Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... Jurnalis - wartawan

Menulis adalah bekerja untuk keabadian - P.A.Toer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bukan Penjajahnya yang Kuat, tapi Negeri Ini Dirusak oleh Pengkhianat (Recycle)

7 April 2023   23:28 Diperbarui: 7 April 2023   23:33 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nah pembaca, apakah keturunan pengkhianat tadi ikut musnah? Melihat fakta menjamurnya buzzeRp,  rasa-rasanya belum musnah. Karena banyak fakta menyebutkan. Ada korelasi menarik antara sikap berkhianat pada masa penjajahan dulu dengan sikap berkhianat pada Jaman Now. Dimana di era sekarang, dapat disebutkan pertempuran justru terjadi dalam Ghazwul Fikri (perang opini).

Lihat saja dalam ranah sosmed, ataupun isu kebijakan publik akhir-akhir ini. Banyak warganet cerdas dapat menyimpulkan sendiri. Mana penjilat, mana pengkhianat dan mana perusak persatuan dan kesatuan bangsa. Alih-alih menaikkan elektabilitas junjungannya, justru mereka makin menguatkan api perlawanan kubu oposisi. Tanpa sadar, barisan pengkhianat tadi membeberkan dosa-dosa majikan melalui informasi hoax bin dusta.

Herannya lagi, justru didiamkan oleh penguasa. Bahkan ada terkesan pembiaran.

Sebut saja soal pembahasan RUU kontroversial HIP dan Omnibus Law  kemarin, betapa gerombolan dungu bin najong tadi mendadak amnesia. Mereka berpura-pura mati suri. Sepi dinding sosmed mereka dari narasi pembahasan secara ilmiah argumentatif. Otak mereka/buzzeRp tak nyampai, jempol mereka dijerat bohir dengan transferan rekening perbulan.

Akhirnya, mereka tidak bicara soal itu, karena tidak sesuai dengan kemauan bohir yang mencucuk hidung mereka. Mereka akan selalu cari celah, bagaimana cuitan mereka bisa memprovokasi publik hingga jadi eskalasi dan finalisasi berupa kerusuhan yang tidak perlu. Dan tahap selanjutnya adalah, ketika aparat siber kepolisian sibuk memburu akun yang dinilai jadi pemicu, dengan entengnya mereka akan menuduh netizen muslim yang sebenarnya justru melakukan konter narasi pada cuitan mereka. Pembalikkan opini dengan menyepin narasi. Khas neopekai.

Sampai kapan anak bangsa selalu diadu-adu laksana domba aduan? Kok ya pihak berwenang tidak mampu melihat kronologis peristiwa. Dalam masalah kerusuhan papua misalnya. Diawali oleh berita diduga tendensius milik CNN, kemudian digoreng oleh permadi arya, diviralkan oleh teman sejenisnya seperti romlah, deny, eko kunthadi, yusuf dum2 dan lainnya. Hingga sekali cuitan jika digabung ada sekitar 5k yang meretweet. Ini jelas bahaya. Narasi pesanan sliweran di benak pengguna sosmed.

Karena, tingkat intelektualitas masing-masing warganet tentunya dalam tahap yang berbeda. Ketika narasi berkonten diduga hoax oleh gerombolan kadal tiongkok tadi memenuhi linimasa, setidaknya ada juga yang terpengaruh dan ikutan berkomentar. Dan berpotensi diciduk.

Jadi menurut hemat saya sebagai penulis, bukan penjajahnya yang kuat. Namun banyaknya pribumi pengkhianat yang berbahaya.

Mereka hidup dari kubangan penderitaan sesama pribumi. Emang gue pikirin? Imbuh hati kotor mereka. Mau hoax apa bukan yang penting nyaman, sahut syahwat rakus ala hedonis. Dangkal.

Akhirul kata, saya hanya coba mengingatkan pada para gerombolan kadal tiongkok di sosial media. Berhentilah kalian atas fabrikasi kebohongan. Katakanlah yang benar walau itu pahit. Karena, otak dan hati kalian saat ini belumlah sadar. Bahwa jejak rangkaian kata kalian, kelak akan dicatat sejarah sebagai barisan antek pengkhianat. Sekian.

Oleh : LH - Penulis | Tinggal di Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun