Gestur Gibran Rakabuming Raka saat bertemu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada Kamis (11/8/2017) di Istana Negara, Jakarta, menjadi perbincangan banyak pihak. Orang awam melihat Gibran tampak seperti sosok yang angkuh saat konferensi pers dengan AHY. (Sumber: Liputan6).
Dalam pertemuan tersebut, warganet menyoroti gestur tubuh Gibran Rakabuming. Sebagian menilai bahwa cara duduknya mencerminkan kepribadian angkuh. Dimana dalam foto yang beredar Ia meletakkan kedua tangannya di atas pahanya.Â
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa segala sesuatu dalam diri seseorang bisa dinilai dari sudut pandang perkataan, perbuatan maupun gerak-gerik atau bahasa tubuh.Â
Sebagai contoh, mata melotot bisa dinilai sebagai ekspresi marah ataupun kaget. Selain itu menggaruk kepala tanda seseorang kebingungan atau sedang berpikir. Sehingga tidak bisa abai dalam hal mengelola gestur tubuh saat berhadapan dengan orang-orang. Apalagi sebagai seseorang publik figur. Ia mesti hati-hati.
Sedangkan menurut pakar deteksi kebohongan Handoko Gani, tangan yang diletakkan di atas paha seperti yang Gibran lakukan bukan tanda angkuh, melainkan dia tidak tahu teknik body language untuk public speaking. Berikut ini pernyataan pengamat tersebut saat diwawancarai oleh media liputan6.
"Gibran sebetulnya tidak belajar atau tidak mengikuti kaidah body language. Gibran tuh cuma punya dasar gerakan (saat konferensi pers) melipat tangan dan satu lagi tangan di atas paha. Itu gerakan orang enggak nyaman, enggak bisa teknik body language saat public speaking," kata Handoko saat dihubungi Health-Liputan6.com pada Jumat (11/8/2017).
Dalam konteks Pilwalkot Solo, Gibran Rakabuming adalah salah seorang yang akan bertarung dalam Pilkada mendatang. Tentu ini menjadi salah satu ujian penting baginya bagaimana mengelola bahasa tubuh saat sekarang ini.Â
Konstituen memiliki karakter berbeda-beda, boleh jadi bahasa tubuh seorang kandidat menjadi bahan pertimbangan dalam memilih. Maka olehnya itu, tidak hanya Gibran Rakabuming dituntut untuk mempelajari teknik body language saat public speaking tapi juga kandidat hingga pejabat sekalipun.
Mengingat bahwa masyarakat kita sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, dan gerak-gerik tubuh menjadi sasaran penilaian baik buruknya seseorang. Jika saja ada bahasa tubuh yang salah, maka akan menjadi bumerang bagi kandidat itu sendiri.Â
Sebagai contoh Gubernur DKI Jakarta, politik santun yang diejawantahkan dalam tutur kata dan perbuatannya menjadi salah satu modal kuat dalam memenangkan Pilgub DKI Jakarta pada beberapa tahun lalu.Â