Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... Jurnalis - wartawan

Menulis adalah bekerja untuk keabadian - P.A.Toer

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Begini Cara Mafia Tanah Mengakali Aturan

28 Januari 2023   13:42 Diperbarui: 3 Februari 2023   21:13 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Cuma kita gak mau nelanjangi pak kades bai, tanya kek die pernah dag ketemu kek bos?" Ada saksi waktu saya menyerahkan uang ratusan juta untuk fee dari seluruh transaksi lahan di Mendo. Kami bertemu di kantor desa, tapi sampai saat ini surat belum keluar," ungkap Az Abd, kuasa lapangan.

Dalam investigasi di medio Februari sampai April 2019 tersebut. Media mengendus adanya dugaan pihak makelar melakukan tipuan sederhana dengan mengundang warga yang memiliki lahan di koordinat yang sama yang dibidik investor untuk menjualnya dengan harga berlipat kali lebih tinggi dari harga njop yang ada. Namun faktanya, tentu pihak makelar tidak mau kelebihan angka harga lahan warga yang berhasil di kerek tinggi tadi, jatuh ke dompet warga. Mereka putar otak dengan berbagai muslihat. Salah satunya dengan menarik warga yang sedang kesulitan ekonomi jadi pelaku praktek mafia lahan. 

Modusnya dengan membawa KK dan e-ktp warga siluman tersebut didaftarkan sebagai bagian dari warga yang punya lahan. Dengan pola seperti ini, nilai investasi pihak pemodal akan tersedot habis ke kantong makelar. Di sisi lain, luasan lahan yang diinginkan investor justru tidak bertambah. Karena, satu lahan bisa diklaim oleh dua sampai empat KK dan e-ktp yang berlainan. Bulan berikutnya analisa seperti ini terbukti. Kekacauan demi kekacuan menjurus kearah friksi sosial terjadi di desa yang dulunya adem tentram tenang dan sunyi. Paman dengan ponakan akhirnya bersitegang, sepupu dengan sepupu yang lain baku teriak di tengah jalan desa akibat aksi tipu-tipu para bandit makelar lokal yang haus dengan uang haram. 

Ujungnya pihak kepolisian, Pemda Bangka, BPN kab Bangka, dan kecamatan turun tangan menengahi situasi panas di tahun politik tersebut. Setelah mendapat arahan pusat, akhirnya dilakukanlah moratorium antara tiga pihak : investor A - Investor B - dan warga desa. Sampai saat jni, moratorium tadi masih berlangsung, entah sampai kapan. Namun yang pasti, banyak lahan desa yang akhirnya berpindah kepemilikan akibat rakusnya oknum warga setempat yang dilabeli dengan sebutan Makelar Tanah. 

Ada benang merah yang dapat ditarik dari kejadian di desa Mendo  Februari 2019 dengan desa Kotawaringin Januari 2023 sekarang. 

Pertama, pihak investor sebelumnya sudah punya data awal soal karakter warga desa pada umumnya. Dengan begitu, korporasi sangat tahu langkah awalnya seperti apa, saat menari diatas aturan negara harus bagaimana, ketika sudah masuk tahap finishing mesti apa. Bayangkan saja, -menurut sumber penulis- ada sekitar hampir 10 ribu hektare yang akhirnya ditulis di sertifikat dengan pemilik bernama asing. Investor pun seperti tak punya celah, dibilang merampas lahan warga. Toh buktinya mereka punya surat legal dari BPN disana. Disebut mengadu domba warga, nihil bukti mereka memprovokasi warga desa di lapangan. Dikatakan mereka merampas, faktanya ada sejumlah uang besar yang sudah ludes ditelan oleh jin tamak berjuluk makelar tanah. 

Kedua, ada pola yang tergambar jelas dari pergerakan mafia tanah di pesisir timur pulau Bangka. Mulai dari pra kondisi, cipta kondisi, sampai eksekusi hingga finishing investasi yang tentunya berakhir di tiap kantor BPN setempat. Dengan mengambil tenaga informan lokal, tentu mendapat dua keuntungan sekaligus. Selain aman dari infiltrasi pesaing, korporasi juga mendapatkan harga per hektare jauh dibawah pasaran. Tenaga informan yang kalau saja hidup di zaman kolonialisme mereka sering disebut sebagai anjing kompeni. Karena rela menjual nyawa saudara sebangsa serta tanah airnya. Setelah menguasai lini makelar dengan dipancing seonggok tulang berupa fee dari tiap hektare lahan yang dijual, mereka juga diberi pesan khusus berupa skenario politik belah bambu. Atau membuat polarisasi di tengah masyarakat. 

Dalam contoh kasus di desa Mendo Barat pada tahun 2019 yang lalu. Makelar tanah ini secara sengaja melakukan show off di segi life style mereka. Dari tadinya cuma punya motor butut dengan asap knalpot menyembur kencang, sekarang mereka tampil bak pria kekinian. Motor mengkilap dengan tahun keluaran terbaru, stelan modis berupa kaos bermerk dan jeans denim merk mentereng. Tak lupa parfum merk termahal mewangi sekujur tubuhnya. Dengan tampilan necis seperti itu, tentu membuat warga jadi terbelah. Yang mendukung investasi, akan mengamini pamer hasil jual lahan desa tadi. Yang menolak, akan bimbang berhari-hari, karena nafsu duniawi-nya mendorong- dorong dirinya untuk ikut serta menjual lahan desa.

Setelah momentumnya dinilai cukup. Barulah Capo kelompok tadi muncul di tengah-tengah warga bak seorang messiah penyelamat keadaan di desa yang sedang meruncing tersebut. Perangkat daerah setempat juga hadir seolah mengukuhkan betapa berkuasanya modal dalam struktur ekonomi kapitalistik. Saat peristiwa di pesisir timur Pulau Bangka (desa mendo) tadi, dalam catatan penulis ada dua korporasi yang berkompetisi merebut lahan disitu dari warga desa. Sebut saja PT. A dan PT. B. Keduanya pakai skema yang mirip. Jika A memakai aparat yang itu, yang B pakai yang ini. Kalau A langsung mencengkeram pucuk pimpinan kabupaten, B tak mau kalah melobi atasan petinggi kabupaten.

Alhasil, suasana desa mendo yang biasanya tenang, sepi lagi tenteram. Berubah jadi mencekam, saling curiga satu sama lain ada di kubu yang mana, seraya kehilangan lahan mereka warisan turun temurun. Kejadian mencekam sepanjang bulan Februari sampai dengan Maret 2019 tadi terekam dalam wawancara dengan salah seorang warga desa yang meminta agar namanya dirahasiakan karena sumber mengaku, dalam keluarga besarnya saja sudah terbelah jadi dua kubu. 

"Iya memang pagi ini ada mediasi pak, warga empat dusun akan bertemu dengan para terduga oknum makelar tanah. Dimediasi oleh pihak kepolisian (Polsek Mendo Barat). Dengan agenda, warga menuntut lahan desa dikembalikan pada peruntukannya. Tapi semalam, setelah berita di media bapak viral, saya mendapatkan tekanan secara lisan dari salah satu makelar tanah pak," kata warga lewat sambungan telepon yang diterima oleh redaksi, Senin pagi 11/02/2019. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun