Mohon tunggu...
Lukman Yunus
Lukman Yunus Mohon Tunggu... Guru - Tinggal di pedesaan

Minat Kajian: Isu lingkungan, politik, agama dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Skenario Pelonggaran PSBB Tanda Rezim Panik

14 Mei 2020   07:20 Diperbarui: 14 Mei 2020   07:35 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi Covid-19 yang menyandera negeri membuat Kepala negara menguras ide dan tenaga yang lebih dalam penanganan masalah ini. Hal tersebut terlihat dari iklim kebijakan yang berubah-ubah. 

Kebijakan PSBB yang sudah diberlakukan pada beberapa waktu lalu di sejumlah daerah rupanya tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini berdasarkan data statistik jumlah kasus baru yang fluktuatif atau tidak mengalami penurunan yang berarti seperti yang diharapkan.

Fakta tersebut tentu saja mendorong pemerintah untuk pro aktif melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang sedang diterapkan guna memastikan langkah-langkah yang diambil kedepannya untuk keadaan lebih baik. 

Namun, langkah Pemerintah pusat baru-baru ini mewacanakan untuk melakukan pelonggaran PSBB. Konsep pelonggaran PSBB menurutnya tetap memperhatikan protokoler kesehatan. Lebih lanjut wacana tersebut untuk menunjukkan perbedaan kebijakan PSBB dengan lock down (Baca: perbedaan PSBB dengan lock down).

Wacana pelonggaran PSBB yang diinisiasi oleh Presiden Jokowi tersebut mendapat respon beragam. Respon atau tanggapan dari berbagai kalangan minimal dua hal:

  1. Mendukung karena alasan supaya perekonomian Indonesia berangsur membaik
  2. Menolak karena data statistik jumlah kasus di Indonesia belum menunjukkan hasil yang lebih baik

Ada apa sebenarnya dengan rezim ini? Beberapa kalangan diantaranya ekonom Faisal Basri menyoal hal ini. Beliau meresponnya kurang lebih Pemerintah harus merujuk pada data statistik jumlah kasus yang ada. Lebih lanjut, menurutnya Pemerintah belum tepat untuk memutuskan hal itu dalam situasi yang tidak kunjung membaik seperti sekarang ini.

Selain dari kalangan ekonom, akademisi juga angkat bicara bahwa pelonggaran PSBB dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, salah satunya adalah rujukan data statistik jumlah kasus dalam kurun waktu 14 hari terakhir. 

Andai kata faktanya menunjukkan terjadi penurunan kasus maka langkah tersebut dianggap tepat, namun jika sebaliknya maka Pemerintah harus menunda wacana pelonggaran PSBB tersebut. Berikut ini dilansir dari CNN Indonesia informasi jumlah kasus baru per 13 Mei.

Lonjakan atau tambahan data kasus positif baru virus corona (Covid-19) di Indonesia mencapai rekor tertinggi hari ini, Rabu (13/5).

Dalam konferensi pers, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan hari ini ada tambahan 689 kasus positif virus corona (Covid-19) per pukul 12.00 WIB.

Sikap Pemerintah pusat menggambarkan bahwa ada kepanikan hebat soal pandemi Covid-19 yang berdampak buruk pada perekonomian nasional. Maka dimungkinkan untuk berupaya maksimal dicarikan langkah-langkah mengatasi hal tersebut. 

Dalam kepanikan tersebut, maka istana kemudian mengeluarkan wacana pelonggaran PSBB. Pemerintah menekankan khususnya pada sektor perekonomian harus dihidupkan kembali dengan syarat tetap memperhatikan protokoler kesehatan.

Kendati demikian, publik juga merasa perlu untuk bersuara menanggapi wacana tersebut. Biar bagaimanapun juga ini menyangkut hajat hidup orang banyak. 

Kekhawatiran seperti akan terjadi keadaan yang lebih buruk dari ini pertanda bahwa keselamatan di atas segalanya. Tidak dilarang untuk melakukan pelonggaran PSBB, akan tetapi seperti yang disampaikan oleh beberapa kalangan harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

Sikap Presiden Jokowi dalam situasi sekarang ini perlu cermat dalam memutuskan segala sesuatunya. Ini ujian bagi seorang pemimpin khususnya pada level Pemerintah pusat. Tata kelola pemerintahan yang baik akan menunjukkan kualitas kepemimpinan yang baik, pun sebaliknya begitu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun