerombolan kadal tiongkok tadi memenuhi linimasa, setidaknya ada juga yang terpengaruh dan ikutan berkomentar. Dan berpotensi diciduk.

Jadi menurut hemat saya sebagai penulis, bukan penjajahnya yang kuat. Namun banyaknya pribumi pengkhianat yang berbahaya.

Mereka hidup dari kubangan penderitaan sesama pribumi. Emang gue pikirin? Imbuh hati kotor mereka. Mau hoax apa bukan yang penting nyaman, sahut syahwat rakus ala hedonis. Dangkal.

Akhirul kata, saya hanya coba mengingatkan pada para gerombolan kadal tiongkok di sosial media. Berhentilah kalian atas fabrikasi kebohongan. Katakanlah yang benar walau itu pahit. Karena, otak dan hati kalian saat ini belumlah sadar. Bahwa jejak rangkaian kata kalian, kelak akan dicatat sejarah sebagai barisan antek pengkhianat. Sekian.

Oleh : LH - Penulis | Tinggal di Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun