PSI: Saatnya Bergerak Tolak Politik Dinasti yang Membunuh Demokrasi!
Pada Selasa (23/6/2015) detikNews menulis judul berita seperti di atas. Pandangan Sekjen PSI tentang politik dinasti saat itu sangat menohok. Kelompok yang menurutnya mempraktekkan politik dinasti dinilai membunuh demokrasi.Â
Inti negara demokrasi menurutnya memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat dari latar belakang apa pun, apakah dia dari kalangan elite atau rakyat biasa supaya bisa berpartisipasi baik sebagai pemilih maupun orang yang dipilih.
Pernyataan di atas sangat tepat. Artinya setiap orang memiliki hak sama dalam politik. Tidak boleh diperlakukan secara diskriminatif. Sedangkan dalam politik dinasti, acap kali menjadi diskursus yang mengancam keberlangsungan demokrasi. Bagaimana tidak, dalam prakteknya berseberangan dengan nilai-nilai demokrasi.Â
Dalam konteks Pilwalkot Solo yang menurut beberapa pihak terdapat fenomena politik dinasti. Masuknya Gibran Rakabuming sebagai kandidat dalam Pilkada mendatang direspon sebagai praktek politik dinasti.Â
Hal yang disayangkan dalam keputusan tersebut, seolah dipaksakan. Mengingat sepak terjangnya seorang Gibran Rakabuming masih minim pengalaman jika dibandingkan dengan rival politiknya Achmad Purnomo yang sama-sama memperebutkan rekomendasi dari DPP PDIP.
Lantas, kenapa DPP PDIP menjatuhkan pilihannya pada Gibran Rakabuming? Hubungan biologis Joko Widodo dengan Gibran Rakabuming sebagai bapak dan anak dinilai turut berpengaruh dalam keputusan partai tersebut.Â
Seolah ingin mengulang sejarah tapi pelakunya berbeda. Jika dulu sang bapak suksesnya hari ini menjabat sebagai Presiden berangkat dari Pilwalkot Solo, kini giliran anaknya yang mencoba keberuntungan.Â
Ini kalkulasi politik jangka panjang. Di dalam keluarga ada ambisi kekuasaan, regenerasi menduduki jabatan pemerintahan.Â
Persis seperti yang disampaikan oleh Sekjen PSI pada kutipan berita detikNews 23/6/2015) "Di kita yang terjadi justru politik dinasti untuk memproteksi kepentingan keluarga, bisnis keluarga, kepentingan kekuasaan, jadi menurut saya buruk sekali. Jadi tidak ada alasan bagi kita tidak memerangi politik dinasti".
Namun yang menarik adalah pada beberapa waktu setelahnya, adanya pernyataan Sekjen PSI itu sendiri yang bertolakbelakang dengan argumentasi di atas. Media berita detikNews pada Sabtu (27/7/2019) menulis judul berita sebagai berikut.
PSI Siap Dukung Gibran atau Kaesang Maju Pilwalkot Solo
Bukankah munculnya nama Gibran atau Kaesang dalam Pilwalkot adalah fenomena politik dinasti? Tidak mungkin PSI tidak tahu keduanya memiliki hubungan biologis dengan Joko Widodo yang sekarang adalah menjabat sebagai Presiden.Â
Ini menunjukkan PSI tidak konsisten dalam pandangannya soal bahaya politik dinasti. Sekjen PSI dalam berita tersebut menyatakan "Jadi PSI pasti akan mendukung, di Solo kami punya kursi. Apabila nanti pada saatnya melalui mekanisme, kalau salah seorang itu maju, PSI pasti akan dukung," ujar Sekjen PSI Raja Juli Antoni saat ditemui di gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2019).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI